Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Panasnya Pilkada: Anies Dijegal, Airlangga Terjungkal
13 Agustus 2024 10:47 WIB
·
waktu baca 12 menit“Dengan Anies, kami masih intensif menjalin komunikasi,” kata Wakil Bendahara Umum PKB Bambang Susanto kepada kumparan, Kamis (8/8).
Sumber orang dekat Anies yang mengetahui pertemuan itu berujar, dalam perbincangan tersebut, Cak Imin juga membahas tawaran kepada PKB untuk bergabung dengan KIM —gabungan partai pendukung Prabowo-Gibran.
Tawaran KIM ke PKB itu jelas mengancam Anies. Tiketnya untuk maju ke Pilgub Jakarta—yang sebelumnya ia dapat dari PKB, PKS, dan NasDem yang telah mendeklarasikannya—terancam hangus.
Borong Partai demi Jegal Anies
Orang dekat Anies menyatakan, selain Muhaimin, Ketua Umum NasDem Surya Paloh, Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al-Jufri, dan Presiden PKS Ahmad Syaikhu pun menyampaikan situasi serupa ke Anies dalam pertemuan terpisah. Mereka semua mendapat tawaran menggiurkan.
“Mereka ditekan, ditawari, digoda-goda,” kata sumber itu.
Menurutnya, Anies sendiri bahkan pernah dipanggil elite Gerindra untuk ditawari kursi menteri asal dia mau mundur dari pencalonan di Pilgub Jakarta.
Dua sumber kumparan di elite KIM membenarkan ada upaya mengadang Anies. Para politisi KIM dalam sejumlah diskusi tampak amat menyadari digdayanya Anies bila ia kadung melaju di Pilgub Jakarta. Ia bakal sangat sulit dikalahkan karena elektabilitasnya yang tinggi.
Survei Litbang Kompas pada Juni 2024 memotret elektabilitas Anies di angka 29,8%, sementara Ridwan Kamil hanya 8,5%. Adapun Indikator Politik merekam elektabilitas Anies 43,8% dan Ridwan Kamil cuma 18,9%
Jadi, daripada susah payah melawan Anies, ia dijegal di awal agar tak bisa maju. Bila tak begitu, menurut sumber-sumber di KIM tersebut, Anies dianggap berpotensi menjadi penghalang Prabowo di Pilpres 2029. Padahal, Prabowo sudah ditarget partainya untuk memerintah dua periode.
Upaya mengadang Anies juga pernah dilakukan di Pilpres 2024. Polanya mirip: menekan partai koalisi Anies dan mengiming-imingi kursi kabinet untuk mereka.
“Kalau nanti mereka gabung [ke KIM], mestinya itu tidak ‘gratisan’. Minimal [syaratnya ialah] tidak mendukung Anies,” ucap sumber itu.
Jika upaya KIM “memborong” partai berhasil sehingga Anies gagal maju, maka Ridwan Kamil berpotensi hanya melawan kotak kosong atau calon independen yang kini tengah diverifikasi faktual, pasangan Dharma Pongrekun-Kun Wardana.
Pun begitu, Ketua Harian DPP Gerindra Sufmi Dasco Ahmad membantah kecurigaan bahwa perluasan KIM menjadi KIM Plus—dengan memasukkan partai-partai yang semula mendukung Anies—ditujukan untuk mengganjal Anies.
“KIM Plus dibentuk untuk kemajuan Indonesia ke depan, tidak hanya pilkada,” kata Dasco.
Koalisi Anies Bubar
Operasi KIM melobi PKB, PKS, dan NasDem semakin gencar dilakukan beberapa pekan terakhir. Dasco, misalnya, telah menyatakan bahwa di Pilgub Jakarta dan Jawa Barat bakal ada KIM Plus (bukan cuma KIM).
Dua sumber kumparan di elite Koalisi Perubahan—yang sebelumnya mengusung Anies—menyebut bahwa dari tiga partai yang didekati KIM, PKS dan NasDem hampir pasti pindah haluan mengusung Ridwan Kamil di Jakarta.
Presiden PKS Ahmad Syaikhu terang-terangan meminta Gerindra mengajak PKS masuk KIM saat berpidato di Harlah ke-26 PKB. Ia bilang, “Jangan hanya NasDem dan PKB, [lalu] PKS ditinggal sendirian.”
Lobi-lobi elite Gerindra ke PKS salah satunya melalui ketua majelis syuronya, Salim Segaf. Tiga sumber di koalisi Anies mengatakan, PKS ditawari jatah cawagub Jakarta, kursi menteri, sampai penggantian biaya logistik Pemilu 2024. Tawaran tripel ini tentu luar biasa menguntungkan PKS.
Ketika dikonfirmasi perkara ini, Juru Bicara PKS Muhammad Kholid mengaku tak tahu soal tawaran kursi menteri, namun mengamini adanya tawaran kursi cawagub Jakarta. Tawaran itu bahkan sudah datang sebelum PKS mendeklarasikan duet Anies-Sohibul Iman (AMAN).
Lobi terakhir Gerindra ke PKS terjadi pada Kamis sore, 8 Agustus 2024. Salim Segaf dan Syaikhu bertemu Prabowo di rumah dinasnya di Widya Chandra, Jakarta Selatan. Usai pertemuan itu, Prabowo menyatakan PKS bakal bergabung ke KIM mengusung Ridwan Kamil.
“Insyaallah dalam waktu dekat kita umumkan,” kata Prabowo.
Sehari setelahnya, sinyal PKS mencabut dukungan dari Anies menguat. Wasekjen PKS Zainudin Paru menyebut paslon Anies dan Sohibul kemungkinan gagal jadi cagub-cawagub Jakarta. PKS menyebut Anies gagal mencari rekan koalisi untuk mengusung AMAN sampai 4 Agustus, tenggat 40 hari sejak Anies-Sohibul dideklarasikan PKS pada 25 Juni.
Oleh karena syarat minimal mengusung paslon di Pilgub Jakarta adalah 22 kursi di DPRD DKI, maka PKS—yang hanya memiliki 18 kursi—butuh 4 kursi lagi untuk mengusung AMAN. Jika Anies tak kunjung mendapat partai tambahan, PKS khawatir hanya akan jadi penonton di Pilgub Jakarta, sebab tenggat pendaftaran calon semakin mepet, 27–29 Agustus.
“Jangan sampai jelang akhir tidak ada kepastian karena PKS akan tertinggal sendirian, tidak bisa berlayar,” kata Ketua DPW PKS Jakarta Khoirudin.
Namun, soal tenggat itu dibantah Jubir Anies, Andi Sinulingga. Menurutnya, Anies tak pernah diberi tenggat oleh PKS.
“Tenggat waktu 40 hari itu tak benar,” ujar Andi.
Dalam sebuah rekaman yang bocor (diduga suara Anies kepada Khoirudin), Anies menjelaskan tak ada tenggat dari DPP PKS kepadanya. Saat bertemu Syaikhu pada 28 Juli, Anies hanya ditanya apakah setuju berpasangan dengan Sohibul dan diminta menjawab paling lambat 4 Agustus, sebab PKS berencana menggelar rapat pengesahan Anies-Sohibul pada 7 Agustus.
Anies kemudian bertemu Sohibul pada 30 Juli dan hasilnya positif. Esoknya, 31 Juli, ia pun menyampaikan kepada Syaikhu siap berpasangan dengan Sohibul. Artinya, empat hari lebih cepat dari tenggat yang diminta.
“Saya kaget jubir-jubir PKS mengatakan tenggat waktu 40 hari, deadline 4 Agustus, untuk cari partai lain. Setahu saya tidak pernah ada deadline soal SK dari partai lain. Yang ada apakah setuju dengan MSI (Mohamad Sohibul Iman) sebagai pasangan, dan itu sudah saya sampaikan pada 31 Juli,” jelas suara dalam rekaman itu yang diduga Anies.
kumparan mengkonfirmasi kebenaran rekaman suara tersebut kepada Jubir Anies, Angga Putra, namun belum direspons.
Bagaimanapun, PKS menganggap Anies tetap melewati tenggat. Musyawarah Majelis Syuro memutuskan agar PKS menjajaki opsi kedua untuk berkomunikasi dengan KIM dalam mengusung Ridwan Kamil.
Sumber-sumber kumparan yang salah satunya elite Gerindra menyebut bahwa PKS akan diberi jatah cawagub Jakarta. Golkar juga terbuka dengan opsi Ridwan Kamil didampingi kader PKS.
Mantan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto bahkan menyebut cawagub RK berinisial S, namun bukan Sohibul atau Syaikhu. Inisial S itu kemudian diyakini sebagai Suswono, eks Menteri Pertanian yang juga Ketua Majelis Pertimbangan Pusat PKS.
Anies Jadi Korban Tsunami Politik
Selain PKS, NasDem juga didekati KIM. Sumber di internal NasDem mengatakan bahwa elite Gerindra, Dasco, bertandang ke NasDem Tower menemui Surya Paloh pada awal Agustus. Mereka membahas beberapa pilkada seperti Jakarta, Banten, dan Medan. Usai pertemuan, NasDem beralih haluan ke Ridwan Kamil.
Sementara sumber orang dekat Anies berujar, NasDem goyah karena ada tekanan berupa kasus hukum. Ada pula ancaman terhadap bisnis Paloh.
Secara terpisah, Ketua DPP NasDem Effendi Choirie melempar sinyal bahwa partainya tinggal menunggu waktu untuk mencabut dukungan dari Anies dan berpaling ke Ridwan Kamil.
Gus Choi (sapaan Effendi Choirie), melihat keputusan yang diambil seputar Pilgub Jakarta ini lebih kepada kemauan elite ketimbang aspirasi rakyat. Maka, ujarnya, Anies tak pelak jadi korban.
Kandasnya Anies di Pilgub Jakarta membuat Gus Choi mendoakannya agar mendapat jalan pengabdian lain yang lebih baik ketimbang politik. Ke depannya, menurut Gus Choi, bukan tak mungkin fenomena kotak kosong bisa terjadi di Pilgub Jakarta.
Sementara NasDem diduga mendapat ancaman, PKB disebut ditawari dukungan dalam konfliknya dengan PBNU. Dua sumber kumparan di internal koalisi Anies dan Prabowo menyebut, negosiasi antara KIM dan PKB berhubungan dengan pengamanan Muhaimin sebagai pimpinan partai di tengah konfliknya dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
PBNU tengah mempersoalkan kepemimpinan Muhaimin di PKB. Dalam konteks ini, menurut sumber yang sama, bila PKB tetap mendukung Anies di Jakarta, Muhaimin bisa digoyang dari kursi Ketua Umum PKB yang telah ia pegang selama hampir 20 tahun. Upaya pendongkelan bisa terjadi dalam Muktamar PKB akhir Agustus ini.
Namun, sumber internal PKB membantah komunikasi partainya dengan Gerindra terkait PBNU. Menurutnya, negosiasi hanya berkaitan dengan posisi-posisi di kabinet Prabowo.
“Soal dengan PBNU akan selesai sendiri, tidak ada sangkut pautnya [dengan negosiasi KIM dan PKB],” ucap sumber itu.
Lobi-lobi Gerindra ke PKB yang makin intens tercermin dari kedatangan Muhaimin ke rumah dinas Prabowo, Kamis malam (8/8). Usai pertemuan itu, Waketum PKB Jazilul Fawaid menyatakan partainya bakal bersinergi dengan Gerindra. Namun, PKB belum mengambil keputusan soal Pilgub Jakarta.
“Kami masih menghitung semua aspirasi. Keputusan DPW yang mendukung Anies, termasuk dinamika yang berkembang dengan munculnya istilah KIM Plus, juga akan dikaji,” kata Bambang Susanto.
Ia menyatakan, idealnya calon dengan elektabilitas tinggi bisa mendapat tiket di Pilkada. Tetapi pada realitas politik saat ini, elektabilitas saja tidak cukup. PKB tak bisa mengusung Anies sendirian karena hanya memiliki 10 kursi DPRD.
“Dari elektabilitas, memang [Ridwan Kamil kalah] jauh dibanding Anies. Tetapi kalau ternyata hanya ada satu perahu di RK, itu realitas politik yang harus diambil, ” ucap Bambang.
Masih Adakah Jalan untuk Anies?
Walau wacana KIM Plus menguat, PKS, PKB, dan NasDem belum mengeluarkan pernyataan resmi mencabut dukungan dari Anies. Di sisi lain, Anies masih menjaga hubungan dengan partai koalisinya sembari membuka komunikasi dengan PDIP.
Dua sumber kumparan di koalisi Anies menyebut, laju Anies terhenti bukan hanya karena partai-partai pengusungnya didekati KIM, tapi juga karena PKS sudah mematok Sohibul Iman sebagai cawagub.
Dalam rekaman suaranya yang bocor, Anies pun menyampaikan ke partai-partai lain bahwa cawagubnya ialah jatah PKS. Meski hal ini wajar karena PKS adalah pemenang Pileg di Jakarta, NasDem dan PKB kurang sreg dengan kombinasi itu.
Ketua DPP NasDem Willy Aditya meminta tidak ada kawin paksa, sedangkan Muhaimin menegaskan tak berniat memasangkan Anies dengan Sohibul.
“[Anies-Sohibul] itu versi PKS. Kami punya versi juga,” ucap Cak Imin, awal Juli.
Sumber di elite PKB memandang duet Anies-Sohibul tak membawa dampak positif bagi partainya, sebab selama ini pun Anies sudah identik dengan PKS. Artinya, duet AMAN tak bakal menambah ceruk pemilih PKB.
Jubir Anies membenarkan ada keberatan dari PKB dan NasDem soal cawagub dari PKS.
“Memang ada pembicaraan itu di PKB, NasDem, bahkan PDIP,” ucap Andi.
Apabila PKS menarik dukungan, opsi cawagub sebetulnya jadi kembali terbuka dan Anies punya kesempatan berlayar. Namun, harapan ini bisa terlaksana dengan dua kondisi: 1) PKB tetap mendukung Anies, dan 2) PDIP bergabung mengusung Anies.
Bila itu terjadi, total kursi PKB dan PDIP sebanyak 25 sudah cukup untuk mengusung Anies. Sumber di internal PKB menyebut bahwa partainya telah mendiskusikan opsi ini dengan elite-elite di PDIP seperti Hasto Kristiyanto, Komarudin Watubun, dan Said Abdullah.
Dalam pertemuan di rumah dinas Muhaimin, menurut sumber PKB, Cak Imin juga menawari Anies berpasangan dengan kader PDIP. Ada beberapa nama kader PDIP yang masuk radar cawagub, di antaranya MenPAN-RB Azwar Anas dan Ketua LKPP yang juga eks Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi.
Walau demikian, PKB masih mengkaji opsi mana yang menguntungkan beserta risiko-risikonya: apakah lebih baik mengusung Anies bersama PDIP, atau bergabung KIM Plus?
Jalan lain adalah Anies masuk partai. Khoirudin mengatakan, jika Anies menjadi kader PKS, partainya akan melepas syarat cawagub. Jalan ini pun menurut pakar politik Hendri Satrio amat memungkinkan.
“Sayangnya sudah terlambat,” ujar Hendri.
Opsi masuk partai ini bukannya tidak ditimbang-timbang oleh Anies. Namun, menurut jubirnya, Anies tak harus masuk partai.
“Kepemimpinan daerah sejatinya adalah abdi rakyat, dan partai wajib menyerap aspirasi yang berkembang di tengah-tengah warga,” kata Andi Sinulingga.
Airlangga Ikut Jadi Korban
Panasnya dinamika Pilkada yang dipenuhi intrik bukan cuma dirasakan Anies. Airlangga Hartarto menjadi korban lain dari alotnya negosiasi Pilkada. Ia harus melepas jabatannya sebagai Ketua Umum Golkar.
Sumber orang dekatnya berujar, Airlangga mendapat tekanan besar mengenai penempatan kader-kader Golkar di pilkada. Contohnya di Banten, Jakarta, dan Jawa Barat.
Di Pilgub Banten, kader Golkar Airin Rachmi Diany dikeroyok partai-partai KIM Plus. Gerindra cs memilih mengusung kadernya, Andra Soni, sebagai cagub berpasangan dengan politikus PKS Dimyati Natakusumah, meski elektabilitas Andra Soni jauh di bawah Airin.
Kini Airin praktis hanya berharap tiket dari Golkar dan PDIP. Akhir Juli, Wakil Ketua Umum Golkar Doli Kurnia menyatakan partainya bakal tetap mengusung Airin yang telah disiapkan sejak tiga tahun lalu. PDIP pun telah menugaskan Ade Sumardi, Wakil Bupati Lebak yang juga Ketua DPD PDIP Banten, sebagai cawagub Airin.
Namun, perkembangan terkini, menurut sumber di internal Golkar, Airin kemungkinan besar gagal maju di Pilgub Banten. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengamini indikasi itu.
“Ada berbagai skenario karena kepentingan kekuasaan,” ucap Hasto.
Tekanan serupa muncul di Pilgub Jakarta dan Jawa Barat. Golkar sedianya lebih memilih Ridwan Kamil maju di Jabar, namun pada akhirnya RK tergeser ke Jakarta dan kader Gerindra, Dedi Mulyadi, maju di Jabar.
Negosiasi soal cawagub yang mendampingi Dedi di Jabar pun alot meski kewenangannya telah diserahkan ke Golkar. Sejauh ini, ada dua nama kader Golkar yang beredar, yakni istri RK, Atalia Praratya, dan Wakil Ketua DPRD Jabar Ade Ginanjar. Namun Golkar memunculkan nama lain, yakni Jusuf Hamka alias Babah Alun.
Jusuf mengatakan telah mendapat perintah dari Airlangga untuk maju di Jabar, setelah sebelumnya sempat hendak diusung di Jakarta.
“Kalau [Ridwan Kamil] sudah di Jakarta, saya on the way ke Jabar,” kata Jusuf.
Mencuatnya nama Jusuf Hamka dikabarkan tak dikehendaki Gerindra. Pada akhirnya, ia tak melanjutkan pencalonannya di pilkada dan mundur dari Golkar.
Beda arah Golkar pada beberapa pilkada itu lantas diduga berkelindan dengan ancaman kasus hukum terhadap Airlangga. Sumber kumparan menyebut, mundurnya Airlangga diduga terkait rencana Kejaksaan Agung memeriksa kasus ekspor minyak sawit pada pekan ini.
Meski isu itu dibantah Golkar, namun sumber lain mengiyakan kabar itu. Menurutnya, Airlangga telah menerima surat panggilan pemeriksaan dari Kejaksaan Agung pada Sabtu pagi, 10 Agustus. Pada hari yang sama pula Airlangga meneken surat pengunduran dirinya dari pucuk jabatan partai beringin.
Sehari sebelumnya, menurut sumber tersebut, dalam pertemuan di Istana, Airlangga mendapat komplain. Ia disebut sulit memenuhi keinginan mitra koalisi di lima pilkada, termasuk Banten, sehingga dianggap membahayakan keutuhan Koalisi Indonesia Maju.
Wakil Ketua Umum Golkar Ahmad Doli Kurnia membenarkan mundurnya Airlangga terkait pilkada. Minggu (11/8), saat menyambangi Airlangga, ia mengatakan bahwa sang Menko ingin “agenda Partai Golkar dan agenda Nasional, termasuk pilkada, lebih smooth dan terjaga.”