Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Niat Berhaji Lewat Jalur Cepat, Malah Batal Berangkat (1)
14 Juli 2022 14:23 WIB
·
waktu baca 12 menitSudah seminggu lebih Edi bersama ratusan calon jemaah haji furoda luntang-lantung di salah satu hotel bintang 4 di Jakarta Barat. Setiap hari aktivitas Edi hanya berdiam di dalam kamar hotel dan sesekali keluar untuk makan atau sekadar bersua dengan calon jemaah haji furoda lainnya.
Ratusan calon jemaah yang berasal dari berbagai daerah itu sudah mulai bosan menanti kabar kapan mereka bisa berangkat ke tanah suci. Mereka semakin was-was karena beberapa hari lagi Kerajaan Arab Saudi akan menutup gerbang pintu haji pada 5 Juli 2022.
Pihak travel pada Minggu, 26 Juni 2022, sempat memberikan kabar bahwa visa haji furoda sulit keluar. Para jemaah diminta untuk terus menunggu hingga menit-menit terakhir pemberangkatan haji.
Travel yang memberangkatkan Edi ini rencananya akan membawa 157 calon jemaah haji furoda yang berasal dari gabungan travel-travel kecil dari berbagai daerah di Indonesia. Seperti Edi misalnya yang berasal dari cabang travel umrah dan haji Banjarnegara, Jawa Tengah.
Haji furoda ini merupakan jalur kilat menuju tanah suci tanpa harus menunggu antrean seperti haji regular. Kuota haji tersebut tidak termasuk ke dalam kuota haji reguler dan haji khusus (nonkuota) yang tiap tahun jumlahnya ditetapkan oleh Menteri Agama Indonesia. Visa haji furoda berasal dari undangan Kerajaan Arab Saudi. Calon jemaah haji yang menggunakan jalur visa furoda ini sebagian besar adalah orang-orang yang mampu karena biayanya mencapai ratusan juta per orang.
Edi bersama ratusan calon jemaah haji furoda terus berdiskusi dengan pihak travel di hotel. Salah satu opsi lain yang ditawarkan travel adalah haji dengan visa amil (pekerja) sebab visa furoda tak kunjung terbit. Edi saat itu sempat ragu dengan keputusan travelnya.
“Dari situ saya bertanya tanya kok pakai visa amil ya?” katanya kepada kumparan sehari setelah Edi pulang dari Hotel, Kamis 7 Juli 2022.
Seluruh jemaah pada saat itu seakan sudah tak ada pilihan lain selain menuruti pihak travel. Sebab, mereka sudah membayangkan pada tahun ini mereka bisa menunaikan rukun Islam yang kelima itu bagaimanapun caranya. Apalagi pihak travel pada saat itu menjamin keberangkatan 100 persen bagi calon jemaah dengan visa amil.
“Dengan alibi beliau (travel) sudah mendapat gandengan pengusaha salah satu keluarga kerajaan yang mau menaungi kita yang mau membuatkan tasrih (surat izin pergi haji bagi pekerja),” lanjut Edi.
Setelah dinanti-nanti akhirnya kabar baik itu pun datang melalui pesan WhatsApp Group (WAG) pada Selasa (5/7) pagi. Dalam pesan itu, terdapat 91 nama-nama calon jemaah haji yang visa amil elektronik sukses terbit. Sisanya atau 66 calon jemaah lain dijanjikan terbit hari esoknya.
Edi begitu bahagia namanya ada di dalam daftar. Dia pun bergegas menyiapkan koper dan merapikan seluruh barang-barang yang ada di kamar hotelnya. Siang hingga sore ia habiskan aktivitas dengan perasaan yang riang gembira. Malam harinya, Edi bersama 90 calon jemaah berkumpul di lobi hotel sekitar pukul 21.15 WIB, Selasa (5/7).
Sudah ada dua bus yang siap menjemput para jemaah menuju Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta. Perjalanan menuju Bandara Soetta memakan waktu sekitar 49 menit dengan jarak tempuh 18,8 km dari hotel bintang empat yang ditinggali calon jemaah itu. Selama perjalanan, calon jemaah tak henti-hentinya melafalkan sholawat nabi.
Sesampainya di parkiran Bandara Soetta, calon jemaah haji menunggu hingga satu jam di dalam bus. Namun tanda-tanda keberangkatan tak kunjung terang. Malam itu, penerbangan direncanakan pada pukul 00.30 WIB dengan menggunakan maskapai Saudi Airlines.
Suasana hati para calon jemaah semakin tak karuan karena jadwal penerbangan yang semakin mepet tapi mereka masih berada di dalam bus.
Di tengah kegundahan itu, seorang petugas travel memberi kabar bahwa mereka tak jadi berangkat karena ada larangan dari Kemenag. Larangan ini buntut dari kasus 46 jemaah haji furoda asal Indonesia yang dideportasi oleh Arab Saudi karena menggunakan visa yang tidak sesuai.
“Ada sebagian orang yang emosi, sebagian dipendam (emosi), sebagian syok. karena merasa di-PHP oleh pihak biro travel,” jelas Edi dengan nada lesu.
Heru, calon jemaah lainnya, juga mengaku kesal dengan langkah Kemenag malam itu. Ia merasa Kemenag tak memberikan solusi apa pun kepada para calon jemaah haji yang telah berminggu-minggu luntang-lantung di hotel.
“Ini Kemenag seperti cuci tangan saja. “Pokoknya Anda salah, saya (Kemenag) enggak mau tahu, jangan berangkat”, gitu aja titik,” ucap Heru melalui sambungan telepon, Jumat (8/7).
Heru merupakan calon jemaah haji furoda dari travel yang sama dengan Edi. Hanya saja Heru berangkat ke Jakarta melalui cabang travel Banyumas, Jawa Tengah. Heru melihat kasus gagalnya ribuan calon jemaah furoda berangkat tahun ini merupakan kesalahan sistem.
“Ya bisa jadi kesalahan dari sisi jemaah bisa, karena enggak selektif enggak kritis kan, tetapi kalau 7.800 orang gagal, itu kan bencana nasional,” tuturnya.
Sistem yang dimaksud Heru yaitu mulai dari sistem pengurusan visa calon jemaah haji hingga adanya upaya dari Kemenag untuk mendukung proses keberangkatan. Menurut pengakuan Heru, travelnya telah membatalkan tiket keberangkatan selama tiga kali, yaitu pada tanggal 27, 30 Juni dan pada 5 Juli.
Para calon jemaah haji tak bisa berbuat banyak lagi. Paginya Rabu 6 Juli, pihak travel kembali melakukan negosiasi kepada para calon jemaah haji dengan dalih masih mengupayakan visa amil untuk pergi berangkat. Keputusan berangkat atau tidak akan ditentukan pada pukul 12.00 WIB.
Akhirnya, para jemaah sepakat untuk tidak memaksakan berangkat pada hari itu karena beberapa hal. Edi menjelaskan, alasan pertama para jemaah enggan memaksakan keberangkatan karena waktu yang terlalu mepet ditambah risiko yang akan dihadapi terlalu riskan.
“Karena kalau dipaksakan berangkat lewat Malaysia juga belum tentu aman pas sampai Arab Saudinya. Dan Bandara Soetta masih dijaga ketat oleh pihak Polri dan Kemenag,” imbuhnya.
Gagal menyusul suami ke tanah suci
Kisah yang sama dialami oleh Paramitha Messayu (34). Wanita yang akrab dipanggil Mitha ini telah mendaftar haji furoda jauh-jauh hari, pada awal 2021 bersama suami.
Bila mengikuti jadwal awal, seharusnya Mitha dan suami berangkat di tahun yang sama saat pendaftaran, namun pandemi corona membuat rencana keduanya gagal. Pasangan yang memiliki tiga anak ini disarankan oleh pihak travel untuk berangkat pada 2022 saat gerbang pintu haji dibuka luas.
Mitha yang juga menjabat sebagai anggota DPRD Kota Tangerang Selatan itu setuju. Dia bersama suami mulai mempersiapkan segala kebutuhan termasuk mengatur jadwal sekolah anak-anaknya jika nanti keduanya berangkat.
Kabar baik pun datang, Mitha dan suami dijadwalkan berangkat haji melalui visa furoda pada 25 Juni 2022. Namun, beberapa hari sebelum jadwal keberangkatan, pihak travel mengatakan terjadi masalah pada pengurusan visa furoda yang membuat pemberangkatan diganti pada tanggal 3 Juli.
“Karena sampai tanggal tersebut belum ada satu visa furoda pun yang keluar, bahkan untuk seluruh jemaah haji furoda se-Indonesia,” ungkap Mitha.
Hari terus berganti, namun Mitha tak kunjung mendapat kabar hingga H-1 pemberangkatan. Dalam kondisi was-was, pihak travel justru kembali membatalkan jadwal keberangkatan 3 Juli dan diundur keesokan harinya.
Esoknya, visa haji furoda keluar, namun hanya empat dari 17 calon jemaah yang sudah mendaftar. “Salah satu di antara jemaah tersebut adalah suami, hanya suami tanpa saya,” ucap Mitha.
Beberapa jam sebelum penerbangan, Mitha masih mencari cara lain yaitu dengan visa mujamalah yang dapat diurus di Kedutaan Arab Saudi di Jalan HR Rasuna Said, Setiabudi, Jakarta Selatan. Mitha sampai di kantor kedutaan sekitar 16.30 WIB.
“Sesampai di sana Konsulat sudah pulang. Sempat bergumam dalam hati ya sudah hamba menyerah Ya Allah,” kata Mitha.
Visa mujamalah ini sama seperti visa furoda yaitu undangan khusus langsung dari kerajaan Saudi Arabia. Hanya saja jalur untuk mendapatkannya berbeda, visa mujamalah langsung dari kedubes negara-negara setempat. Sementara visa furoda melalui keluarga kerajaan ke travel-travel yang telah memiliki hubungan sesama travel di Arab Saudi.
Mitha dan suami akhrinya berpisah di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta beberapa jam sebelum penerbangan di hari itu.
Harapan pergi ke tanah suci masih kuat, Mitha terus berupaya agar bisa berhaji bersama suaminya lewat visa mujamalah. Dibantu pihak travel, Mitha ditawari visa mujamalah dengan harga kisaran lebih dari Rp 150 juta. Itu hanya harga visa. Belum termasuk akomodasi seperti tiket pesawat dan hotel.
Bila berhasil mendapat visa mujamalah, Arab Saudi mewajibkan jemaah mendaftar di sistem mashaer untuk memastikan di tempat berhaji mereka telah siap dengan akomodasi yang akan digunakan. Biaya akomodasi seperti hotel dan transportasi di Saudi itulah yang mesti dibayarkan melalui sistem tersebut.
“Mashaer juga berbayar, kalau enggak salah sekitar 3.000–5.000 USD. Kemudian tiket pesawatnya bisa sampai Rp 43 juta malam itu [jika jadi berangkat],” ujarnya.
Namun ternyata pada Selasa (5/7) mashaer mengalami gangguan. Padahal hari itu penerbangan terakhir menuju Bandara King Abdul Aziz dari Soetta pukul 19.05 WIB.
Mitha masih terus berdzikir dan berharap visa mujamalah segera terbit. Sahabat-sahabatnya juga tak henti-henti memberikan dukungan moral. Namun, takdir berkata lain, visa mujamalah tak keluar, mashaer masih saja macet, Mitha pun gagal menyusul sang suami ke tanah suci.
“Qodarullah jam 14.00 WIB saya putuskan untuk pamit dengan suami dan pulang ke rumah bersama anak-anak,” imbuh Mitha.
Kendati demikian, Mitha mengatakan ada banyak hikmah yang bisa menjadi pelajaran bersama. Pertama Mitha meminta agar pemerintah bisa membantu memberikan kejelasan mengenai kuota visa furoda Indonesia pada tahun depan. Kedua, sistem pendaftaran online melalui e-hajj sebaiknya lebih diperbaiki lagi. Termasuk sosialisasi kepada para jemaah haji.
“Terutama ketika sistemnya ini online, sosialisasi harus jelas [dari pihak travel], mitigasi kesulitan-kesulitan juga harus jelas gitu ya,” tambah Mitha. Ia menekankan sosialisasi tersebut mesti dilakukan pihak travel, lantaran masih banyak jemaah yang menurutnya tidak mengetahui sistem haji furoda tahun ini.
Terakhir untuk travel haji dan umrah di Indonesia lebih adaptif lagi dalam menjalankan sistem baru yang diterapkan oleh Arab Saudi. Hal ini supaya tidak banyak kesalahan dalam hal-hal teknis yang cukup memakan waktu.
Adapun pada tahun ini total kuota haji Indonesia sebanyak 100.051 orang, terdiri dari 92.825 haji reguler dan 7.226 haji khusus. Ada juga 1.901 petugas haji. Semua masuk dalam sistem terpadu haji atau e-hajj yang dikeluarkan Kerajaan Arab Saudi.
Sementara itu menurut Ketua Syarikat Penyelenggara Umrah dah Haji (SAPUHI) Syam Resfiadi pada tahun ini calon jemaah Indonesia yang mengajukan permohonan visa furoda sebanyak 6.500. Namun, hanya sekitar 2.500 jemaah saja yang berhasil berangkat.
“Kita eggak minta kuota, namun itu permintaan (permohonan visa furoda) dari jemaahnya,” jelasnya.
Habiskan ratusan juta
Edi, Heru, dan Mitha sama-sama menghabiskan ratusan juta untuk bisa berangkat haji melalui jalur visa furoda, meski akhirnya gagal.
Menurut catatan mereka, masing-masing setidaknya membayar hingga Rp 270 juta hingga Rp 288 juta per orang. Biaya-biaya lain yang belum ditanggung, seperti biaya pembuatan paspor, vaksin meningitis, baju travel, hingga akomodasi transit ke hotel penginapan menggunakan biaya sendiri.
Edi misalnya, ia rela membayar hingga Rp 270 juta untuk berangkat menggunakan jalur kilat ini. Bahkan, rencana sebelumnya haji bersama istrinya melalui jalur haji plus harus kandas akibat biaya visa furoda lebih mahal dari haji plus. Biaya di luar kebutuhan tersebut yang ia bayarkan sekitar Rp 3 juta.
“Sekitar Rp 3 juta kurang lebih paspor dan vaksin meningitis yang sehari jadi,” katanya.
Motivasi pria yang sehari-hari bekerja sebagai kontraktor proyek di ibu kota ini adalah kebutuhan ibadah terakhir yang perlu ia tunaikan adalah haji. Sebab, secara kebutuhan sehari-hari sudah lebih dari cukup.
Ia awalnya mendapat informasi visa furoda setelah mengunjungi Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banjarnegara pada 20 Juli 2022. Salah satu staf kantor tersebut menyarankan untuk berangkat haji dengan jalur furoda karena tidak perlu antre dan bisa berangkat tahun ini juga.
Berbeda dengan Edi, Heru mendapat rekomendasi visa furoda dari temannya melalui agen cabang di Banyumas. Heru memilih visa furoda karena memang telah memiliki alokasi uang untuk menunaikan ibadah haji yang kelima ini. Heru menghabiskan biaya sekitar Rp 270 juta untuk visa furoda.
Sementara Mitha, setidaknya dia menghabiskan biaya hingga Rp 288 juta untuk haji furoda. Ada biaya tambahan lain sekitar Rp 3 juta di luar pendaftaran untuk perlengkapan haji, baju ihram dan keperluan pribadi lain.
Menurut Mitha pada tahun ini ada banyak biaya yang membengkak akibat baru dibukanya visa furoda di akhir-akhir penutupan pintu haji. Bahkan dia mencontohkan tiket pesawat dari Jakarta ke Arab Saudi mencapai Rp 43 juta, padahal normalnya sekitar Rp 14 juta sekali terbang. Pada tahun-tahun sebelumnya visa furoda sudah dapat didaftarkan sebulan sebelum penutupan pintu haji oleh kerajaan Arab Saudi.
“Jadi ada satu konklusi gitu ya, memang visa itu urusan manusia, tapi haji tuh urusan Allah. Bisa jadi kalau memang sudah ditakdirkan berhaji ya caranya Insyaallah dimudahkan ya,” kata Mitha.
Abdullah lain lagi. Dia berhasil berangkat haji dengan visa amil seharga Rp 200 juta pada 2019 lalu. Visa amil itu rekomendasi dari travelnya setelah tidak berhasil mendapatkan visa furoda.
Menurutnya, pada tahun 2019 sistem pendaftaran haji tidak seketat tahun ini. Pada tahun ini Kerajaan Arab Saudi hanya menerima visa haji. Sementara itu, visa turis, amil, dan ziarah tidak diterima dan tidak dapat disiasati karena sistem yang telah terintegrasi secara digital.
“Kalau visa amil masih dimungkinkan (berangkat) karena itu asal diplomasinya itu untuk mengerjakan catering biasanya, atau pembantu-pembantu urusan di Arafah,” jelas Abdullah.
Senada dengan Abdullah, Syam yang juga sebagai pemilik travel mengatakan pemeriksaan sistem pendaftaran visa haji pada tahun ini lebih ketat. Hal ini disebabkan adanya program ‘Visi Saudi 2030’ yang salah satunya mendigitalisasi hajat tahunan ini. Sehingga ada banyak sistem yang berubah dan membuat sebagian travel dan calon jemaah belum banyak yang beradaptasi.
“Karena tahun ini serba mendadak tidak serta merta semua hotel (travel) bisa melakukan persiapan mendadak juga karena harus menyiapkan infrastrukturnya,” imbuhnya.
Sementara itu, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Prof Hilman Latief, mengungkapkan visa mujamalah-furoda diatur dalam UU Haji, tapi tidak dikelola oleh Kemenag seperti jemaah haji reguler yang berangkat berdasarkan antrean.
Visa itu diupayakan oleh Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) dengan mengupayakan langsung kepada Kerajaan Saudi untuk dapat kuota haji. Kewajiban PIHK hanya melapor kepada Kemenag dan bertanggung jawab masing-masing.
Hilman mengimbau agar masyarakat jangan sampai tertipu agen travel abal-abal yang menawarkan haji furoda. Biasanya dilakukan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang seharusnya tak bisa berangkatkan haji furoda. PPIU tersebut secara resmi hanya bisa memberangkatkan jemaah umrah, bukan furoda.
"Jadi tidak semua yang berangkatkan jemaah umrah itu bisa berangkatkan jemaah haji khusus. Kami terus lakukan pemantauan karena untuk iklan pun selain realistis juga tidak boleh mengelabui masyarakat. Kan masyarakat belum tahu mana PIHK, PPIU yang resmi. Kalau resmi cantumkan nomor izin dan seterusnya," ucap Hilman kepada wartawan di Makkah, Sabtu (2/7) malam.