Pakar TPPU: Rp 195 M dari LN ke Rekening Bendahara Parpol Transaksi Mencurigakan

11 Januari 2024 18:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Panitia Seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yenti Garnasih. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Panitia Seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yenti Garnasih. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Ahli Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Garnasih, menilai transaksi Rp 195 miliar dari luar negeri ke bendahara 21 partai politik adalah transaksi mencurigakan. Tinggal didalami oleh Pusat Pelaporan dan Transaksi Keuangan (PPATK).
ADVERTISEMENT
“Yang dari PPATK pasti yang mencurigakan dan sudah hasil analisis. [transaksi] sangat mencurigakan!” kata Yenti saat dikonfirmasi, Kamis (11/1).
Dia pun mendesak PPATK untuk segera melakukan pendalaman. Bekerja profesional. Bahkan, dia mengimbau agar PPATK membekukan rekening-rekening tersebut.
“Hasil analisis mencurigakan tinggal diteruskan oleh penyidik. Bahkan PPATK boleh blokir 20 hari, dan sinergi dengan penyidik,” ungkap Yenti.
Laporan transaksi luar negeri mencurigakan ke rekening parpol sudah tidak bisa ditolerir, kata Yenti. Pemilu harus bersih dari dana-dana siluman.
“Ini sudah tidak bisa ditolerir. PPATK harus bekerja dengan profesional. Kalau sudah diumumkan ke sekian bendahara, harus ambil tindakan,” imbuh dia.
“Kita ini jangan sampai Pemilu ini didanai dengan dana-dana siluman. Yang enggak jelas … jadi memang ini harus serius, ini tidak bisa ditolerir lagi hanya sebagai omongan-omongan di media,” imbuhnya.
Dr. Yunus Husein, Co-Founder PUKAU UI dan Dosen STHI JENTERA. Foto: ANTARA
Yunus Husein, ahli perbankan, juga menganggap laporan yang masuk PPATK dalam bentuk International Fund Transfer Instruction Report (IFTI) patut diduga sebagai transaksi mencurigakan.
ADVERTISEMENT
Dia mengatakan, bila IFTI tidak sesuai profil nasabah maka disebut sebagai transaksi mencurigakan. Termasuk dalam kategori yang diungkapkan dalam Pasal 1 angka 5 UU No.8 Tahun 2010 tentang TPPU.
Berikut bunyi Pasal 1 angka 5 itu:
Transaksi Keuangan Mencurigakan adalah:
a. Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan;
b. Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini;
c. Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau
d. Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
ADVERTISEMENT
IFTI atau laporan transaksi mencurigakan masuk kategori mencurigakan bila ternyata tak sesuai dengan profil nasabah.
“Walaupun dia disebut masih IFTI tapi kalau IFTI-nya tidak sesuai profil si nasabah, ‘profilnya misalnya biasa-biasa, enggak besar, tapi kok besar ya’, atau misalnya diduga bersumber dari hasil pidana, hasil korupsi, ya itu bisa masuk kategori,” jelas Yunus yang juga mantan Kepala PPATK.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers PPATK terkait refleksi kinerja tahun 2023, Rabu (10/1/2024). Foto: Hedi/kumparan
PPATK sebelumnya mengungkap adanya sejumlah transaksi luar negeri yang masuk ke bendahara 21 parpol. Transaksi dalam kurun waktu 2022-2023. Dan puncak peningkatannya terjadi 2023 yang angkanya mencapai total Rp 195 miliar.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, transaksi itu masih dalam bentuk laporan. Pihaknya masih akan mendalami untuk melihat apakah hal tersebut sebagai transaksi mencurigakan atau tidak.
ADVERTISEMENT
“Itu IFTI [International Fund Transfer Instruction Report - red] yang butuh pendalaman lanjutan dan sudah kami lakukan,” kata Ivan saat dikonfirmasi, Kamis (11/1).