Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.1
![Mahasiswa Universitas Indonesia gabung dengan massa buruh, Senin (28/10/2019). Foto: Muhammad Darisman/kumparan](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1572252886/iiq4mnqnqvqdeyoo0pv4.jpg)
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, menilai pakta integritas tersebut mengancam demokratisasi di Indonesia. Ia menyatakan demikian lantaran regenerasi kepemimpinan dimulai dari kelompok pemuda, termasuk mahasiswa.
"Itu akan sangat tidak baik bagi demokratisasi di negara ini kalau kampus kemudian seperti mengarahkan dengan cara-cara yang lebih memaksa begitu. Ini UI soalnya, kita bicara ribuan anak-anak muda yang sebenarnya penting banget energinya untuk kehidupan bernegara kita yang aktif banget ini untuk kepentingan politik," ujar Bivitri dalam diskusi virtual Forum Diskusi Salemba pada Senin (21/9).
Bivitri menyatakan, melarang mahasiswa terlibat dalam politik praktis merupakan bentuk pembatasan terhadap hak konstitusional warga. Ia menilai pelibatan mahasiswa dalam politik sah-sah saja asal masih dalam koridor yang wajar.
ADVERTISEMENT
"Jadi tidak semua bentuk politik praktis itu kemudian harus dicegah untuk dilakukan oleh mahasiswa kita sendiri. Kalau misalnya ada hal-hal yang sifatnya melanggar hukum silahkan diingatkan dulu. Kemudian kalau memang masih berlaku bisa di terapkan dalam konteks peraturan perundang-undangan yang berlaku gitu," ucap Bivitri.
"Misalnya kita takut radikalisme iya, tapi yang harus dipikirkan adalah cara-cara yang lebih demokratis ketimbang melarang mahasiswa untuk bisa terjun langsung ke dunia politik praktis gitu," lanjutnya.
Ia mengusulkan apabila UI melarang mahasiswanya terlibat politik praktis sebaiknya disampaikan secara persuasif, bukan dengan larangan yang diterjemahkan di pakta integritas.
"Kita ajak diskusi tapi tidak untuk langsung 'kamu enggak boleh ikutan ini, enggak boleh ikut itu'. Bagi anak-anak muda yang baru grooming seperti ini dampaknya akan sangat negatif dan justru berbalik dari apa yang kita harapkan sebagai suatu ketertiban yang sebenarnya semu dan tidak baik untuk demokrasi kita," kata Bivitri.
ADVERTISEMENT
Sementara itu Sekretaris Universitas Indonesia, Agustin Kusumayanti, memastikan dokumen itu bukanlah dokumen resmi yang dikeluarkan UI. Menurutnya, pimpinan termasuk Rektor UI tidak menyetujui dokumen yang kini banyak diperbincangkan itu.
"Dokumen yang sempat beredar luas di masyarakat tersebut itu adalah dokumen yang bukan merupakan dokumen resmi Universitas Indonesia. Pimpinan Universitas Indonesia khususnya Rektor Universitas Indonesia tidak pernah menyetujui dokumen tersebut," ujar Agustin dalam diskusi yang sama.