Minum Air Rebusan Ganja untuk Obat, Reyndhart Rossy Divonis 10 Bulan Penjara

22 Juni 2020 22:08 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilsutrasi Ganja. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilsutrasi Ganja. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Kasus Reyndhart Rossy yang diadili karena menggunakan air rebusan ganja sebagai obat akhirnya diputus pada Senin (22/6).
ADVERTISEMENT
Majelis hakim Pengadilan Negeri Kupang, NTT, memvonis Reyndhart Rossy selama 10 bulan penjara. Dengan vonis tersebut, Reyndhart akan bebas 3 bulan lagi karena sudah menjalani masa tahanan selama 7 bulan bui. Putusan itu lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum selama 1 tahun bui.
Reyndhart divonis bersalah dinilai melanggar UU Narkotika terkait kepemilikan ganja. Padahal ia tidak menggunakan ganja secara langsung, melainkan hanya meminum air rebusan untuk mengobati penyakit kelainan saraf yang membuat badannya sering mengalami kesakitan.
Atas vonis tersebut, sejumlah LSM yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Advokasi Narkotika untuk Kesehatan menilai putusan hakim tidak menganalisa fakta sidang secara menyeluruh.
Salah satu anggota koalisi, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), yang mengawal kasus ini menyatakan, hakim tidak mempertimbangkan kondisi Reyndhart yang menjadikan penggunaan ganja sebagai jalan terakhir sebagai pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit.
Tanaman ganja. Foto: REUTERS/Amir Cohen
Menurut ICJR, dalam kondisi tersebut, Reyndhart seharusnya dapat masuk dalam kategori daya paksa sebagaimana diatur dalam Pasal 48 KUHP.
ADVERTISEMENT
"Oleh karena itu sudah seharusnya Reyndhart Rossy lepas dari seluruh tuntutan hukum," tulis ICJR dalam keterangannya, Senin (22/6).
ICJR menganggap putusan 10 bulan penjara mencederai rasa keadilan.
"Praktik seperti ini hanya akan semakin menunjukkan kegagalan kebijakan narkotika di indonesia dan memperlihatkan bahwa seseorang dapat dipenjara akibat negara tidak menyediakan akses pengobatan yang dibutuhkan warga negaranya," kata ICJR.
ICJR menambahkan, Reyndhart merupakan korban dari perang pemerintah terhadap narkoba yang dikampanyekan sejak 2015.
"Kebijakan perang terhadap narkotika yang rentan salah sasaran karena pemerintah selalu membawa slogan anti-narkotika, tetapi tidak pernah berani masuk ke ranah ilmiah untuk menjamin kepentingan publik yang lebih luas," jelas ICJR.
"Pemerintah harus mulai melakukan penelitian ilmiah tentang pemanfaatan ganja untuk kepentingan kesehatan dan menghapus larangan pemanfaatan narkotika golongan I untuk kepentingan kesehatan dalam kebijakan narkotika," lanjutnya.
Ilsutrasi Ganja. Foto: Shutter Stock
Berikut penjelasan ICJR mengenai kasus Reyndhart:
ADVERTISEMENT
Reyndhart Rossy N. Siahaan atau Reyndhart Rossy atau Rossy (37 tahun) sebelumnya tinggal di Jakarta. Pada 2015, berdasarkan hasil CT Scan Nomor Registrasi RJ1508100084 dari RS OMNI, Reyndhart Rossy menderita penyakit kelainan saraf yang membuat badannya sering mengalami kesakitan.
Pasca sakit, Reyndhart Rossy harus kehilangan pekerjaan, dan merantau ke Labuan Bajo, NTT untuk bekerja. Pada 2016, Reyndhart Rossy pergi ke Labuan Bajo untuk kembali bekerja, kali ini di bidang pariwisata.
Namun, pada 2018 penyakitnya kembali kambuh, dan ia merasa terus kesakitan, ia telah mencoba berbagai pengobatan medis, tetapi masih terus merasakan sakit.
Pada 2019, Reyndhart Rossy lelah dengan pengobatan medis dan mencari informasi pengobatan lainnya. Akhirnya ia menemukan informasi bahwa penyakitnya bisa ditangani dengan konsumsi air rebusan ganja.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya Reyndhart Rossy mencari informasi bagaimana cara mengakses ganja. Setelah mendapatkan informasi tersebut, ia mengkonsumsi ganja, yang hanya dilakukan dengan meminum air rebusan ganja, tidak pernah menghisap ganja.
Sejak meminum air rebusan ganja, Reyndhart Rossy merasakan kesembuhan dan kondisi tubuh yang lebih baik. Namun, nahas pada 17 November 2019 ia ditangkap.
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.