Menunda Sekolah Kembali Buka

4 Juni 2020 8:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para siswa sekolah dasar yang mengenakan masker saat hari pertama masuk sekolah setelah lockdown. Foto: REUTERS/Yen Duong
zoom-in-whitePerbesar
Para siswa sekolah dasar yang mengenakan masker saat hari pertama masuk sekolah setelah lockdown. Foto: REUTERS/Yen Duong
ADVERTISEMENT
Pemerintah mulai menerapkan kebijakan new normal di tengah pandemi virus corona agar aktivitas masyarakat dapat tetap berjalan. Berbagai macam sektor yang sempat ditutup akan kembali dibuka salah satunya sekolah.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, pemerintah melalui Kemendikbud belum mengetahui secara pasti kapan sekolah akan dibuka. Baik di tingkat, SD, SMP, SMA, atau perguruan tinggi. Dirjen Dikdasmen Kemendikbud Hamid Muhammad menjelaskan, pihaknya masih membahas berbagai opsi soal kapan sekolah akan dibuka.
Sejauh ini, pemerintah memiliki dua opsi kapan sekolah kembali dibuka. Pertama, bulan Juli atau kedua pada Desember 2020. Hal ini pernah disampaikan Kemendikbud dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR.
Meski begitu, rencana pemerintah yang ingin kembali membuka sekolah mendapat kritik dari sejumlah masyarakat. Pemerintah disarankan agar sebaiknya menunda rencana pembukaan sekolah demi mencegah penularan virus corona kepada anak-anak.
Berikut kumparan rangkum sejumlah saran agar pemerintah menunda pembukaan kembali sekolah:
Komisioner bidang pendidikan Retno Listyarti saat konferensi pers tentang KPAI di awal 2019 mencatat banyaknya kasus-kasus anak di bidang pendidikan, Jakarta, Jumat (15/2/2019). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Komisioner KPAI: 66 Persen Orang Tua Siswa Tak Setuju Sekolah Dibuka Juli
ADVERTISEMENT
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengadakan polling di akun facebooknya terkait pendapat orang tua dibukanya sekolah pada tahun ajaran baru saat wabah corona masih belum juga mereda.
Mayoritas orang tua yang ikut polling tersebut menyatakan tidak setuju jika sekolah dibuka di saat wabah corona belum mereda. Dalam riset advokasi metodenya adalah ideografis, subjektif dan harus memihak, dalam hal ini memihak pada kepentingan terbaik bagi anak, termasuk dalam angket pendapat ini.
Adapun sasaran kuisioner adalah siswa, guru, dan orang tua. Angket ini bertujuan untuk memberikan ruang partisipasi kepada siswa, orang tua dan guru secara langsung kepada kebijakan Negara yang terkait anak.
Responden orang tua yang berpartisipasi mengisi angket adalah 196.559 orang. Berdasarkan tingkat pendidikan sebagian besar responden orang tua, yaitu: 47 persen (92.116 responden) berpendidikan Strata 1, sedangkan sisanya 21 persen (41.664) berpendidikan SMA, 14 persen (27.194) berpendidikan Diploma, 11% (22.005) berpendidikan Strata 2, 6 persen (11.665 responden); berpendidikan SMP, dan 1 persen (1.902 responden) berpendidikan Strata 3.
Sejumlah siswa dan orang tua murid mengantre pendaftaran PPDB di SMAN 84 Jakarta Barat, Senin (24/6). Foto: Faisal Rahman/kumparan
Dari 196.546 responden orang tua, mereka yang tidak setuju (menolak) sekolah dibuka pada Juli 2020 mencapai 66 persen (129.937) dan yang setuju sekolah di buka pada tahun ajaran baru sebanyak 34% (66.609). Data sebaliknya dari orang tua terjadi pada hasil polling anak.
ADVERTISEMENT
Sementara untuk responden siswa yang berpartisipasi dalam mengisi angket ini sebanyak 9.643 orang. Dari jumlah tersebut, sebagian besar merupakan siswa yang saat ini berada di jenjang SMA/sederajat (42 persen), SMP/sederajat (34 persen) dan SD/sederajat (23,1 persen). Berdasarkan rentang usia responden siswa, mayoritas berada pada usia 16-18 tahun (39,3 persen); usia 13-15 tahun (37,6 persen) dan usia 10-12 tahun (23,1 persen).
Dari 9.643 responden siswa, sebanyak 63,7 persen setuju sekolah di buka pada Juli 2020, sedangkan 36,3 persen tidak setuju atau menolak sekolah dibuka pada tahun ajaran baru 2020.
Kemudian responden guru yang berpartisipasi dalam mengisi angket ini sebanyak 18.111 orang. Dari jumlah tersebut, 27,8 persen merupakan guru yang mengajar pada jenjang pendidikan SMP/sederajat; 26,3 persen mengajar pada jenjang SD/sederajat; 23 persen mengajar pada jenjang SMA/sederajat; 12,7 persen mengajar pada jenjang SMK/sederajat; 9 persen mengajar di Sekolah Luar Biasa (SLB) dan sisanya 1,2 persen guru yang mengajar pada jenjang TK/RA/sederajat.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pendidikan terakhir sebagian besar responden guru berpendidikan strata 1 (S1) sebanyak 80,7 persen, strata 2 (S2) sebanyak 14,6 persen dan 4,7 per responden berpendidikan S3 dan sebagian lagi Diploma (non gelar).
Ilustrasi guru mengajar. Foto: Shutterstock
Hasilnya, responden guru sebanyak 18.111 orang menyatakan setuju membuka sekolah pada Juli 2020 sebanyak 54 persen dan sisanya 46 persen menolak sekolah dibuka.
"Guru yang setuju dan tidak setuju berbeda tipis, hanya sekitar 8 persen, tetapi tetap lebih banyak yang setuju. Kemungkinan para guru juga sudah rindu murid-muridnya," jelas Retno.
Namun dalam rapat pleno komisioner, KPAI menolak hal ini menjadi data KPAI karena sifatnya baru uji coba angket selama 32 jam. Selain itu, tidak ada koordinasi saat akan melakukan uji coba angket pendapat masyarakat ini.
Guru mengajar di luar kelas Foto: Yulius Satria Wijaya/antara
Forum Guru di Jawa BArat Setuju Sekolah Dibuka Januari 2021 Demi Cegah Corona
ADVERTISEMENT
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil berencana akan membuka kembali sekolah pada Januari 2021. Namun, wacana tersebut masih dalam tahapan pembahasan.
Alasan sekolah dibuka awal tahun 2021 karena Pemprov Jabar tidak ingin para siswa menjadi korban virus corona.
Terkait hal itu, Forum Guru Aksi Indonesia (FAGI) Jawa Barat setuju dengan wacana pembukaan sekolah di Jabar pada Januari 2021. Ketua FAGI Jabar, Iwan Hermawan, menilai wacana itu tepat karena virus corona masih merebak.
Iwan mengatakan kesiapan sekolah dibuka Januari 2021 akan bergantung pada angka kasus COVID-19 sudah melandai atau belum. Sebab, menurutnya riskan membuka kembali sekolah apabila angka kasus corona di Jabar masih meningkat.
"Liat kondisi nanti di bulan Desember, apakah pandemi sudah melandai ataukah belum," terang dia.
Warga menjemput anaknya pulang dari sekolah di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (16/3). Foto: ANTARA FOTO/Abriawan Abhe
Anggota Komisi VIII DPR Minta Wacana Pembukaan Kembali Sekolah Diperhitungkan dengan Matang
ADVERTISEMENT
Dalam Focus Group Discussion (FGD) online yang diselenggarakan oleh Centre for Education and Human Resources Quality Improvement membahas 'Kesiapan Sekolah di Era New Normal'.
Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Gerindra, Sodik Mujahid, yang merupakan salah satu pembicara dalam diskusi tersebut mengatakan, memang sekolah di saat pandemi virus corona bisa menjadi model pelaksanaan protokol kesehatan.
Namun, yang menjadi permasalahan adalah kesiapan infrastruktur sekolah dan para civitas sekolah masih perlu dipertanyakan. Masalah yang masih harus dijelaskan yakni, fasilitas kesehatan di sekolah masih belum memadai hingga fokus civitas sekolah masih pada penanganan pendidikan belum sampai pada penanganan kesehatan di sekolah.
Menurutnya, pembukaan sekolah di saat grafik kasus corona masih belum ada penurunan akan menjadi rentan penularan terhadap anak-anak.
ADVERTISEMENT
Sodik mencontohkan, negara-negara yang sudah membuka sekolah terlebih dahulu yang kemudian grafik kasus corona kembali meningkat.
Sejumlah siswa SDN Samudera Jaya 4 Bekasi saat pulang sekolah. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Sementara Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, Dewi Sartika, mengatakan di wilayahnya ada 15 daerah yang sudah menerapkan fase new normal. Beberapa daerah di antaranya sudah memasuki zona hijau.
Namun, Dewi Sartika menuturkan pembukaan sekolah di zona hijau masih harus mendapatkan persetujuan dan rekomendasi dari Satgas COVID-19 di daerahnya masing-masing. Tak hanya itu, pembukaan sekolah juga harus mendapat persetujuan dari dewan guru dan orang tua atau komite sekolah.
"Sekalipun daerahnya sudah masuk zona hijau, boleh membuka sekolah, tapi harus ada persetujuan dari komite sekolah atau para orang tua, soal keselamatan dan kesehatan anak anak harus semata," kata dia.
Menko PMK Muhadjir Effendy saat saat mengikuti Upacara Hari Lahir Pancasila secara virtual di Kantor Kemenko PMK, Senin (1/6). Foto: Instagram / @muhadjir_effendy
Menko PMK: Sekolah Sektor Terakhir yang Dibuka Pemerintah
ADVERTISEMENT
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, mengatakan sektor pendidikan kemungkinan menjadi sektor terakhir yang akan dibuka pascakebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
"Dibandingkan sektor-sektor yang lain, kemungkinan sekolah adalah sektor yang paling terakhir. Mengingat risikonya tidak bisa dihitung dengan mudah akibat dari pengurangan pembatasan atau pembukaan sekolah," kata Muhadjir.
Meski begitu, Muhadjir tidak menampik, pemerintah belum bisa memastikan kapan sektor pendidikan dibuka. Berdasarkan skenario yang sudah dirancang, paling cepat sekolah baru akan dibuka akhir tahun atau bahkan awal tahun baru.
"Itu hanya ancar-ancar saja. Kalau menurut kalender itu pertengahan Juli, tapi Kemenko PMK tidak merekomendasikan skenario masuk sekolah pada waktu tersebut," tutur Eks Ketua PP Muhammadiyah itu.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona!