Mu'ti: Ada Orang Tua Malu Bila Anaknya Belajar Bersama Anak Berkebutuhan Khusus

15 Januari 2025 18:05 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mendikdasmen Abdul Mu'ti menjawab pertanyaan wartawan saat meninjau uji coba makan bergizi gratis di SD Muhammadiyah 1 Wonopeti, Kapanewon Galur, Kabupaten Kulon Progo, Rabu (13/11/2024). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mendikdasmen Abdul Mu'ti menjawab pertanyaan wartawan saat meninjau uji coba makan bergizi gratis di SD Muhammadiyah 1 Wonopeti, Kapanewon Galur, Kabupaten Kulon Progo, Rabu (13/11/2024). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) berencana untuk menghadirkan pendidikan inklusif di setiap jenjang sekolah.
ADVERTISEMENT
Mendikdasmen Abdul Mu’ti menyebut konsep pendidikan inklusif ini lebih menyasar kepada anak-anak dari berbagai kalangan. Khususnya anak-anak yang berkebutuhan khusus.
“Sebenarnya pendidikan inklusif itu dalam konsepnya adalah pendidikan yang memang merangkum anak-anak, menghimpun anak-anak dari berbagai kalangan khususnya mereka yang berkebutuhan khusus itu. Jadi memang ini agak spesifik,” kata Mu’ti.
Hal ini disampaikan Mu'ti usai menghadiri Tanwir I 'Aisyiyah, di Hotel Tavia Heritage, Jakarta Pusat, Rabu (15/1).
Menurutnya, saat ini masih ada orang tua yang merasa malu jika anaknya ikut belajar dengan anak-anak yang berkebutuhan khusus. Sehingga perlu adanya dukungan dari berbagai ormas untuk memberikan edukasi ke masyarakat.
“Karena itu maka kami berusaha juga memberikan edukasi ke masyarakat. Sekarang ini masih ada sebagian orang tua yang merasa malu kalau anaknya itu belajar bersama dengan mereka yang berkebutuhan khusus,” tutur Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah tersebut.
ADVERTISEMENT
“Dan, ini menjadi kendala kultural yang juga perlu dukungan banyak pihak termasuk 'Aisyiyah bagaimana memberikan sosialisasi tentang pentingnya pendidikan inklusif ini,” sambungnya.
Melalui pendidikan inklusif ini, Mu’ti berharap, anak-anak berkebutuhan khusus dapat lebih percaya diri karena tidak ada lagi perbedaan.
“Karena dengan anak-anak berkebutuhan khusus itu belajar bersama dengan mereka yang normal, itu dapat timbul pertama rasa percaya diri dari anak-anak berkebutuhan khusus, yang selama ini mohon maaf masih sering dipinggirkan, karena keadaan fisiknya,” ujarnya.
Begitu pula dengan anak-anak yang normal, menurut Mu’ti, akan lebih menerima teman-temannya yang berkebutuhan khusus menjadi bagian dari kehidupan masyarakat.
“Yang kedua juga memberikan satu sikap penerimaan dari anak-anak normal untuk bisa menerima mereka yang berkebutuhan khusus itu supaya menjadi bagian dari kehidupan masyarakat,” imbuh dia.
ADVERTISEMENT