Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Misteri Pengendali Judi Online yang Punya Markas Operasi di Kamboja
5 Agustus 2024 19:34 WIB
·
waktu baca 10 menitLebih dari dua jam Nesi (nama samaran) menumpang mobil dari Phnom Penh, ibu kota Kamboja , menuju Sihanoukville yang acap disebut sebagai Kampung Som. Ia tak menyangka akan bertemu banyak orang Indonesia di sana.
Tawaran kerja untuk Nesi datang dari seorang kawan yang juga orang Indonesia. Nesi ditawari bekerja di bidang judi online di Kamboja dengan iming-iming gaji plus bonus sebesar Rp 17 juta.
Siapa yang tak terpikat? Upah Minimum Regional (UMR) tertinggi di Indonesia saja cuma berkisar Rp 5,1 juta. Dengan take home pay Rp 17 juta di Kamboja, Nesi masih dijanjikan tempat tinggal gratis di mes berikut fasilitas antar-jemput ke tempat kerja.
Di Kampung Som (KPS), Nesi bekerja di gedung 30 lantai yang berada di area mirip kompleks perkantoran. Gedung itu memiliki fasilitas kasino di lantai bawah, sedangkan lantai atasnya digunakan untuk berbagai kantor judi online.
Kantor tempat Nesi bekerja di gedung itu sampai menghabiskan dua lantai. Nesi yang dipekerjakan sebagai admin sales memiliki rekan kerja sekitar 100 orang. Di sana office boy, petugas keamanan, sampai pengantar makanan yang tiap hari wara-wiri mengantar pesanan karyawan juga merupakan orang Indonesia. Tak heran mereka berkomunikasi dalam bahasa Indonesia di lingkungan itu.
“Orang Indonesia semua. Dari bawahan—kami sebagai admin, costumer service—sampai supervisor, manajer, bahkan masternya orang Indonesia. Enggak ada campur tangan dari orang luar karena target [pelanggan judinya] juga orang Indonesia,” ujar Nesi kepada kumparan, Jumat (2/8).
Meski begitu, Nesi tak tahu siapa bos besar di perusahaannya itu. Karyawan tak pernah melihat atau mendapat informasi mengenai sosok si bos.
Di Kampung Som, Nesi hanya bertahan bekerja selama empat bulan. Ia kemudian kabur karena semua janji manis yang ia terima sebelum bekerja nyatanya tak pernah terealisasi. Nesi hanya digaji Rp 3 juta sebulan, bukan Rp 17 juta. Ia tak diberi hari libur dan paspornya ditahan perusahaan.
Berhubung mencoba keluar baik-baik pun tak bisa, Nesi akhirnya melarikan diri dan pulang ke Indonesia dengan bantuan biaya dari keluarganya. Ia juga mengurus dokumen sendiri ke KBRI di Phnom Penh.
Bandar Judi Orang RI, Para Pejabat Bilang Tak Tahu
Banyaknya warga Indonesia yang bekerja di sektor judi online di luar negeri memunculkan dugaan, jangan-jangan pengendalinya pun berasal dari Indonesia.
Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani belum lama ini menyebut bahwa ada sosok berinisial T yang menjadi aktor di balik judi online dan scamming (penipuan) online yang mengincar pekerja migran Indonesia (PMI).
Dalam forum Pengukuhan Kawan Pekerja Migran Indonesia Wilayah Sumatera Utara pada 23 Juli kemarin, Benny mengatakan sudah menyampaikan soal sosok T tersebut dalam rapat terbatas di Istana Negara pada Agustus 2023 yang dipimpin Presiden Jokowi dan dihadiri Menko Polhukam Mahfud MD serta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo
Namun, Presiden Jokowi mengatakan tak tahu tentang sosok T tersebut. Saat ditanya wartawan, Jumat (26/7), ia berujar, ”Enggak tahu, tanyakan ke Pak Benny saja.”
Sementara Mahfud membenarkan Benny pernah menyebut inisial T dalam rapat di Istana yang membahas soal tindak pidana perdagangan orang, tetapi ia berkata tak begitu ingat siapa gerangan Mr. T karena banyak nama lain yang disebut Benny dalam rapat tersebut.
Untuk mencari tahu perihal sosok T itu, Kapolri—yang disebut Benny juga hadir dalam rapat di Istana kala ia menyinggung Mr. T—memerintahkan Badan Reserse Kriminal Polri untuk memanggil Benny. Benny diperiksa Bareskrim pada 29 Juli 2024.
Sebelum diperiksa, Benny menyebut ada sekitar 80 ribu orang yang bekerja dengan Mr. T di perusahaan judi online-nya di Kamboja. Sehabis diperiksa, Benny mengatakan sudah menjawab berbagai pertanyaan penyelidik tentang T.
Namun, menurut Bareskrim, Benny belum menjawab soal siapa sosok T. Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menyatakan bahwa Benny baru menjawab soal tugas pokoknya sebagai Kepala BP2MI hingga kegiatannya menjelang rapat terbatas di Istana.
“Kemudian [bahasan] melangkah tentang berita-berita di medsos yang beredar, statement-statement dia [soal T], setelah itu [Benny] minta pemeriksaan lebih lanjut ditunda,” ujar Djuhandhani, menyebut bahwa pemeriksaan lanjutan dijadwalkan berlangsung 5 Agustus.
Pengamat Kepolisian Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto berpendapat, penyampaian Benny soal sosok T di balik bisnis judi online mestinya diapresiasi, sebab hal ini membutuhkan keberanian.
“Apalagi itu pernah disampaikan di forum resmi di hadapan Presiden, Menko Polhukam, Kapolri, maupun Panglima TNI. Artinya informasi itu seharusnya sejak lama harus didalami oleh penegak hukum,” ujar Bambang.
Meski begitu, pemanggilan terhadap Benny oleh Polri terkait sosok T baru-baru ini dilihat Bambang justru memunculkan kesan bahwa selama ini tidak ada pendalaman serius dari aparat, padahal Benny telah menyebut soal T itu di rapat Istana setahun sebelumnya.
Bambang menduga, Benny kembali menyinggung soal Mr. T karena merasa kurang respons positif dari penegak hukum. Menurutnya, “Ini juga mengonfirmasi fenomena no viral no justice.”
kumparan mengajukan permohonan wawancara kepada Benny mengenai hal tersebut dan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang menimpa pekerja Indonesia di Kamboja. Benny bersedia dan menjadwalkan wawancara pada Sabtu, 3 Agustus. Namun pada hari H, ia tak merespons pesan kumparan sehingga wawancara urung dilakukan.
Anggota Komisi III DPR yang membidangi hukum, Sarifuddin Sudding, berpendapat bahwa informasi yang disampaikan Benny selaku pejabat negara perlu ditindaklanjuti sehingga tak berhenti jadi wacana yang menimbulkan kegaduhan publik. Aparat penegak hukum mesti menelusuri benar-tidaknya keterangan Benny.
“Paling tidak, [perlakukan] TPPO ini sebagai isu nasional karena banyak warga negara kita yang menjadi korban sehingga itu [harus] menjadi perhatian semuanya agar pihak-pihak yang ada di balik TPPO betul-betul ditelusuri, diproses secara adil, dan dimintai pertanggungjawaban hukum,” ujar Sudding kepada kumparan.
Bambang menambahkan, penegakan hukum terkait pernyataan Benny merupakan kewenangan Polri. Itu sebabnya Polri perlu lebih proaktif menggali soal sosok T dan bisnis judi online yang diduga ia kendalikan, bukannya malah membebankan pembuktian kepada Benny.
Terkait hal itu dan isu pemberantasan TPPO di ranah judi online, kumparan mengajukan permohonan wawancara kepada Divisi Humas Polri. Polri sempat menanggapi dan menyediakan waktu. Namun menjelang waktu yang dijadwalkan, Polri membatalkan sesi itu karena alasan tertentu.
Derita Korban TPPO Judi Online: Ditipu, Ditumbalkan, Diperjualbelikan
Kejahatan TPPO di ranah judi dan scammer online yang mengincar pekerja migran Indonesia bukan hal baru. Migrant Care yang fokus pada advokasi PMI di luar negeri kerap menerima pengaduan korban TPPO di sektor tersebut sejak akhir pandemi COVID pada 2022.
Koordinator Divisi Bantuan Hukum Migrant Care Nur Harsono menyebut bahwa masyarakat RI terdorong untuk mencari pekerjaan di luar negeri pasca-pandemi akibat adanya gelombang pemutusan hubungan kerja di Indonesia yang menyebabkan banyaknya pengangguran. Nahasnya, di luar negeri, banyak di antara mereka yang menjadi korban TPPO judi online.
Biasanya, para korban mendapat informasi lowongan pekerjaan dari lingkungan pertemanan, media sosial, hingga agen atau sponsor. Mereka ditawari bekerja di Kamboja sebagai operator komputer. Sebagian tak tahu sama sekali bahwa nantinya mereka bakal dipekerjakan sebagai operator judi atau scammer online.
“Sehingga mereka tidak curiga, lalu mendaftar. Semua pembiayaan dicukupi [agen]: tiket, paspor, dan sebagainya. Kemudian mereka diberangkatkan ke Kamboja tapi ternyata mereka kemudian sadar [dipekerjakan] sebagai scammer dan judi online,” ujar Nur Harsono kepada kumparan.
Para korban TPPO judi dan scammer online berasal dari sejumlah wilayah di Indonesia, tetapi paling banyak berasal dari Sumatera Utara yang pada 2022–2023 tercatat sebanyak 117 kasus. Adapun negara tujuan TPPO yang dilaporkan korban ialah Kamboja, Myanmar, Filipina, Laos, dan Malaysia.
Korban bukan cuma tak sadar akan dipekerjakan sebagai operator judi dan scammer online, tapi juga mengalami perlakuan tak manusiawi seperti bekerja 16 jam per hari, gaji dipotong lebih besar daripada gaji yang didapat, dan tidak mendapat hari libur.
Tak hanya itu, ponsel para korban TPPO dirampas perusahaan judi/scammer online untuk membatasi komunikasi dengan dunia luar. Ponsel mereka kemudian diatur ulang sehingga datanya hilang. Ponsel itu pun setiap pekan dicek oleh manajemen. Praktis semua gerak-gerik pekerja judol terpantau ketat.
Ada juga korban TPPO scammer dan judi online yang mengalami kekerasan fisik seperti disetrum, diborgol, atau dipukul hingga memar. Bahkan ada korban yang kepalanya dipukul dengan keramik atau dibenturkan ke dinding.
Sistem perdagangan orang pada perusahaan judi dan scammer online beragam. Pertama, sistem tumbal atau tukar kepala. Jika ada pekerja yang ingin keluar dari perusahaan, ia harus mencari orang untuk menggantikannya terlebih dahulu. Artinya, mengajak orang lain untuk masuk jeratan. Itu sebabnya, biasanya pekerja yang ingin mundur bakal menumbalkan temannya untuk menggantikan posisinya sehingga ia bisa pulang.
Kedua, karyawan yang ingin keluar mesti menebus denda kepada perusahaan. Menurut Migrant Care, pernah ada preseden suatu keluarga menebus dua orang seharga Rp 50 juta, tetapi hanya satu orang di antaranya yang kembali.
Ketiga, jual-beli karyawan oleh para bos perusahaan judi dan scammer online. Bos-bos ini, menurut cerita korban, memiliki grup jual-beli korban TPPO, termasuk korban yang sudah disiksa potong tangan.
“Habis dipotong tangan, mereka difoto memegang paspor. Di bawahnya ada sedikit identitas dan harga, semacam pelelangan korban. Harga korban yang sudah potong tangan dengan yang masih utuh akan berbeda,” ujar Staf Divisi Bantuan Hukum Migrant Care Arina Widda Faradis.
Meski banyak korban melapor soal TPPO itu, cerita mereka belum tentu bisa mengungkap dalang di balik praktik judi dan scammer online yang memangsa banyak rakyat Indonesia itu. Pihak yang terlibat dalam TPPO berlapis-lapis, dan para korban ada di lapisan terbawah yang paling tidak tahu apa-apa.
“Kami suka nanya ke para korban, ‘Siapa bosnya?’ [Dijawab] ‘Enggak tahu.’ Bisa jadi [bosnya] jauh dari lokasi itu,” kata Arina.
Menurutnya, salah satu cara efektif untuk mengetahui siapa pengendali judi dan scammer online di luar negeri adalah dengan mengikuti jejak transaksi keuangannya.
Mempertanyakan Efektivitas Satgas Judi Online
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah mengungkap nilai dan jumlah transaksi judi online di Indonesia yang terus meningkat tiap tahun dengan angka yang semakin mengkhawatirkan.
Pada 2017, misalnya, nilai transaksi judi online “baru” Rp 2,01 triliun, namun pada 2023 sudah menyentuh Rp 327 triliun. Artinya, dalam kurun waktu 6 tahun saja, nilai transaksi judi online di Indonesia meningkat sekitar 162 kali lipat.
Jika diakumulasikan pada periode 2017–2024, total “uang bocor” akibat judi online mencapai Rp 618,27 triliun.
Pemerintah merespons laporan PPATK pada Juni 2024 tersebut dengan membentuk Satuan Tugas Judi Online yang terdiri dari pejabat lintas institusi, di antaranya Kemenko Polhukam, PPATK, BIN, Kominfo, BP2MI, dan Polri.
Ada sejumlah tindakan yang sudah diambil oleh Satgas Judi Online tersebut, yakni pembekuan rekening judi, penindakan jual-beli rekening, dan penindakan transaksi gim online melalui top up di minimarket.
Migrant Care menilai, pernyataan Benny soal inisial T yang diduga menduduki kursi pengendali judi online, sangat penting didalami sebagai bagian dari komitmen Indonesia memberantas judi online melalui Satgas Judi Online.
Bagaimanapun, Bambang Rukminto dari ISESS berpendapat bahwa pemberantasan judi online di Indonesia kini masih menyasar tingkat bawah dan menengah saja, tanpa menyentuh bandar-bandar besarnya.
“Otak di balik [judi online] itu nyaris tak tersentuh. Kalau mau serius, ya telusuri sampai ke akarnya; berantas,” ujar Bambang.
Maka, jika pernyataan Benny tidak diseriusi, maka pemberantasan judi online ke depannya hanya akan menjadi angin lalu.