LIPSUS GAME PUBG DAN KEKERASAN, Ilustrasi PUBG (REVISI)

MUI: Rencana Fatwa Haram PUBG untuk Merespons Keresahan Masyarakat

1 April 2019 14:22 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi PUBG. Foto: Abil Achmad Akbar/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi PUBG. Foto: Abil Achmad Akbar/kumparan
Rencana pemberian fatwa haram oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk beberapa game online melahirkan perdebatan. Sebagian orang berpendapat fatwa haram bukanlah solusi tepat, pun game online dianggap bukanlah ranah MUI.
Tapi bagi MUI, pembahasan fatwa haram ini menjadi upaya mereka menjawab keresahan masyarakat. Hasilnya pun, menurut mereka, tak melulu fatwa.
Maka mereka menginisiasi Focus Group Discussion khusus membahas dampak perkembangan game online itu. FGD berlangsung di kantor MUI, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (26/3).
Pada forum itu, MUI memanggil beberapa pemangku kepentingan terkait seperti Asosiasi e-Sport Indonesia (ieSPA), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), psikolog forensik, hingga Ditjen Aplikasi Informatika Kominfo.
Ketua MUI Bidangi Fatwa Huzaemah (kiri), Ketua komisi fatwa MUI Indonesia Hasan Huesein Abdul Fatah (tengah), dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh (kanan) membuka FGD terkait isu game PUBG dengan peristiwa teror di Kantor MUI, Selasa (26/3). Foto: Helmi Afandi/kumparan
Meski telah melahirkan tiga rekomendasi, pembahasan terkait fatwa haram untuk game online belum usai. Bagaimana perkembangannya?
Berikut perbincangan kumparan bersama KH Salahuddin Al Ayyubi, Wakil Sekjen MUI Bidang Fatwa melalui sambungan telepon, Sabtu (30/3).
Seperti apa keresahan awal yang memunculkan rencana fatwa haram untuk PUBG?
Kemarin yang kita lakukan masih dalam tahap FGD, yaitu mendengarkan masukan dan penjelasan dari berbagai pihak terkait. Ada psikolog, ada KPAI, ada dari teman-teman lain yang bergerak di berbagai isu.
Jadi dampak baik dan buruk dari game itu sendiri dibahas oleh berbagai pihak. Itu adalah bagian dari cara kita menyimpulkan masalah.
Wacana berawal dari respons dan permintaan masyarakat. Domainnya MUI ini kan merespons perubahan yang muncul di masyarakat. Terutama, di MUI itu, kita diharapkan sekali menjawabnya dari aspek keagamaan.
Keresahan masyarakat yang dimaksud disebabkan oleh apa?
Kaitannya masih dengan apa yang terjadi di New Zealand. Persoalannya di situ.
Brenton Harrison Tarrant, teroris yang menembaki jemaah di Masjid Al-Noor, Christchurch, Selandia Baru, pertengahan Maret 2019, diduga terinspirasi oleh video game.
Menurut informasi beberapa pegiat yang concern di bidang IT, game itu dapat mempengaruhi aspek kognitif dan kejiwaan anak-anak. Beberapa kali kita sudah membahas ini sebelum kasus itu.
Dampak positif dan negatif dari teknologi informasi, IT, itu kan macam-macam. Ada teknologi yang memiliki konten kekerasan, pornografi, dan lain sebagainya. Jika dikonsumsi oleh anak-anak yang usianya belum cukup dewasa, itu bisa merusak otak.
Kajian itu sudah lama, dan kita sudah mendengar, sudah mengumpulkan banyak orang. Kemarin kita bisa bertindak lebih jauh setelah kejadian (di Christchurch) itu dan semakin mendorong Majelis Ulama Indonesia untuk merespons terkait game kekerasan.
Belum tentu nanti menjadi fatwa. Entah nanti bentuknya seperti apa, masih kita dalami.
Rencana Fatwa Haram PUBG Foto: Basith Subastian/kumparan
Kalau tidak dalam bentuk fatwa, seperti apa formatnya?
Kalau nanti temuannya lebih banyak untuk menjadi panduan, kita masuknya sebagai panduan. Kita juga tidak bisa menutup mata, banyak game yang bersifat konstruktif.
Kemarin itu berkembang wacana apakah kita spesifik membahas game tertentu yang diindikasikan bisa membawa pengaruh buruk. Tapi ada beberapa yang mengatakan, kalau bisa lebih luas daripada itu. Kalau lebih luas (dianggap) akan lebih baik. Ini masih didalami.
Kita ini kalau belum paham betul tentang apa yang kita ingin fatwakan, kita akan terus menggali informasi terlebih dahulu. Terakhir, proses identifikasi masalah. Setelah melihat, kita mendudukkan masalahnya seperti apa, pemetaannya seperti apa.
Rencana fatwa haram PUBG ini dikritik dan dipertanyakan urgensinya.
Secara umum, yang namanya fatwa itu untuk menjawab pertanyaan. Nggak keluar fatwa kalau memang nggak ada yang tanya.
Namanya fatwa itu ada mustafinnya—orang yang menanyakan. Orang yang mendapat pertanyaan itu namanya mufti—orang yang akan menjawab pertanyaan. Jawabannya itu namanya fatwa.
Secara harfiah, mufti adalah pemberi fatwa untuk memutuskan masalah yang berhubungan dengan hukum Islam.
Jadi tidak mungkin ada fatwa kalau tidak ada mustafin. Seorang mufti tidak bisa mengeluarkan fatwa sekonyong-konyong.
Biasanya mustafin itu akan memberi keluhan. Bisa pribadi, bisa instansi.
Liputan Khusus: Semua Gara-gara PUBG. Foto: Herun Ricky /kumparan
Kalau terkait PUBG ini siapa mustafinnya?
Banyak—pribadi-pribadi, lewat surat yang masuk, melalui email. (Jumlahnya) lumayan banyak. Secara pastinya, nggak tahu persis, itu kerjaan teman-teman di infokom. Sekitar 10-15 orang, ada yang pribadi, instansi mungkin juga ada.
Prosedur meminta fatwa itu bagaimana?
Tentang sistem fatwa di MUI, peraturan organisasi memiliki mekanisme menjawab pertanyaan masyarakat. Semua pertanyaan masyarakat dijawab melalui fatwa secara tertulis.
Dalam banyak kasus, banyak pertanyaan kita jawab melalui lisan. Kita jawab melalui surat tentang respons kasus seperti nikah, ahli waris, dan sebagainya.
Kalau bersifat individual, tidak selalu melalui jawaban tertulis. Kumpulan fatwa MUI yang tertulis itu yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Game dan Aksi Kekerasan Foto: Basith Subastian/kumparan
Pada kasus game PUBG, kenapa MUI sampai mewacanakan fatwa? Apakah karena jumlah laporan yang banyak, atau lebih karena isu yang urgen?
Di antaranya, kita akan mencari penyelesaian dari penjelasan psikolog. Itu akan mempengaruhi cara berpikir anak-anak, mempengaruhi pola pikir, dan mental anak-anak.
Secara masif kan kita berbicara tentang generasi ke depan. Oleh karena itu perlu duduk bareng. Makanya kemarin Kominfo juga datang.
Berarti karena dinilai urgen ?
Betul, dan perlu mendengarkan (masukan) dari banyak pihak.
Tapi Indonesia kan sebetulnya tidak punya masalah dengan senjata api, berbeda dengan negara-negara yang melegalkan kepemilikan senjata api untuk sipil.
Kalau di dalam fikih, hukum preventif jauh lebih baik daripada setelah kejadian. Dalam hukum Islam, itu namanya Adz-Dzariah—menghalau kemungkinan terjadinya sesuatu yang tidak kita harapkan.
Preventif itu lebih bagus daripada kita menanggung dampak sosial, dampak negatif, dari segala sesuatu yang bakal terjadi.
Para psikolog, pemerhati perkembangan jiwa anak, itu sudah melakukan penelitian secara mendalam terkait dampak-dampak game tertentu. Kalau kemudian MUI ditanya akan bagaimana, kami bisa berkontribusi dengan menawarkan perspektif agamanya seperti apa.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten