Orang-orang Sikh di Indonesia

9 Mei 2017 7:40 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Anies menggunakan turban di Sikh Temple (Foto: Facebook/Anies Baswedan)
zoom-in-whitePerbesar
Anies menggunakan turban di Sikh Temple (Foto: Facebook/Anies Baswedan)
Gubernur terpilih DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan, berkunjung ke Kuil Gurdwara yang menjadi tempat beribadah penganut Sikh di Pasar Baru, Jakarta Pusat, Minggu (7/4). Kunjungan Anies itu menunjukkan bahwa Sikh adalah bagian dari Jakarta --ibu kota negeri yang dibentuk dari berbagai warna kepercayaan.
ADVERTISEMENT
“Ini bentuk keberagaman,” ujar Anies di Kuil Gurdwara, Minggu kemarin.
Komunitas Sikh tak pelak jadi bagian dari realitas kebinekaan di Indonesia. Meski hanya mencatatkan angka 10 ribu orang di Indonesia, penganut Sikh tetap memiliki hak dan kewajiban yang sama seperti pemeluk agama lain.
Perlakuan negara yang berbeda terhadap agama Sikh mungkin hanya pada kolom agama Kartu Tanda Penduduk (KTP). Sikh tidak termasuk dalam enam agama yang diakui di Indonesia --Islam, Protestan, Katolik, Hidnu, Buddha, dan Kong Hu Cu.
Maka, sistem administrasi kependudukan yang semacam itu membuat para penganut Sikh mengisi kolom agama pada KTP mereka dengan kata “Hindu”.
[Baca juga ]
Pemeluk Sikh menggunakan sorban (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Pemeluk Sikh menggunakan sorban (Foto: Pixabay)
Pemeluk Sikh di nusantara telah ada sejak Indonesia belum merdeka. Dalam buku berjudul Sikhs Asia Pacific yang ditulis Swarn Singh Karlon, migrasi komunitas Sikh ke wilayah Hindia Belanda terjadi pada akhir abad ke-19.
ADVERTISEMENT
Eksodus berlangsung tahun 1920 di mana orang-orang Sikh dari Semenanjung Malaya pergi dan menetap di Medan. Permukiman Sikh yang cukup besar pun berdiri di kota itu.
Di Medan, para penganut Sikh mendirikan berbagai gerai usaha dan fasilitas publik, termasuk Kuil Gurdwara pada 1921 dan Shalva School pada 1933.
[Baca: ]
Meski telah mendirikan pelbagai fasilitas untuk menunjang kehidupan keberagamaan mereka, kondisi ekonomi membuat penduduk Sikh di Medan dan Binjai, Sumatera Utara, menyusut. Mereka memilih pindah ke kota-kota besar di Pulau Jawa yang dianggap memiliki potensi ekonomi lebih menjanjikan.
Pada saat bersamaan, para pemeluk Sikh mulai berdatangan di Batavia (kini Jakarta). Kehadiran penganut Sikh di Jakarta bermula dari perantau-perantau yang singgah di Pelabuhan Tanjung Priok pada 1925.
ADVERTISEMENT
Anies menggunakan turban di Sikh Temple (Foto: Facebook/Anies Baswedan)
zoom-in-whitePerbesar
Anies menggunakan turban di Sikh Temple (Foto: Facebook/Anies Baswedan)
Eksodus dari Medan membuat jumlah umat Sikh di Jawa meningkat. Mereka kemudian terlibat rantai perdagangan Batavia dan Selat Malaka.
Para pemeluk Sikh menjadi komunitas pedagang di Batavia. Kebanyakan dari mereka adalah pedagang tekstil dan alat olahraga. Mereka berada dalam kondisi ekonomi yang makmur ketika Indonesia diduduki Jepang menjelang akhir Perang Dunia II.
Setelah Perang Dunia II usai, kaum Sikh di Jakarta terombang-ambing nasib. Beberapa pulang ke tanah leluhur mereka di India, sedangkan beberapa lainnya berpindah dan berkumpul di Malaysia.
Mereka yang masih tinggal di Jakarta terjebak tragedi kekerasan. Aksi kekerasan terhadap orang-orang India ini terjadi pada November 1945. Kaum Sikh kemudian berkumpul di Pasar Baru untuk mencari perlindungan.
Anies Baswedan menerima turban khas pemeluk Sikh (Foto: Johanes H/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Anies Baswedan menerima turban khas pemeluk Sikh (Foto: Johanes H/kumparan)
Titik awal komunitas Sikh di Pasar Baru dimulai saat pendirian Kuil Gurduwara pada 1956. Kuil itu membuat banyak orang Sikh pindah ke Pasar Baru. Aktivitas bisnis mereka pun makin berkembang, mulai bisnis alat olah raga hingga mebel.
ADVERTISEMENT
Komunitas Sikh kemudian berkembang lebih besar, menjadi warga negara Indonesia, dan hidup berdampingan dengan penganut agama maupun golongan lain di negeri ini.
Anies menggunakan turban di Sikh Temple (Foto: Facebook/Anies Baswedan)
zoom-in-whitePerbesar
Anies menggunakan turban di Sikh Temple (Foto: Facebook/Anies Baswedan)
Pengikut Sikh yang menjadi warga Indonesia tak melulu mengurusi soal perdagangan, tapi juga berkontribusi untuk Indonesia atau dalam membentuk ke-Indonesia-an, seperti Gurnam Singh dan Harbrinderjit Singh Dillon (H.S. Dillon).
Gurnam adalah atlet lari Indonesia yang berlaga di Asian Games 1962 di Jakarta. Dalam gelaran olahraga tingkat Asia tersebut, Gurnam berhasil membuat lagu Indonesia Raya berkumandang lewat torehan tiga emas di cabang atletik.
Komunitas Sikh juga punya tokoh kebangsaan bernama H.S. Dillon. Meski lahir sebagai keturunan India, pengabdian empat dekade Dillon memperlihatkan bahwa hatinya melampaui busana yang ia kenakan. Sumbangsih Dillon terhadap Indonesia tak main-main.
ADVERTISEMENT
Dillon banyak mencurahkan pemikiran di bidang hak asasi manusia, ekonomi pembangunan, antikorupsi, dan pertanian. Ia satu dari segelintir orang yang diberi penghargaan Bintang Jasa Pratama oleh Presiden RI.
Bintang Jasa Pratama diberikan kepada mereka yang berjasa besar terhadap negara dan bangsa dalam bidang atau hal tertentu.
Beberapa jabatan penting yang pernah diemban Dillon ialah anggota Komite Ekonomi Nasional dan Penasihat Presiden Bidang Penanggulangan Kemiskinan pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
[Baca: ]