Menyelisik Hukum Islam soal Tim Medis Corona Salat Memakai Baju Hazmat

25 Maret 2020 13:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas ambulans yang mengenakan pakaian hazmat, tiba di RSPI Sulianti Saroso, Jakarta Utara, Kamis (5/3). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Petugas ambulans yang mengenakan pakaian hazmat, tiba di RSPI Sulianti Saroso, Jakarta Utara, Kamis (5/3). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Bayangkan, Anda tengah membangun sebuah rumah, tetapi penopangnya amat rapuh. Lantas, apa yang terjadi? Rumah Anda pun akan ambruk seketika.
ADVERTISEMENT
Begitu pula dengan Islam. Bisa rubuh ketika umatnya meninggalkan salat. Karena, salat tak lain adalah penopang agama.
Ya, saat ini Indonesia tengah diserbu dengan pandemi virus corona. Sudah banyak cerita pilu dari orang-orang yang terinfeksi virus penyebab penyakit COVID-19 ini. Tak hanya pasien, kisah getir juga dirasakan para tim medis yakni dokter, perawat dan petugas layanan kesehatan lainnya.
Mereka menjadi garda terdepan dalam memerangi penyakit COVID-19. Selama bertugas pun mereka diwajibkan selalu mengenakan pakaian dekontaminasi atau hazmat.
Pengorbanan mereka begitu besar. Bahkan, kabar beredar para dokter dan perawat di beberapa negara harus memakai popok orang dewasa karena tak sempat pergi ke kamar mandi. Sebagian juga merasa tak aman untuk melepaskan maskernya hanya untuk minum karena khawatir terinfeksi virus corona.
ADVERTISEMENT
Dengan kondisi demikian, pertanyaan kemudian mengemuka: Bagaimana jika petugas medis itu ingin menunaikan salat di tengah-tengah tugasnya? Apakah bisa salat dengan mengenakan baju hazmat?
Dalam Islam, terdapat istilah shalat li hurmat al-waqti yang diartikan secara harfiah yaitu salat untuk menghormati datangnya waktu salat. Hal itu dilakukan ketika datang waktu salat, tetapi dia tidak memenuhi syarat-syarat sahnya salat fardhu, seperti orang yang tak punya air untuk berwudu atau debu untuk bertayamum atau bisa berwudu atau bertayamum tetapi tak bisa menghadap kiblat.
Terkait kondisi itu, Ustaz Yusuf Mansur mengatakan petugas medis bisa tetap menunaikan salat wajib jika waktunya telah tiba. Bahkan, masih dengan mengenakan hazmat serta tak bisa wudu atau tayamum.
Personel kepolisian Polda Aceh melakukan penyemprotan cairan disinfektan di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Jumat (20/3). Foto: ANTARA/Irwansyah Putra
“Salatlah sebisanya. Nanti setelah melepas hazmatnya, salatnya bisa diqadha,” ujar Ustaz Yusuf Mansur kepada kumparan, Rabu (25/3).
ADVERTISEMENT
“Memang ada beberapa pendapat, tapi saya condong kepada pendapat shalat li hurmat al-waqti. Menghormati waktu. Jadi, salat dengan gerakan saja, tanpa wudu, nanti qadha,” lanjutnya.
Kondisi demikian setidaknya dijelaskan dalam hadis Al-Bukhari (7/106) yang mengisahkan tentang beberapa sahabat yang ditugasi oleh Nabi Muhammad S.A.W untuk mencari kalung milik sayyidah Asma yang hilang ketika dipinjam sayyidah ‘Aisyah. Setelah lama mencari akhirnya mereka menemukannya.
Kendati demikian, ketika itu waktu salat hampir habis, dan tak ada air untuk mereka wudu sementara ketika itu ayat tayamum belum turun. Akhirnya, mereka salat tanpa thaharah yang diartikan secara harfiah yakni berada dalam keadaan tak suci.
Mereka kemudian kembali ke Nabi Muhammad S.A.W dan melaporkan apa yang mereka lakukan, dan Nabi tak menyalahkannya.
Yusuf Mansur Foto: Dok. Pribadi Yusuf Mansur
“Karena salat qadha kan bisa berbulan-bulan, dan enggak mungkin juga pakai baju hazmat terus. Jadi, pas baju hazmat bisa dibuka, salatnya bisa qadha,” kata Ustaz Yusuf Mansur.
ADVERTISEMENT