PDIP soal Ide Pemindahan Ibu Kota Jabar: Tidak Semudah Balikkan Tangan

30 Agustus 2019 12:32 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Landmark kota Bandung. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Landmark kota Bandung. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat, Ono Surono, menegaskan wacana pemindahan ibu kota Jawa Barat dari Kota Bandung yang digagas Gubernur Ridwan Kamil belum mendapatkan persetujuan dari DPRD.
ADVERTISEMENT
Menurut Ono, wacana tersebut tiba-tiba muncul seiring ramainya perbincangan pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur.
"Hal itu tiba-tiba muncul begitu saja di saat sedang ramainya rencana perpindahan ibu kota negara dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur," kata Ono melalui keterangan resminya, Jumat (30/8).
Terdapat beberapa poin yang disampaikan oleh Ono. Yang pertama, yakni terkait harapannya agar Emil - sapaan akrab Ridwan Kamil - tidak hanya sekadar mengikuti langkah yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo. Sebab pemindahan ibu kota negara telah melalui proses yang panjang.
Poin kedua, Ono menilai pemindahan ibu kota provinsi juga memerlukan proses yang panjang dengan berbagai kajian seperti ekonomi, sosial, budaya, keamanan, hingga lingkungan. Sementara Emil menyebut akan melakukan kajian selama enam bulan ke depan terkait wacana tersebut.
Ilustrasi Gedung Sate. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
"Perpindahan ibu kota provinsi tentunya tidak segampang membalikkan telapak tangan," tegasnya.
ADVERTISEMENT
Sementara untuk poin ketiga, Ono menyebut Jawa Barat masih harus fokus pada pemerataan pembangunan. Sehingga tidak pantas apabila isu pemindahan ibu kota provinsi dimunculkan saat ini.
"Jawa Barat masih terjebak pada isu pemeratan pembangunan seperti Utara - Selatan atau Bandung - Ciayumajakuning. Sehingga di saat belum tercapainya upaya pemerataan pembangunan tersebut, tidaklah pantas bila tiba-tiba melakukan rencana perpindahan ibu kota Jawa Barat," tuturnya.
Poin keempat, Ono menuturkan, bila pembangunan skala nasional di Jawa Barat seperti di Walini (Kereta Cepat), Majalengka (Bandara Kertajati), dan Subang (Pelabuhan Patimban) sedang dilakukan maka sebaiknya perlu rencana jangka panjang apakah akan dijadikan pusat ekonomi atau pemerintahan.
"Apabila tidak direncanakan dengan baik, maka suatu saat akan kembali mengalami kondisi seperti Kota Bandung atau DKI Jakarta," tegasnya lagi.
ADVERTISEMENT
Poin kelima, Ono mengatakan diperlukan kajian yang mendalam dan lengkap mengenai Jawa Barat. Kajian tersebut, kata dia, harus mampu memuat rencana hingga 50 tahun mendatang.
com-Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat mengunjungi masyarakat terdampak musibah yang terjadi di Anjungan Lepas Pantai YYA. Foto: Dok. Pertamina
Maka dari itu, Ono berharap jika memang nantinya ibu kota provinsi dipindah, tetap harus memikirkan pembangunan di 27 kota dan kabupaten. Hal ini agar pembangunan di Jawa Barat adil bagi seluruh kabupaten dan kota.
"Tetapi merupakan kajian komprehensif, lengkap, dan mendalam terhadap Jawa Barat secara utuh. Kajian itu harus bisa menggambarkan rencana Jawa Barat 10, 20 bahkan 50 tahun ke depan," tuturnya.
Poin keenam, Ono menuturkan pihaknya merekomendasikan pembangunan berdikari yang membuat rencana pembangunan jangka pendek, menengah, dan panjang yang dilakukan secara menyeluruh.
"Rencana pembangunan itu (berdikari) harus dilakukan secara menyeluruh (overall) meliputi seluruh daerah atau wilayah, semua jenis dan semua tingkat pembangunan yang dilaksanakan secara berencana dan bertahap, terintegrasi atau terpadu dan terpola," ucap dia.
ADVERTISEMENT
"Menyetujui atau tidak terhadap rencana perpindahan ibu kota Jawa Barat sangat tergantung kepada rencana atau kajian pembangunan Jawa Barat yang sifatnya seperti (pola pembangunan berdikari)" pungkas dia.