Nadine Chandrawinata: Plastik di Laut Cerita Lama yang Baru Terungkap

6 Desember 2018 10:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Nadine Chandrawinata kampanye sedotan kertas  (Foto: Adinda Githa/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Nadine Chandrawinata kampanye sedotan kertas (Foto: Adinda Githa/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sebagai salah satu artis sekaligus aktivis pegiat lingkungan hidup yang fokus terhadap masalah laut, Nadine Chandrawinata ikut angkat bicara soal banyaknya kasus biota laut yang ditemukan mati akibat sampah plastik.
ADVERTISEMENT
Terbaru adalah matinya paus sperma di Pulau Kapota, Wakatobi, dan empat penyu di Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Hewan-hewan itu mati dengan kondisi di tubuh mereka terdapat plastik.
Bertemu Selasa (4/11) di kawasan Tandean, Jakarta Selatan, kepada kumparan Nadine sedikit banyak buka suara menyoal permasalahan tersebut
Berikut perbincangannya:
Apa tanggapannya soal Paus Sperma dan Penyu yang mati diduga karena sampah plastik?
Jadi sebenarnya ini rahasia umum yang terbongkar saja, permasalahan penghuni bawah laut itu mati gara-gara sampah cerita lama tapi baru terungkap karena kekuatan sosial media sebenarnya. Satu sisi aku sebenarnya senang di sini, terlihat ada bukti nyata bahwa perilaku manusia menyebapkan seperti ini yang mana membuat mati makhluk-makhluk lainnya.
ADVERTISEMENT
Tapi, aku optimis dengan adanya kejadian ini manusia sekarang akan gencar peduli lingkungan dan kegiatan yang lebih ramah lingkungan.
Terakhir seperti apa update yang Nadine dan teman-teman dapatkan?
Kalau soal update-nya yang negatif sih sebenarnya, ini tertuduhnya manusia sebenarnya, artinya kita makhluk tertinggi harus melakukan perubahan dan mencari solusi atas masalah itu.
Terbaru tiga Penyu mati di Kepulauan Pari, Nadine pernah melakukan riset dan punya cerita terkait masalah lingkungan di sana?
Jadi Sea Soldier kita berapa kali ya di area Kepulauan Seribu kita sudah cukup sering kerja sama dengan Pemda disana untuk melakukan perubahan, tapi karena itu area paling dekat dengan Jakarta, plastik itu dari Jakarta cepat banget menuju ke sana dan kegiatanya yang sudah kita lakukan.
ADVERTISEMENT
Yang intens kita lakukan itu bersih bersih pantai pengenalan akan Penyu dan paling sulit memang daerah situ.
Dibanding dengan beberapa tahun yang lalu Dolphin malah gampang didapat, jadi dulu favorit tempat itu, tapi sekarang karena buangan sampah plastik itu membuat para penyelam kesusahan mendapat visibility yang bagus.Tapi itu menjadi tempat favorit tempat nyelam.
Tapi tetap aku optimis kepulaun seribu lagi gencar-gencarnya membuat kegiatan mengubah itu.
Pernah punya pengalaman menolong hewan-hewan yang mati atau terganggu karena sampah plastik?
Kalau menolong dalam arti ada momen Penyu nyangkut itu butuh waktu lima hari. Kalau Sea Soldier itu kan kita fokus mengubah perilaku hidup kita, nah kalau menolong kan itu kan momen, jadi tipis dapat momen seperti itu. Itu yang lebih dapat momen itu mungkin WWF, Greanpeace dan yang lain yang investigasinya dalam.
Spesial Konten Mati Bergelimang Plastik (Foto: REUTERS/Dave Kaup)
zoom-in-whitePerbesar
Spesial Konten Mati Bergelimang Plastik (Foto: REUTERS/Dave Kaup)
Saat ini apa sebenarnya faktor utama permasalahan ini dan apa tantangan terberat yang sedang dihadapi?
ADVERTISEMENT
Kalau tantangannya manusia terkadang masih tidak peduli dengan sampah nya sendiri, aku memang tidak bohong awal awal aku sulit bilang tidak pada sedotan. Jujur itu memang itu sangat nikmat banget, kayak dipermudah hidupku beli plastik makanya aku bilang ajak orang untuk belajar komitmen diri bukan karena ada yang nyuruh ada yang liatin ada yang jaga baru kita lakuin itu, semua udah karena gua emang mau dan ini ada yang gua berikan untuk bumi untuk dinikmati generasi mendatang.
Jadi kayak itu satu yang menurut gua susah mengajak orang mengubah pola hidupnya tanpa diajak. Jadi salah satu cara adalah kita harus lakukan ya kita harus jadi contoh.
Belakangan ini ramai diperbincangkan soal sedotan plastik dan pelarangan penggunaanya. Apa tanggapan Nadine?
ADVERTISEMENT
Kalau aku balance aja sebenarnya, kalau kita menggunakan plastik lebih dari normalnya artinya kita harus memikirkan bagaimana caranya mem-balance itu. Aku sih jujur lebih fokus mengurangi single use solusinya ada dulu kita beli package ukuran besar bisa kita tuangin ke botol besar.
Itu juga bisa bagi traveler itu bisa ditiru. Ini bukan masalah lama ini dari dulu aku sih support pengurangan penggunaan plastik tapi mungkin untuk menghilangkan plastik tidak bisa di dunia ini tapi bagaimana mem-balance kan itu.
Hingga saat ini, sampah-sampah plastik yang mengotori lautan apakah semakin kecil atau justru semakin banyak?
Sebenarnya makin menumpuk sih sampah plastik di dasar laut. Jujur aku gak punya hasil risetnya. Tapi yang tahu dari teman-teman penyelam dan dokumenter yang di dasar laut itu sangat parah sih yang sekarang itu, bukan tampak di atas saja tertimbun juga banyak.
ADVERTISEMENT
Tapi aku sekarang juga senang banyak seniman yang menyuarakan masalah ini. Sekarang di zaman digital semua ingin berkarya dan membantu orang banyak ini bagus untuk kita peduli lingkungan.
Spesial Konten Mati Bergelimang Plastik (Foto: REUTERS/Dave Kaup)
zoom-in-whitePerbesar
Spesial Konten Mati Bergelimang Plastik (Foto: REUTERS/Dave Kaup)
Apa rencana dan program kedepan yang akan Nadine dan teman-teman kerjakan?
Kalau Sea soldier tetap terus ya dan tiap daerah punya isu isu berbeda-beda. Ada mangrove dan sedotan plastik ada dolphin juga masalah polusi.
Aku bersyukur Sea Soldier dapat respons yang bagus untuk ini.
Apa pesan yang ingin Nadine sampaikan menyoal permasalahan ini?
Yang ingin aku sampaikan, karena ini sudah era digital bicaralah lewat sosial media dan bicara dengan bijak dan pergunakan itu untuk mengajak peduli lingkungan atau selfie juga lebih positif lagi, kita butuh banyak lagi orang-orang bicara lewat karya.
ADVERTISEMENT
Bagaimana kisah mereka? Ikuti cerita lainnya di kumparan dengan follow topik 'Mati Bergelimang Plastik'.
Spesial Konten Mati Bergelimang Plastik (Foto: REUTERS/Dave Kaup)
zoom-in-whitePerbesar
Spesial Konten Mati Bergelimang Plastik (Foto: REUTERS/Dave Kaup)