Neno Warisman: Batu-batu Terbang Menghujani Mobil Kami

3 September 2018 10:56 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
Neno Warisman (Foto: Instagram @nenowarismanofficial)
zoom-in-whitePerbesar
Neno Warisman (Foto: Instagram @nenowarismanofficial)
ADVERTISEMENT
Neno Warisman, mantan penyanyi dan aktris yang tenar di era 1980-an, kembali naik daun. Bukan karena album atau film baru, melainkan sebab penolakan terhadap kehadirannya di sejumlah daerah.
ADVERTISEMENT
Pertama, ia tertahan di Bandara Hang Nadim, Batam, akhir Juli lalu, Sabtu (28/7). Musababnya, sejumlah warga melancarkan aksi protes atas kehadirannya dalam rangka deklarasi Gerakan #2019GantiPresiden. Neno pun terpaksa kembali pulang ke Jakarta tanpa sempat lantang berorasi.
Paling anyar, ia kembali ditolak oleh sekelompok masyarakat Pekanbaru, Riau, akhir Agustus, Sabtu (25/8). Tertahan selama tujuh jam dalam mobil yang dihujani batu-batu harus dialami perempuan bernama asli Titi Wideretno Warisman ini.
Acara deklarasi #2019GantiPresiden di Pekanbaru pun batal digelar. “Sebab ada pihak yang menolak acara tersebut,” ujar Wawan Hari Purwanto, Direktur Komunikasi dan Informasi Badan Intelijen Negara dalam konferensi pers, Senin (27/8).
Neno berkata, sejak menjejakkan kaki di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, ia didesak sejumlah petugas untuk kembali ke Jakarta. Namun ia tak menghiraukan desakan itu dan tetap berjalan menuju mobil yang telah menjemputnya.
ADVERTISEMENT
Neno yang datang didampingi rekannya sesama aktivis gerakan #2019GantiPresiden, Syamsu Balda, dijemput oleh putri tokoh gerakan Riau Merdeka ‘Ongah’ Tabrani Rab, Diana Tabrani, dan suaminya, Lukman. Ketika hendak keluar, mobil mereka diadang massa yang telah menutup akses keluar Bandara SSK II.
Dengan alasan menjaga keamanan dan ketertiban, Kabid Humas Polda Riau AKBP Sunarto mengatakan Neno mesti dipulangkan ke Jakarta. “Pemulangan itu agar suasana kondusif. Kita tidak ingin masyarakat di sini terpecah.”
Gerakan #2019GantiPresiden menyimpan tanya, sebab kelompok anti-Jokowi ini tak mau dikaitkan dengan pemenangan Prabowo-Sandi, satu-satunya calon nonpetahana yang ada. Ketidakjelasan arah gerakan diduga karena tumpang tindih kepentingan di dalamnya.
Gerakan ini bahkan dituding berpotensi makar karena disinyalir ditunggangi oleh kelompok-kelompok ekstremis. Lantas, seperti apa kronologi pembubaran acara deklarasi di Pekanbaru, dan bagaimana corak gerakan ini?
ADVERTISEMENT
Berikut wawancara kumparan bersama Neno Warisman:
Seperti apa kronologi pengadangan terhadap Anda oleh massa di Pekanbaru?
Kami diundang datang oleh panitia di sana. Deklarasi (#2019GantiPresiden) selalu merupakan inisiatif dari daerah. Jadi bukan inisiatif dari kami di Jakarta.
Kebetulan saat itu saya punya tiga acara. Yang pertama, saya berteman baik dengan keluarga Pak Tabrani. Putrinya yang bernama Dokter Dian (Dian Tabrani) itu, anaknya ulang tahun.
Selain itu, kebetulan ada Ustaz Abdul Somad. Sudah lama kami mau ketemuan tapi belum bisa. Ah, sekalianlah ketemu sama Ustaz Abdul Somad. Jadi ada tiga tujuan saya ke Pekanbaru.
Neno Warisman. (Foto: Muhammad Adimaja/Antara)
zoom-in-whitePerbesar
Neno Warisman. (Foto: Muhammad Adimaja/Antara)
Pukul 15.15 WIB kami sampai di bandara. Ada sekitar 4 orang kelihatan berseragam. Ada yang berpangkat melati tiga. Aku gak hafal. Pokoknya mereka orang-orang berseragam. Mereka mengajak atau meminta dengan desakan--sopan tapi mendesak, dan mengikuti saya terus.
ADVERTISEMENT
Sepanjang saya menuju ke mobil, empat kali saya diarahkan untuk mengikuti, dan kami masuk ke dalam ruangan. Saya juga nggak tahu itu ruangan apa. Di situ saya sudah mulai menemukan hal yang tidak biasa.
Tapi karena Ibu Dian Tabrani dan suaminya sudah menunggu, maka saya tetap menuju mobil. Ketika kemudian mobil bergerak, kurang lebih 20 meteran saja, kami mulai merasakan seperti ada banyak orang di jalanan itu.
Nah, sebelum sampai pintu gerbang, ternyata betul sudah banyak aparat dan wartawan. Kelihatan kamera-kamera banyak sekali. Saya merasa pasti ada sesuatu.
Sekelompok orang mengadang mobil yang membawa Neno Warisman di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, Riau. (Foto: ANTARA FOTO/Rony Muharrman)
zoom-in-whitePerbesar
Sekelompok orang mengadang mobil yang membawa Neno Warisman di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, Riau. (Foto: ANTARA FOTO/Rony Muharrman)
Beberapa lama kemudian, ada demo penolakan.
“Oke, paling nunggu sabar sebentar,” itu yang saya pikirkan. Ketika mobil kami terhenti, kami percaya betul bahwa aparat akan menyelesaikan demo itu.
ADVERTISEMENT
Ketika sudah sekitar satu jam berlalu, mobil diketuk bergantian oleh banyak orang. Permintaannya sama: saya diminta untuk kembali ke bandara.
Tapi karena saya punya tiga tujuan itu, ya saya memantapkan diri juga. Makanya, saya katakan (ke aparat kepolisian), “Bapak-bapak, selesaikan demonya di depan, kami sabar nunggu supaya bisa lewat. Kami percaya.” Dan saya memang benar-benar percaya demo itu akan diselesaikan.
Sampai kira-kira jam 16.30 WIB, mulai kelihatan banyak orang bergerak. Ada botol-botol air mineral yang pecah di kaca depan. Sampai akhirnya ada asap, kirain udah selesai. Tapi kok malah makin besar. Asap makin membumbung tinggi. Sampai kurang lebih jam 17.30 WIB, asap baru mulai padam.
Lalu, katanya ada pendemo remaja yang memukul atau mendorong pasukan (kepolisian) itu. Nah, kemudian semua dikejar gitu. Jadi yang tadinya ramai di balik pagar bagian dalam, terus kayak banyak yang keluar.
ADVERTISEMENT
Sekitar jam 17.30 WIB, dipasang police line. Ada teman dari Jakarta melintas di depan mobil, kemudian beberapa orang mengejar, mendorong, menyeret.
Terus di sebelah kanan mobil, orang itu dikeroyok, ditekan ke jendela kaca mobil. Kami betul-betul lihat punggungnya itu dipepetin ke mobil. Setelah itu dia dibawa.
Berdasarkan penuturan Elida Netti, caleg PAN yang segera datang ke lokasi, sosok yang dimaksud Neno adalah Akmal, salah satu pengurus Gerakan #2019GantiPresiden.
Neno Warisman diadang di Pekanbaru, Riau. (Foto: Dok. Neno Warisman)
zoom-in-whitePerbesar
Neno Warisman diadang di Pekanbaru, Riau. (Foto: Dok. Neno Warisman)
Kurang lebih 15 menit kemudian, ada orang mengenakan batik merah mengetuk pintu ditemani aparat. Dia kemudian mengenalkan diri, “Saya adalah datuk termuda dari barisan Laskar Melayu Bersatu.” Namanya Datuk Budi (Budi Febriadi).
Beliau mengatakan, “Kami ini orang Melayu punya kebiasaan, punya adat untuk menghormati tamu. Dan Ibu adalah tamu kami. Kami ingin Ibu keluar dari gerbang ini. Jadi kami akan berdiskusi dengan pihak aparat. Ibu sabar. Tunggu saya kembali.”
ADVERTISEMENT
Sekitar pukul 19.00 WIB, belum ada kabar soal hasil rembukannya. Saya pikir mungkin diplomasinya alot. Jadi saya nunggu saja.
Saya selalu bilang sama semua aparat (yang berdiri) di kaca kanan, “Bapak-bapak, sabar. Saya sabar di sini. Saya tahu bapak-bapak sedang mengerjakan tugas dan saya sabar karena saya tahu bahwa ini bisa diselesaikan. Saya mohon saya tetap di sini. Ini pilihan saya.”
Tapi mereka mendesak dengan mengatakan “Keamanan sangat rawan.” Suami Bu Dian, Lukman, pegal. Ia lalu keluar. Dia bilang, “Saya mau ngikutin diplomasinya seperti apa”.
Nggak berapa lama, dia masuk ke dalam lagi mobil. “Ah, saya nggak tahan dengarkannya, karena omongannya sangat... nggak sangguplah saya dengernya. Kalau nggak keluar mau ditimpukin batu, dibakar, mau di... Pokoknya tindakan-tindakan yang nggak pantaslah.”
ADVERTISEMENT
Kemudian mobil kami hujan batu, ditimpuk batu besar-besar. Saya bilang, “Tenang, tenang.”
Pokoknya banyak orang mengelilingi mobil dan mereka bilang, “Mundur, mundur. Ini keadaan gawat! Mengerti nggak gawat?!”
Hujan batunya agak deras, mobil mulai goncang. Sopir mau memundurkan mobil tapi nggak bisa. Mobil diganjal di belakang. Nah, saat itu tiba-tiba atap dan badan mobil digebrak-gebrak disertai teriakan-teriakan suruh buka kaca.
Ada teriakan, ada perintah untuk keluar dari dalam mobil, ada yang datang mengambil kunci mobil lewat jendela kiri depan. Di depan situ ada Dokter (Syamsu) Balda, pintu dibuka paksa.
Sopir juga dikeluarkan dengan paksa, diseret badannya, dan dua orang di samping saya, suami-istri Tabrani, akhirnya dengan terpaksa keluar dari mobil karena hujan batunya masih terjadi, dan terutama karena ada teriakan, “Kalau nggak keluar, (mobil) saya bakar.”
Mobil yang ditumpangi Neno Warisman. (Foto: Yuana Fatwalloh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mobil yang ditumpangi Neno Warisman. (Foto: Yuana Fatwalloh/kumparan)
Siapa yang melempari batu?
ADVERTISEMENT
Nggak tahu, gelap. Kami nggak terlalu jelas melihat. Dari balik semak-semak.
“Dari pohon kok bisa keluar batu”, kata saya. Saya lihat, kok batu bisa keluar dari pohon, lalu kelihatan agak putih, terbang-terbang dari pohon. Ada pohon, ada orang. Saya bilang, “Wah, nggak terdeteksi kali massa naik ke atas pohon.”
Kondisi di sekeliling Anda waktu itu seperti apa?
Jadi yang ada di mobil tinggal saya. Batu juga masih terlempar beberapa. Lalu, ada polwan-polwan yang masuk. Para polwan yang masuk itu ada 4 atau 5. Mereka nggak kasar sama saya. Mereka cuma meminta supaya saya keluar dari mobil.
Tapi saya bilang, “Nggak, saya di sini saja. Bukan saya yang bikin keributan itu. Siapa yang membuatnya? Kenapa mesti seperti ini, memang apa salah saya?”
ADVERTISEMENT
Lalu ada gebrakan lagi, terus saya bilang, “Saya nggak mau dengan kekasaran. Saya nggak suka kekerasan.”
Akhirnya yang punya mobil datang. Dia bilang, “Kita pindah mobil aja.” Terus ada laki-laki yang tinggi dan berwajah ramah bilang, “Saya jamin ke penginapan.”
Ternyata bohong, nggak ke penginapan.
Ketika saya pindah, ternyata saya dibawa ke bandara. Karena penerbangan terakhir kan jam 9. Nggak kepikiran saya masih ada penumpang (di dalamnya), sama sekali. Makanya saya bilang sama mereka “Nggak (mau).”
Tapi kemudian, terjadi persekusi yang kedua kali di depan saya. Laki-laki itu ditarik dan yang punya mobil dibekap, didorong dengan kasar. Sampai Pak Balda ditendang dan diseret oleh 5 orang sampai ke garbarata (jembatan berdinding-beratap yang menghubungkan antara ruang tunggu penumpang dan pintu masuk pesawat).
ADVERTISEMENT
Itu menyebabkan hati saya pilu juga. Saya memikirkan teman-teman dan yang punya mobil. Saya bilang sama mereka, “Jangan sentuh saya, saya mau salat.”
Setelah itu saya bilang kalau saya nggak mau diiringi. “Lepaskan saya di sini dan nggak usah dikawal. Saya bukan orang yang patut diperlakukan dengan kasar.”
Saya masuk ke dalam pesawat. Akhirnya sampai di Jakarta, saya disambut oleh teman-teman relawan yang membawa makanan. Karena saya bukan hanya lapar--dari siang nggak makan, nggak boleh dapat makanan juga, tapi sekaligus saya sudah 10 jam menahan buang air kecil.
Topi #2019GantiPresiden. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Topi #2019GantiPresiden. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Deklarasi #2019GantiPresiden di Pekanbaru direncanakan sejak kapan?
Sudah lama karena panitia biasa bekerja sekitar sebulan. Ada yang sebulan setengah. Tiga pekan, dua pekanlah.
ADVERTISEMENT
Bagaimana soal biaya perjalanan ke daerah untuk deklarasi?
Semua biaya sendiri. Jadi saya bayar tiket sendiri, teman-teman semua bayar tiket masing-masing. Nah, kalaupun ada, satu kali misalnya panitia bantu beli satu atau dua tiket.
Tidak ada bantuan dari donor atau partai?
Sama sekali nggak ada. Bahkan partai-partai itu sebenarnya mendapatkan kebaikanlah ya. Tapi kami nggak ada (bantuan dari partai) sama sekali.
Apa yang biasa Anda sampaikan ketika deklarasi?
Saya baca ayat, karena sebagian besar hadirin kan muslim, karena nomor satu itu bertakwa dulu.
Kadang saya menyampaikan persoalan kebangsaan, keprihatinan, dan tanggung jawab sosial. Karena ini kan social movement. Ini adalah gerakan hati nurani rakyat, dorongan perasaan rakyat yang sebagian besar ibu-ibu yang benar-benar merasakan beli telor aja susah.
ADVERTISEMENT
Jadi keprihatinan terhadap keadaan negeri ini. Memang kami mengharapkan (Pemilu) 17 April 2019 (ganti presiden). Kami sabar dan saling berkabar kalau ada perhelatan.
Terus biasanya kami nyanyi lagunya Mas Alang. Mas Alang yang nyanyi, saya kadang ikut nyanyi sedikit.
Lagu yang dimaksud Neno ialah lagu #2019GantiPresiden ciptaan Sang Alang yang dalam proses rekamannya dinyanyikan bersama oleh sejumlah figur publik seperti Amien Rais, Fadli Zon, Fauzi Baadilla, Derry Sulaiman, Neno sendiri, dan lain-lain.
Pada prinsipnya semua yang dilakukan oleh aku dan kawan-kawan itu hanya penyampaian aspirasi. Nggak keluar dari sana. Yang kami lakukan bukan makar. Masa sih pengen ngomong begitu saja nggak boleh.
Rusuh Seputar #2019GantiPresiden (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rusuh Seputar #2019GantiPresiden (Foto: Basith Subastian/kumparan)
Gerakan #2019GantiPresiden dukung Prabowo? Kan capres cuma dua, yang bukan petahana Prabowo saja?
ADVERTISEMENT
Jangan lupa bahwa kami sudah ada jauh sebelum muncul nama Prabowo-Sandi. Kami sudah duluan berada di masyarakat. Jadi jangan dipersangkakan ke partai atau pasangan calonlah.
Gerakan ini murni 100 persen kumpulan orang-orang yang peduli dan tidak ada afiliasi kepada partai. Tidak juga berinduk kepada ormas mana pun, tidak dibiayai oleh siapa pun atau lembaga apa pun, baik di dalam negeri atau luar negeri. Semua tetap mandiri.
Neno Warisman, Mardani Ali Sera, dan Abu Jibril Fuad. Mereka para pentolan gerakan #2019GantiPresiden. (Foto: Puti Cinintya Arie Safitri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Neno Warisman, Mardani Ali Sera, dan Abu Jibril Fuad. Mereka para pentolan gerakan #2019GantiPresiden. (Foto: Puti Cinintya Arie Safitri/kumparan)
Siapa saja inisiator #2019GantiPresiden?
Ada tiga inisiator: Pak Mardani, saya, dan Ustaz Abu Jibril Fuad.
Pak Mardani hanya salah satu saja. Dan Pak Mardani itu jarang aktif, karena beliau kan keaktifannya lebih banyak di luar. Sehingga yang lebih banyak aktif adalah kami-kami.
Ahmad Dhani. (Foto: Munady Widjaja/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ahmad Dhani. (Foto: Munady Widjaja/kumparan)
Ahmad Dhani juga ikut #2019GantiPresiden. Dukungan nanti tentu ke Prabowo-Sandi?
ADVERTISEMENT
Ah, enggak juga. Kami sih berteman. Yang jelas, sampai nanti (masa kampanye dimulai) tanggal 23 September, baru kami menetapkan sikap. Dhani juga nggak bicara sebagai orang Gerindra. Dia dalam kapasitas sebagai Dhani saja.
Kami di sini sifatnya presidium--semua sama rata dan saya nggak bisa mutusin. I‘m not the only one. Saya bersama banyak orang di presidium dan kami akan melakukan musyawarah.
Kalau deklarasi #2019GantiPresiden terus ditolak, apa yang akan Anda lakukan?
Sepertinya sih teman-teman di daerah tetap bersemangat. Jadi saya yakin setelah insiden kemarin itu, insya Allah teman-teman di daerah akan lebih mudah mendapat kesempatan untuk menyatakan aspirasi.
Seperti apa presiden yang Anda inginkan?
Sama seperti seluruh rakyat Indonesia yang ingin ganti presiden. Tanya saja sama mereka semua.
ADVERTISEMENT
------------------------
Simak selengkapnya Di Balik #2019GantiPresiden di Liputan Khusus kumparan.