Pasar Senen Pernah Jadi Kawasan Prostitusi Terbesar di Jakarta

29 Maret 2018 17:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pasar Senen. (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Pasar Senen. (Foto: Wikimedia Commons)
ADVERTISEMENT
Alexis telah tamat. Meninggalkan setumpuk cerita tak sedap. Menyisakan kisah tentang tempat prostitusi mewah yang pernah ada di Ibu Kota Jakarta.
ADVERTISEMENT
Menanggapi ditutupnya Alexis, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Abraham Lunggana (Lulung), menyatakan tempat prostitusi tak hanya eksis di tempat mewah. Ia mengatakan Pemprov DKI Jakarta juga harus menindak prostitusi di jalanan.
Menurut Lulung, Pemprov saat ini sudah memiliki payung hukum yang dapat menindak praktik prostitusi di manapun berada, termasuk menindak prostitusi jalanan. Tak hanya itu, ia juga menyebut praktik prostitusi jalanan ada di kawasan Gajah Mada hingga Senen, Jakarta Pusat.
"Harus membangun kesadaran tentang pengawasan prostitusi yang pertama di jalan. Ini bahaya. Kalau di jalan itu Hayam Wuruk, Senen, Tanah Abang, Gajah Mada. Wah, Gajah Mada paling banyak tuh. Tapi saya enggak ikut-ikut ya," ucap Lulung di Gedung DPRD, Jakarta, Rabu (28/3).
Abraham Lunggana alias Haji Lulung (Foto: Nabilla Fatiara/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Abraham Lunggana alias Haji Lulung (Foto: Nabilla Fatiara/kumparan)
Lulung benar. Pada dasarmya memang tak sulit menjumpai praktik prostitusi di jalan-jalan Ibu Kota. Sejarah bahkan mencatat bahwa kawasan Pasar Senen pernah menjadi tempat prostitusi yang amat legendaris.
ADVERTISEMENT
kumparan (kumparan.com) pun menelusuri jejak sejarah prostitusi di Pasar Senen.
Dalam buku berjudul ‘Maria van Engels: Menantu Habib Kwitang’ yang ditulis Alwi Shihab pada tahun 2006, disebutkan bahwa Pasar Senen pernah sangat terkenal pada 1950-an hingga 1960-an. Di masa itu, kata Alwi, orang datang ke Senen bukan untuk berbelanja, tetapi untuk mendatangi Planet Senen.
Istilah Planet Senen itu sendiri merujuk pada tempat protitusi terbesar di Jakarta. Orang-orang saat itu menyebutnya dengan nama demikian.Terdapat ribuan Pekerja Seks Komersial (PSK) di tempat tersebut.
Penggabungan kata ‘Planet’ dan ‘Senen’ dipicu oleh peristiwa adu cepat pengiriman sputnik ke ruang angkasa (planet) antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Kata ‘Planet’ kemudian digambarkan oleh warga untuk menunjukkan sebuah daerah ‘hitam’ di Jakarta.
ADVERTISEMENT
“Di Planet Senen, para WTS atau wanita P tinggal di bangunan yang terdiri dari kotak sabun dan kardus. Di pinggir-pinggir rel KA. Malah gerbong-gerbong barang KA yang diparkir si Stasiun Senen, dijadikan sebagai tempat ngamar,” tulis Alwi dalam bukunya.
Pasar Senen di era Ali Sadikin. (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Pasar Senen di era Ali Sadikin. (Foto: Wikimedia Commons)
Menurut Alwi, kala itu belum ada istulah Pekerja Seks Komersial (PSK) seperti saat ini. Para perempuan yang menawarkan jasa tersebut dipanggil dengan sebutan ‘pelacur (P)’ atau ‘cabo’ dari bahasa cina yang berarti perempuan.
Selepas Maghrib, kata Alwi, wanita P ini akan memenuhi gerbong-gerbong kereta. Tempat beroperasinya mulai dari pintu KA Senen sampai Tanah Nyonya di Gunung Sahari.
Selain adanya wanita P yang memenuhi Planet Senen, Alwi juga memaparkan mengenai keberadaan para penari doger. Para penari yang kebanyakan dari Bekasi dan Klender itu tampil selepas Isya.
ADVERTISEMENT
Para penari doger ini berdandan sangat menor. Dengan mengenakan batik, mereka menari erotis di gerbong-gerbong kerteta. Mengharapkan pundi-pundi saweran dari banyak lelaki hidung belang.
“Memasuki kawasan Planet Senen begitu bebas, hampir tak pernah ada razia. Dan yang paling menyedihkan banyak anak di bawah umur turut menyaksikan. Boleh dikata hampir tak ada reaksi pemuka agama kala itu,” terang Alwi.
Kawasan Pasar Senen yang amat bebas itu juga menjadi tempat bagi para berkumpulnya para sastrawan dan seniman. Kala itu, rumah produksi film dan sandiwara juga tengah marak. Mereka berkumpul untuk mendapatkan berbagai inspirasi.
Hal yang cukup menarik adalah, salah seorang sastrawan ternama Indonesia, Chairil Anwar, pernah memadu kasih di sana.
ADVERTISEMENT
Dalam novel biografi ‘Chairil’ yang ditulis oleh Hasan Aspahani yang terbit pada tahun 2016, terungkap bahwa sosok Chairil pernah memadu kasih bersama seorang pelacur bernama Adhesi. Adhesi sendiri merupakan perempuan asal Cirebon yang melarikan diri ke Jakarta.
Chairil Anwar  (Foto: youtube)
zoom-in-whitePerbesar
Chairil Anwar (Foto: youtube)
Tentu Adhesi punya alasan di balik pekerjaannya tersebut. Adhesi pernah dipaksa menikah dengan lelaki bergelar haji di Cirebon. Tak terima dipaksa, Adhesi akhirnya melarikan diri dan tak sengaja terdampar di Jakarta. Dia pun menyambung hidup di antara bayang-bayang lelaki di Pasar Senen yang temaram.
Kisah antara Chairil dan Adhesi kemudian berakhir begitu saja. Adhesi terjangkit penyakit kelamin. Chairul pun mati muda di usia 26 tahun bersama penyakit kelamin yang juga dideritanya.
ADVERTISEMENT
Penataan dan Revitalisasi Pasar Senen
Praktik prostitusi yang berjalan di Pasar Senen lama kelamaan menyebabkan manajemen PT Kereta Api Indonesia resah. Hal itu disebabkan oleh banyaknya gerbong kereta yang dijadikan kamar dadakan bagi para pelaku prostitusi.
Menanggapi hal itu, pihak KAI mencoba berdiskusi dengan Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin. KAI meminta agar Ali dapat menangani masalah ini secepat mungkin.
Ali Sadikin  (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Ali Sadikin (Foto: Wikimedia Commons)
Benar saja, Ali menepati janjinya. Ali memindahkan para PSK di Planet Senen ke Kramat Tunggak, Jakarta Utara. Kala itu, Kramat Tunggak masih berupa rawa-rawa. Pada 1973, Ali pun menutup Planet Senen untuk selamanya.
Jauh sebelum Ali menutupnya, beberapa langkah telah diambil oleh Ali. Salah satunya adalah dengan memulai revitalisasi kawasan Senen dengan mencanangkan pembangunan proyek Senen pada 1960.
ADVERTISEMENT
Sebetulnya, Ali sempat tak setuju dengan upaya pembubaran PSK. Dia awalnya berniat untuk membuat lokalisasi yang terpusat. Menurutnya, lokalisasi dapat mempersempit ruang gerak PSK, menertibkannya, serta mampu mengurangi risiko ditonton oleh anak-anak.
Kendati demikian, rencana Ali tak pernah terwujud. Idenya itu harus dikubur rapat-rapat karena mendapat penolakan dari lapisan elemen masyarakat.
Selain mengulas Pasar Senen, kumparan juga telah mengulas dan menelusuri tempat prostitusi terkenal di Indonesia. Salah satunya adalah bisnis prostitusi Saritem di Bandung, Jawa Barat, yang rupanya belum mati. Ulasan mengenai Saritem dapat dilihat di sini.