Muhammadiyah Minta Indonesia Tegas soal Uighur: Lewat DK PBB atau OKI

24 Desember 2019 6:31 WIB
comment
19
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah massa menggelar aksi protes di depan kawasan Kedutaan Besar Republik Rakyat China di Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (20/12). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah massa menggelar aksi protes di depan kawasan Kedutaan Besar Republik Rakyat China di Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (20/12). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Muhammadiyah meminta pemerintah Indonesia tegas menghadapi persoalan muslim Uighur di China. Misalnya, aktif menangani dugaan diskriminasi HAM tersebut dengan langkah politik dan diplomatik.
ADVERTISEMENT
"Indonesia bisa berperan melalui Dewan Keamanan PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) dan OKI (Organisasi Kerja Sama Islam)," ujar Sekretaris Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, saat dihubungi kumparan, Senin (23/12) malam.
Mu'ti juga meminta Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, meluruskan pernyataannya terkait sikap pemerintah. Sebab, Moeldoko menyatakan Indonesia tak akan ikut campur dalam menangani kasus tersebut.
Sekretaris PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
"Kalau yang dimaksud tidak mencampuri adalah intervensi, itu sudah pasti. Tetapi kalau yang dimaksud tidak mencampuri adalah mendiamkan dan tidak mempersoalkan, sikap tersebut sangat disayangkan," ujar Mu'ti.
Mu'ti menegaskan, Muhammadiyah sejak awal mendesak pemerintah untuk aktif menangani dugaan diskriminasi HAM yang menimpa etnis Uighur yang mayoritas muslim. Terlebih, saat diundang Kedubes China ke Xinjiang, Muhammadiyah menemukan berbagai kejanggalan.
ADVERTISEMENT
Sebagai gambaran, saat ini, dunia tengah menyoroti kebijakan Presiden China Xi Jinping yang diduga melanggar HAM atas diskriminasi etnis Uighur.
Laporan Perserikatan Bangsa-bangsa dan media arus utama dunia menunjukkan lebih dari sejuta muslim Uighur dimasukkan ke dalam "kamp vokasi" yang membatasi ruang geraknya. Mereka diduga dipaksa meninggalkan keislaman, dilarang beribadah, hingga dipaksa menganut paham komunis.
China berkali-kali membantah tudingan itu. Mereka menyebut kamp tersebut dibangun untuk menangkal gerakan radikalisme, terorisme, dan separatisme yang sedang menyasar Xinjiang.
Terkait posisi Indonesia, Moeldoko menyebut pemerintah tak akan ikut campur. Menurutnya, menghargai batas kewenangan sebuah negara untuk mengatur internal negara merupakan prinsip standar dalam hubungan diplomatik.
"Jadi pemerintah Indonesia tidak ikut campur dalam urusan negara China mengatur dalam negerinya. Sudah itu prinsip-prinsip yang standar dalam hubungan internasional," ujar Moeldoko di Kantor Staf Kepresidenan, Senin (23/12).
Warga Uighur di Xinjiang, China. Foto: AFP/Johannes Eisele
"Saya pikir sudah dalam standar internasional bahwa kita enggak memasuki urusan dalam negeri masing-masing negara. Masing-masing negara punya kedaulatan untuk mengatur negaranya, gitu," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Menkopolhukam Mahfud MD sebelumnya juga menyebut Indonesia menempuh jalur diplomasi lunak untuk menghadapi persoalan Uighur. Dalam menyelesaikan permasalahan Uighur, Indonesia menempatkan diri sebagai penengah.