Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Persepsi orang Indonesia tentang habib beragam. Ada yang menyebutnya orang istimewa, terhormat, dan lain-lain. Namun, sesungguhnya banyak yang tak tahu, mana yang pantas disebut habib dan mana yang tidak.
ADVERTISEMENT
Habib Ahmad Muhammad bin Alatas, Ketua Maktab Nasab Rabithah Alawiyah, bercerita kepada kumparan tentang asal mula munculnya gelar habib.
Rabithah Alawiyah adalah organisasi pencatat keturunan Nabi Muhammad di Indonesia. Mereka yang melakukan pendataan secara resmi terkait siapa saja orang Indonesia yang memiliki pertalian darah dengan Rasulullah.
Habib Ahmad Muhammad bin Alatas mengatakan, asal-usul nama habib pertama kali berasal di Yaman, kemudian Indonesia, Afrika, dan India.
Orang-orang yang mempunyai gelar habib itu dicintai karena mereka mempunyai pertalian silsilah dengan Nabi Muhammad. Ke manapun berhijrah, mereka selalu diterima oleh masyarakat karena mampu beradaptasi dengan wilayah yang mereka masuki.
“Mereka mengawali dengan berdagang, setelah itu berdakwah, lalu bercampur baur dengan masyarakat,” kata Habib Ahmad saat berbincang dengan kumparan di Sekretariat Raudhatul Alawiyah, Jakarta, Rabu (11/1).
ADVERTISEMENT
"Karena berbaur itu mereka dicintai. Maka dari itu mereka disebut habib atau di negara lain disebut dengan sayyid. Ada juga yang menggelari syarif," ujar Habib.
Habib secara bahasa berasal dari kata al-mahbub yang berarti dicintai.
Habib Ahmad kemudian menjelaskan perbedaan antara gelar habib atau sayyid, dan syarif. Umumnya, kata dia, habib adalah gelar yang diberikan kepada orang-orang yang punya pertalian keluarga dengan nabi dari jalur Husein, cucu kedua Nabi Muhammad.
Adapun gelar syarif disematkan kepada orang-orang yang punya pertalian dari keturunan Hasan, dan mereka itu banyak tersebar di Yordania, Iran, Yaman, serta Maroko.
Mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad tidaklah bisa seenaknya. Habib Ahmad menuturkan, “Kami di sini mempunyai prosedur. Pertama, mereka harus menuliskan nama dengan silsilahnya sampai tujuh nama. Setelah itu akan kami cek.”
ADVERTISEMENT
Organisasi masyarakat Rabithah Alawiyah telah menyimpan data silsilah dalam komputer. “Tujuh nama itu apabila tersambung, bisa kami proses. Apabila tidak tersambung, akan kami tanyakan kekurangan-kekurangannya,” tuturnya.
Setelah didapati tujuh nama itu tersambung, mereka harus mengisi formulir pendataan resmi.
"Apabila ingin mendapatkan buku nasab (keturunan), ada formulir yang harus diisi lengkap dengan saksi-saksi, dan kebetulan kami ada perwakilan di setiap wilayah,” kata Habib Ahmad.
Rabithah Alawiyah kini memiliki 64 perwakilan di Indonesia. Masing-masing perwakilan dapat membubuhi stempel untuk menyatakan seseorang yang mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad itu adalah benar, dan saksi-saksinya juga benar.
“Setelah itu lengkap semua dan silsilahnya ada, kami buatkan buku silsilah,” ucap Habib Ahmad.
Habib Ahmad juga menjelaskan bahwa runtutan habib bisa saja terputus. “Misalnya seseorang itu keturunan laki-laki, lalu dia punya dua anak perempuan. Maka berhenti di situ keturunannya. Banyak yang terjadi seperti itu.”
ADVERTISEMENT
Marga atau kabilah habib hanya bisa diwariskan kepada keturunan laki-laki.
“Adapun nama-nama kabilah yang pernah didata pada rentang tahun 1932 sampai 1940, kurang lebih hanya ada 68 kabilah atau marga di Indonesia,” kata Habib Ahmad.
Habib Ahmad juga mengatakan bahwa gelar habib yang dimiliki oleh seseorang bisa hilang, “Kalau seorang habib pindah agama, dari Islam ke Kristen misalnya, orang itu tidak bisa disebut habib lagi.”
“Kalau seorang habib melakukan perbuatan yang munkar, biasanya kami akan mendatangi, mempertanyakan, lalu menasihatinya. Kalau para habib melakukan perbuatan onar, itu bahaya sekali. Kata para ulama, dosanya bisa berlipat ganda," kata dia.