MUI soal Pemerintah Tak Ikut Campur Uighur: Tidak Paham Mukadimah UUD

26 Desember 2019 17:20 WIB
comment
10
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga Uighur di Xinjiang, China. Foto: AFP/Johannes Eisele
zoom-in-whitePerbesar
Warga Uighur di Xinjiang, China. Foto: AFP/Johannes Eisele
ADVERTISEMENT
MUI menyayangkan sikap pemerintah Indonesia untuk tak ikut campur masalah yang dihadapi Muslim Uighur di China. Sekjen MUI Anwar Abbas menilai langkah tersebut memperlihatkan pemerintah saat ini tak memahami isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
ADVERTISEMENT
“Bagi saya kalau pemerintah Indonesia mengatakan tidak ikut campur, ya itu berarti pemerintah tidak paham terhadap mukadimah Undang-Undang Dasar 1945,” ujar Anwar usai mengikuti Rapat Pleno ke-46 Dewan Pertimbangan MUI, Kamis (26/12).
Anwar kemudian mengutip bunyi kalimat pembukaan UUD 1945 mengenai penghapusan penjajahan di atas dunia harus dihapuskan. Menurutnya, kalimat itu menunjukkan bangsa Indonesia menjunjung tinggi kemanusiaan dan keadilan.
“Oleh karena itu, kalau ada negara yang menginjak peri kemanusiaan dan peri keadilan, Indonesia ndak boleh diam. Kalau Indonesia diam, hapus saja itu mukadimah Undang-Undang Dasar 1945,” tegasnya.
Sekjen MUI Anwar Abbas. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
MUI, menurutnya, sudah bertemu dengan Duta Besar China. Dalam pertemuan itu, mereka meminta agar pemerintah China menyelesaikan persoalan Uighur jika ingin meningkatkan hubungan dengan Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Saya sudah bertemu dengan Duta Besar China. Duta Besar China bilang bahwa dia ingin meningkatkan hubungan antar Indonesia dengan China. Kalau gitu, singkirkan semua yang mengganggu, salah satu yang mengganggu itu adalah masalah Uighur itu. Ya selesaikan dengan baik,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyampaikan pemerintah RI tak ikut campur dalam masalah Uighur lantaran masing-masing negara memiliki kedaulatan. Hal itu ia katakan sebagai prinsip hubungan internasional.
"Jadi pemerintah Indonesia tidak ikut campur dalam urusan negara China mengatur dalam negeri. Itu prinsip-prinsip dalam standar hubungan internasional," kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (23/12).