Pembelian Rafale Prancis Dalih Agar Indonesia Aman dari Sanksi AS?

11 Februari 2022 16:19 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pesawat tempur multirole Dassault Rafale Angkatan Udara Prancis (Armee de l'air) melakukan manuver udara selama Dubai Airshow 2021 di emirat Teluk pada 14 November 2021. Foto: GIUSEPPE CACACE / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Pesawat tempur multirole Dassault Rafale Angkatan Udara Prancis (Armee de l'air) melakukan manuver udara selama Dubai Airshow 2021 di emirat Teluk pada 14 November 2021. Foto: GIUSEPPE CACACE / AFP
ADVERTISEMENT
Pembelian 42 unit pesawat Dassault Rafale dari Prancis memunculkan spekulasi. Banyak yang menyebut pembelian Rafale dari Prancis dilakukan Indonesia untuk menghindari sanksi dari pihak Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Lantas kenapa Amerika Serikat? Sudah menjadi rahasia umum jika AS kerap kali melayangkan ancaman pada negara-negara yang melakukan transaksi pembelian peralatan perang, seperti pesawat tempur maupun senjata buatan Rusia.
Hal itu juga berlaku bagi Indonesia yang sebelumnya tengah dalam proses untuk merampungkan pembelian pesawat tempur Sukhoi SU-35 dari Rusia. Indonesia saat itu telah menandatangani kontrak dengan Rusia untuk membeli 11 unit pesawat tempur Sukhoi SU-35 dari Rusia. Nilai kontrak yang sudah diteken Kemhan pada 2018 ini mencapai USD 1,14 miliar.
Sanksi yang bisa diberikan AS pada Indonesia atas transaksinya dengan Rusia akan ditentukan di bawah Undang-Undang Countering America's Adversaries Through Sanctions (CAATSA). Sanksi ini sebelumnya juga telah berlaku untuk Rusia dan beberapa negara lain.
Menhan Prabowo Subianto, menerima kunjungan kehormatan Menhan Prancis, Florence Parly di Jakarta, Kamis (10/2). Foto: Biro Humas Setjen Kemhan
Pengamat Militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai potensi sanksi menjadi hal yang dipertimbangkan pemerintah sehingga menjatuhkan pilihan pada Rafale ketimbang Sukhoi. Meski begitu, ia juga menilai manfaat hingga spesifikasi pesawat jadi alasan utama Rafale menjadi pilihan utama.
ADVERTISEMENT
"Ya, mungkin itu [sanksi AS] menjadi salah satu pertimbangan. Tapi tentu saja tidak hanya itu. Kemanfaatan dan nilai tambah adalah pertimbangan utama," ujar Fahmi saat dihubungi kumparan, Jumat (11/2).
Sehingga meski dibanderol dengan harga yang jauh lebih mahal ketimbang Sukhoi, Rafale tetap dipilih. Dengan tentunya mempertimbangkan aspek manfaat hingga transfer teknologi di balik pembelian tersebut.
"Jadi walaupun harganya jauh lebih mahal daripada Sukhoi, pembelian itu menjadi dapat dipahami dengan pertimbangan spesifikasi, skema offset, transfer teknologi yang diperoleh ditambah dengan terhindar dari ancaman sanksi," ucap Fahmi.
Fahmi pun menilai baik Sukhoi atau Rafale sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing untuk ukuran jet tempur di kelasnya.
"Punya SU-35 itu cita-cita kita. Tapi sikon membuat sulit terealisasi. Keduanya sebenarnya sama-sama generasi 4.5 dan punya keunggulan masing-masing. Misalnya, Rafale punya daya jelajah lebih jauh, bahan bakar lebih irit, dan bisa mengudara dan mendarat dari landas pacu yang lebih pendek. Sementara SU-35 unggul pada sistem avionik, tenaga mesin, ketinggian terbang, dan kecepatan," kata Fahmi.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, Fahmi mengatakan tak perlu meributkan atau membandingkan kualitas dari masing-masing pesawat. Yang pasti, Indonesia membeli Rafale atas dasar pertimbangan yang matang, mulai dari segi manfaat hingga spesifikasi.
"Pembelian Rafale dan Scorpene ini saya kira tepat. Terutama dengan keterbatasan anggaran dan ragam tantangan yang kita hadapi, tentu saja penting untuk bisa mendapatkan alutsista dengan spesifikasi tinggi dan dapat digunakan untuk berbagai misi (multi-mission) untuk melengkapi dan memperkuat pertahanan kita dan efektivitasnya," pungkasnya.