Nord Stream 2, Proyek Pipa Gas Raksasa di Pusaran Konflik Rusia vs Barat

23 Februari 2022 14:15 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja mengakut pipa selama pembangunan pipa gas Eugal pada 26 Maret 2019 di dekat Damerow, Jerman. Pipa gas Eugal akan mengangkut gas alam yang datang dari Rusia melalui pipa Nord Stream 2 480km. Foto: Sean Gallup/Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja mengakut pipa selama pembangunan pipa gas Eugal pada 26 Maret 2019 di dekat Damerow, Jerman. Pipa gas Eugal akan mengangkut gas alam yang datang dari Rusia melalui pipa Nord Stream 2 480km. Foto: Sean Gallup/Getty Images
ADVERTISEMENT
Sejak awal pengumuman peluncurannya, Nord Stream 2 sudah sangat kontroversial. Kini, pipa gas alam JermanRusia terjebak di pusat pusaran konflik Rusia vs Ukraina, Amerika Serikat, dan Barat.
ADVERTISEMENT
Kanselir Jerman Olaf Scholz, pada Selasa (22/2), memutuskan untuk membekukan Nord Stream 2 dengan cara menunda proses pemberian lisensi operasional atas pipa tersebut.
Artinya, proyek energi raksasa ini terhenti hingga waktu yang belum ditentukan.
Tindakan Presiden Rusia Vladimir Putin menjadi pemicunya. Pada Senin (21/2) malam, Putin memutuskan untuk mengakui kemerdekaan dua wilayah separatis di Ukraina timur—Donetsk dan Luhansk.
Setelahnya, Putin memerintahkan pengerahan pasukan Rusia ke dua wilayah tersebut, untuk “melaksanakan fungsi penjagaan perdamaian.”
Kanselir Jerman yang ditunjuk Olaf Scholz menghadiri konferensi pers. Foto: Fabrizio Bensch/REUTERS
Keputusan Scholz ini disambut baik oleh banyak pihak, termasuk Ukraina. Mengingat, proyek Nord Stream 2 ini sudah lama disengketakan dan diperdebatkan oleh Amerika Serikat dan Barat.
Memang, apa itu Nord Stream 2? Apa hubungannya pipa gas alam tersebut dengan konflik Rusia–Ukraina yang tengah memanas ini?
ADVERTISEMENT
kumparan telah merangkum serba-serbi Nord Stream 2, dikutip dari berbagai sumber. Berikut paparannya.

Apa itu Nord Stream 2?

Dikutip dari BBC, Nord Stream 2 adalah sambungan pipa bawah laut membentang dari pesisir Rusia di dekat St Petersburg hingga pesisir Lubmin di Jerman.
Tak tanggung-tanggung, proyek senilai USD 10,6 miliar (setara dengan Rp 152 triliun) itu membentang sepanjang 1.230 km di bawah Laut Baltik.
Jerman memasang pipa Nord Stream 2 sebagai tanggapan atas gerakan Rusia di wilayah Donbas. Foto: Mapcreator/OSM via Reuters
Nord Stream 2 ini membentang secara paralel dengan pipa gas alam yang sudah lebih awal tersedia—Nord Stream—yang sudah aktif sejak 2011 silam. Bersama dengan pendahulunya, kapasitas gas alam yang dikirim bisa mencapai 110 miliar kubik meter per tahun, alias dua kali lipat lebih besar jika dibandingkan dengan hanya satu sistem.
ADVERTISEMENT
Nord Stream 2 dimiliki oleh raksasa gas alam Rusia, Gazprom.
Setengah dari biaya konstruksi pipa gas alam ini dibayar oleh Gazprom, sedangkan sisanya oleh perusahaan-perusahaan energi Eropa seperti Shell dan ENGIE milik Prancis.
Konstruksi pipa sudah dimulai sejak 2018 lalu dan rampung pada September 2021.
Kendati demikian, hingga saat ini Nord Stream 2 masih belum beroperasi. Otoritas energi Jerman belum memberikan sertifikat operasional atas Nord Stream 2.
Kapal peletakan pipa "Castoro 10" selama operasi untuk menghubungkan dua bagian pipa dari pipa gas alam Laut Baltik Nord Stream 2 untuk membawa gas Rusia ke Jerman dan Turki. Foto: Reuters

Seberapa Penting Nord Stream 2?

Seperti sudah disebutkan sebelumnya, Eropa sangat bergantung pada gas alam terutama di musim dingin. Ini mengingat gas alam digunakan dalam aspek kehidupan rakyat, termasuk sebagai penghangat di rumah-rumah warga.
Dikutip dari Deutsche Welle, menurut data IHS Markit, Jerman hampir sepenuhnya bergantung pada impor gas alam. Pada 2020 saja, Rusia menyumplai hingga lebih dari setengah total pasokan gas Jerman.
ADVERTISEMENT
Sedangkan Rusia memiliki sumber daya gas yang sangat berlimpah. Eropa merupakan pasar besar Gazprom.
Menurut BBC, 40% dari kebutuhan gas negara-negara Uni Eropa bersumber dari Rusia, sedangkan sisanya disuplai oleh Norwegia dan Aljazair.
Gas alam menjadi sangat krusial bagi negara-negara Eropa yang mulai bertransisi menuju energi bersih. Di Jerman, tiga Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir terakhir akan segera ditutup di akhir tahun ini.
Pipa gas alam Nord Stream 2 di pulau Laut Baltik Ruegen, Jerman. Foto: Odd Andersen/AFP
Hadirnya Nord Stream 2 akan menjadi angin sejuk bagi pasokan gas Jerman. Pipa ini juga akan mendistribusikan gas alam ke Austria, Italia, serta negara-negara Eropa Tengah dan Timur.
Ini juga akan memberikan keuntungan besar bagi Gazprom Rusia. Sebab, mereka akan bisa mengirimkan gas alam ke sistem Eropa lewat Nord Stream 2, tanpa perlu menggunakan sistem pipa daratan melalui Ukraina dan Polandia.
ADVERTISEMENT
Kualitas sistem pipa daratan itu diketahui mulai menurun. Selain itu, Polandia dan Ukraina menagih biaya transit gas alam yang tinggi, sehingga penggunaan Nord Stream 2 pastinya akan menghemat biaya.

Mengapa Nord Stream 2 Dipermasalahkan?

Deutsche Welle melaporkan, sejak awal perumusannya, Nord Stream 2 kerap diprotes oleh mitra-mitra Jerman. Bahkan, Amerika Serikat sempat melobi eks Kanselir Jerman Angela Merkel untuk mundur dari kontrak pembangunan.
Menurut mereka, Nord Stream 2 akan membuat Eropa terlalu bergantung pada gas alam dari Rusia.
Jika sewaktu-waktu Barat dan Rusia berselisih, ada kemungkinan Moskow memutus distribusi gas alam ke Eropa. Ini tentunya akan sangat merugikan.
Pemandangan stasiun penerima Pipeline Inspection Gauge (PIG), Nord Stream 2 bagian dari area pendaratan di Lubmin di pantai Laut Baltik Jerman. Foto: John MACDOUGALL/AFP
Ukraina dan Polandia, sebagai negara yang dilewati oleh pipa gas alam daratan Rusia, turut menolak keras proyek raksasa ini.
ADVERTISEMENT
Gazprom Rusia tidak perlu lagi menggunakan sistem daratan jika Nord Stream 2 sudah beroperasi. Dengan ini, Ukraina dan Polandia akan kehilangan pemasukan dari biaya transit yang dibayarkan Rusia.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyebut Nord Stream 2 sebagai “senjata politik yang berbahaya.”
Namun, Jerman terus membela proyek ini dan mengatakan, pipa gas alam ini sepenuhnya berkaitan dengan isu-isu perekonomian.
AS pun sempat mencoba menghalangi proyek Nord Stream 2. Washington menjatuhkan sanksi pada perusahaan yang terlibat. Namun, sanksi terbatas pada perusahaan-perusahaan Rusia saja, sebab AS tak ingin merusak hubungan baik dengan Jerman.
Presiden Rusia Vladimir Putin menghadiri pertemuan dengan Kanselir Jerman Olaf Scholz di Moskow, Rusia, Senin (15/2/2022). Foto: Sputnik/Mikhail Klimentyev/Kremlin via REUTERS
Dilansir BBC, pada 2006 silam Rusia dan Jerman sempat berselisih. Akhirnya, Moskow memutus pasokan gas yang dialiri lewat Ukraina. Akibatnya, wilayah Eropa Tengah dan Timur mengalami krisis energi yang sangat buruk, di tengah-tengah musim dingin menggigit.
ADVERTISEMENT

Keputusan Berat Kanselir Jerman

ADVERTISEMENT
Di tengah memburuknya konflik Rusia vs Ukraina, AS dan Barat mendesak Jerman untuk mengancam Moskow lewat proyek raksasa ini.
Dan benar saja. Kesabaran Olaf Scholz habis setelah menyaksikan Rusia mengakui Donetsk dan Luhansk, serta mengirimkan pasukan perdamaian ke dua wilayah tersebut.
Dikutip dari ABC News, Scholz menegaskan, pengakuan kemerdekaan separatis Ukraina merupakan pelanggaran berat terhadap hukum internasional.
Jerman pun merasa perlunya “mengirimkan sinyal jelas ke Moskow, bahwa aksi-aksi tersebut tidak akan berlalu begitu saja tanpa konsekuensi.” Scholz langsung melancarkan serangan menohok: menunda pemberian sertifikat operasional Nord Stream 2.
Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba mengacungkan jempol atas keputusan Scholz ini.
Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev dan istrinya Svetlana, pada kebaktian malam Natal Ortodoks di Katedral Kristus Juru Selamat di Moskow, Rusia, Senin (6/1). Foto: REUTERS/Evgenia Novozhenina

Respons Rusia

Pembekuan operasional Nord Stream 2 dilakukan ketika harga gas alam di Eropa tengah melambung tinggi. Eks Presiden Rusia Dmitry Medvedev pun mengejek keputusan Scholz ini.
ADVERTISEMENT
“Selamat datang di dunia baru, yaitu ketika rakyat Eropa akan diharuskan membayar 2.000 Euro per 1.000 meter kubik!” tulis Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia ini.
Kendati Moskow digempur serentetan sanksi, Putin berjanji akan terus melanjutkan proses distribusi gas alam kepada pasarnya.
“Rusia bertujuan untuk melanjutkan pasokan gas tanpa gangguan—termasuk gas alam cair (LPG)—kepada pasar dunia, meningkatkan infrastruktur terkait, dan meningkatkan investasi di sektor gas,” tulis Putin dalam keterangannya, untuk KTT Energi Gas di Qatar pada Selasa (22/2).