Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
OJK Wajibkan 12 Bank Sistemik Buat Rencana Aksi Cegah Krisis
7 April 2017 13:05 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
Ada 12 bank besar di Indonesia yang masuk dalam kategori sistemik yang tercatat di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Artinya, jika perbankan tersebut mengalami gangguan likuiditas atau kolaps, maka dampaknya bisa merembet ke perbankan lain, bahkan berpotensi menimbulkan krisis di sektor keuangan.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, OJK menerbitkan aturan yang mewajibkan bank sistemik untuk membuat pedoman berupa rencana aksi (recovery plan) bila terjadi permasalahan keuangan. Rencana aksi ini memuat prosedur dan mekanisme penanganan beragam masalah, serta pihak-pihak yang akan bertanggung jawab.
Dikutip kumparan (kumparan.com) dari keterangan resmi OJK, Jumat (7/4), dalam aturan tersebut, bank yang ditetapkan berdampak sistemik, paling lambat harus menyampaikan rencana aksi pada 29 Desember 2017. Dalam rencana aksi itu, bank harus menetapkan opsi pemulihan untuk merespons bila terjadi tekanan keuangan (financial stress). Tujuannya, untuk mencegah, memulihkan, maupun memperbaiki kondisi keuangan serta kelangsungan usaha (viability) bank tersebut.
Adapun, opsi pemulihan harus meliputi setiap indikator dalam rencana aksi yaitu permodalan, likuiditas, rentabilitas dan kualitas aset. Selain itu, mencakup pula trigger level dari setiap indikator.
ADVERTISEMENT
Baca Juga: OJK Belajar dari Kasus Bank Century
Trigger level merupakan tingkatan opsi pemulihan mulai dari kegiatan pencegahan, pemulihan, dan perbaikan dari kondisi yang membahayakan kelangsungan usaha bank sistemik.
Selain mengatur soal kewajiban bank sistemik membuat rencana aksi, peraturan baru OJK tersebut juga mencantumkan kewajiban pemegang saham pengendali alias ultimate shareholders, dan atau pihak lain untuk menambah modal bank sistemik. Selain itu, diatur juga langkah untuk mengubah jenis utang atau investasi tertentu menjadi modal, bila bank mengalami permasalahan solvabilitas.
Sehubungan dengan hal itu, maka bank sistemik wajib memiliki instrumen utang atau investasi yang memiliki karakteristik modal. Kewajiban ini harus dipenuhi paling lambat 31 Desember 2018.
ADVERTISEMENT
Bank sistemik juga wajib melakukan evaluasi dan pengujian (stress testing) dan memperbarui rencana aksinya. Hal ini diperlukan agar bank bisa mengantisipasi dan mengambil tindakan tepat dan sedini mungkin untuk setiap kondisi yang dapat mengganggu atau membahayakan kelangsungan usahanya.
Dua hari yang lalu, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad menjelaskan, detail mengenai rencana aksi tersebut diatur dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 15 Tahun 2017 yang terbit pada 4 April lalu.
"Dengan pedoman ini akan ada mekanisme internal yang dibuat aturan internalnya. Ada trigger, misal, karena kekurangan likuiditas, bank sampaikan ke kami rencana aksinya apa sebagai standar. Ini relatif baru (di dunia),” ujar Muliaman di Gedung OJK.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon menambahkan, pihaknya akan terus mengevaluasi setiap enam bulan sekali mengenai perbankan yang akan masuk kategori sistemik. Bahkan menurutnya, jumlah bank sistemik masih bisa bertambah.
ADVERTISEMENT
"12 bank (sistemik) itu pasti bank besar. Kami evaluasi tiap 6 bulan, bisa bertambah. Kami minta memang direview, tiap 6 bulan," jelas Nelson di Gedung OJK, Lapangan Banteng, Jakarta, Rabu (5/4).