Paus Fransiskus Puji Konsep Bhinneka Tunggal Ika dan UUD 1945

4 September 2024 11:32 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Paus Fransiskus bersama Presiden Indonesia Joko Widodo dan ditemani oleh Presiden Indonesia terpilih Prabowo Subianto saat melakukan pertemuan di Istana Kepresidenan, Jakarta,  Rabu (4/9/2024).  Foto: Achmad Ibrahim/Pool via REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Paus Fransiskus bersama Presiden Indonesia Joko Widodo dan ditemani oleh Presiden Indonesia terpilih Prabowo Subianto saat melakukan pertemuan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (4/9/2024). Foto: Achmad Ibrahim/Pool via REUTERS
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Paus Fransiskus menyampaikan pidatonya saat bertemu Presiden Jokowi di Istana Negara, Rabu (4/9). Ia menyinggung soal semboyan Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika juga UUD 1945.
ADVERTISEMENT
"Semboyan negara Anda Bhinneka Tunggal Ika (Bersatu dalam keberagaman, secara harfiah berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua) mengungkapkan realitas beraneka sisi dari berbagai orang yang disatukan dengan teguh dalam satu bangsa," kata Paus Fransiskus.
Paus mengatakan, semboyan ini juga memperlihatkan bahwa, sebagaimana keanekaragaman hayati yang ada dalam negara kepulauan ini adalah sumber kekayaan dan keindahan. Demikian pula perbedaan-perbedaan secara khusus berkontribusi bagi pembentukan mosaik yang sangat besar.
"Kerukunan di dalam perbedaan dicapai ketika perspektif-perspektif tertentu mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan bersama dari semua orang dan ketika setiap kelompok suku dan denominasi keagamaan bertindak dalam semangat persaudaraan, seraya mengejar tujuan luhur dengan melayani kebaikan bersama," urainya.
"Kesadaran untuk berpartisipasi dalam sejarah bersama, yang di dalamnya solidaritas adalah unsur hakiki dan semua orang memberikan sumbangsihnya." sambung dia.
ADVERTISEMENT
Paus menambahkan, kadang-kadang, ketegangan-ketegangan dengan unsur kekerasan timbul di dalam negara-negara karena mereka yang berkuasa ingin menyeragamkan segala sesuatu. Caranya dengan memaksakan visi mereka bahkan dalam hal-hal yang seharusnya diserahkan kepada otonomi individu-individu atau kelompok-kelompok yang berkaitan.
"Terlebih, terlepas dari kebijakan-kebijakan yang mengesankan, terdapat juga kurangnya komitmen sejati yang berorientasi ke depan untuk menerapkan prinsip-prinsip keadilan sosial. Akibatnya, sebagian besar umat manusia terpinggirkan, tanpa sarana untuk menjalani hidup yang bermartabat dan tanpa perlindungan dari ketimpangan sosial yang serius dan bertumbuh, yang memicu konflik-konflik yang parah."
Dalam konteks-konteks lainnya, Paus menilai masyarakat percaya bahwa mereka dapat atau boleh mengabaikan kebutuhan untuk memohon berkat Allah. Ia menilainya sebagai sesuatu yang dangkal bagi manusia dan masyarakat sipil.
Paus Fransiskus dan Presiden Indonesia Joko Widodo berbincang saat melakukan pertemuan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (4/9/2024). Foto: Achmad Ibrahim/Pool via REUTERS
Menurutnya, falsafah yang menuntun ketatanegaraan Indonesia sungguh seimbang sekaligus bijaksana.
ADVERTISEMENT
Terkait hal ini, Paus Fransiskus menjadikan kata-kata dari Paus Yohanes Paulus Il dalam kunjungannya tahun 1989. Berikut selengkapnya:
"Dengan mengakui kehadiran keanekaragaman yang sah, dengan menghargai hak-hak manusia dan politik dari semua warga, dan dengan mendorong pertumbuhan persatuan nasional berlandaskan toleransi dan sikap saling menghargai terhadap orang lain, Anda meletakkan fondasi bagi masyarakat yang adil dan damai yang diinginkan semua warga Indonesia untuk diri mereka sendiri dan rindu untuk diwariskan kepada anak-anak mereka."
Singgung UUD 1945
Paus juga sempat menyinggung Pembukaan UUD 1945. Sebuah dasar negara yang ia puji.
"Berkaitan dengan ini, saya ingin merujuk kepada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Anda, yang menawarkan wawasan berharga bagi jalan yang dipilih oleh Indonesia yang demokratis dan merdeka."
ADVERTISEMENT
"Dua kali dalam beberapa baris, Pembukaan undang-undang dasar Anda merujuk kepada Allah yang Maha Kuasa dan perlunya berkat Allah turun atas negara Indonesia yang baru lahir," kata dia.
Dengan cara yang sama, kata Paulus, kalimat pembuka undang-undang dasar merujuk dua kali pada keadilan sosial. Sebagai fondasi tatanan internasional yang diinginkan dan sebagai salah satu tujuan yang harus dicapai demi kepentingan seluruh rakyat Indonesia.