Pemda DIY Buka Suara soal Polemik TPA Sampah Ilegal di Pundong Bantul

6 Juli 2024 12:44 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tempat pembuangan sampah ilegal di Kapanewon Pundong, Kabupaten Bantul. Foto: Dok. Panewu Pundong
zoom-in-whitePerbesar
Tempat pembuangan sampah ilegal di Kapanewon Pundong, Kabupaten Bantul. Foto: Dok. Panewu Pundong
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tempat pengolahan sampah ilegal muncul di wilayah Ganjuran, Kalurahan Srihardono, Kapanewon Pundong, Kabupaten Bantul, beberapa waktu lalu. Truk-truk sampah DLH Kota Yogyakarta disebut membuang sampah di lokasi tersebut.
ADVERTISEMENT
Kini, tempat tersebut telah ditutup oleh Pemerintah Kapanewon setempat.
Terkait polemik ini, Sekda DIY Beny Suharsono, menegaskan Kota Yogyakarta hanya membuang sampah di TPA Piyungan, Kabupaten Bantul. Tak ada tempat lain.
"Kota tidak membuang sampah ke mana-mana. Kota konsisten diarahkan membuang ke transisi satu dan transisi dua (TPA Piyungan)," kata Beny ditemui di Kabupaten Bantul, Sabtu (6/7).
Sekda DIY Beny Suharsono ditemui di Kabupaten Bantul, Sabtu (6/7). Foto: Arfiansyah Panji/kumparan
Pemda DIY membuka peluang bagi siapapun yang ingin sama-sama mengelola sampah Kota Yogyakarta. Namun, harus pula dibarengi dengan komunikasi.
"Sampah kota dibuang ke Pundong, tidak. Saya jawab 'enggak' karena satu pintu itu kebijakannya Pemda DIY dan seluruh kabupaten kota mempunyai satu misi semua ke TPST Piyungan di transisi satu dan transisi dua," bebernya.
Tumpukan kompos yang masih banyak sampahnya dari DLH Kota Yogyakarta dikeluhkan petani di Kapanewon Sanden, Kabupaten Bantul. Foto: Dok. Panewu Sanden

Kata DLH Kota Yogya

ADVERTISEMENT
Diberitakan sebelumnya, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta mengaku tidak menjalin kerja sama dengan tempat pengolahan sampah tak berizin di wilayah Ganjuran, Kalurahan Srihardono, Kapanewon Pundong, Kabupaten Bantul.
Hal ini untuk menanggapi truk-truk sampah DLH Kota Yogyakarta yang membuang sampah di lokasi tersebut.
"Enggak. Kita tidak ada kerja sama dengan Pundong," kata Kepala DLH Kota Yogyakarta Sugeng Darmanto, ditemui di kantor DPRD Kota Yogyakarta, Kamis (4/7).
Sugeng mengatakan pihaknya selama ini kerja sama dengan desa lain yang memiliki tempat pengolahan sampah yang resmi. Soal kenapa truk bisa sampai ke Pundong, Sugeng mengatakan ada kesalahan teknis dengan pihak yang mereka ajak kerja sama.
"Ya karena kesalahan teknis (kenapa bisa ke Pundong)," jelasnya.
Tumpukan kompos yang masih banyak sampahnya dari DLH Kota Yogyakarta dikeluhkan petani di Kapanewon Sanden, Kabupaten Bantul. Foto: Dok. Panewu Sanden

Tempat Pembuangan Sampah Tak Berizin

ADVERTISEMENT
Sebelumnya, media sosial diramaikan dengan informasi penutupan tempat pengelolaan sampah di wilayah Ganjuran, Kalurahan Srihardono, Kapanewon Pundong, Kabupaten Bantul. Ternyata tempat pengolahan sampah tersebut tak berizin.
"Memang pembuangan di situ. Jadi di situ itu dibakar kalau malam," kata Panewu atau Camat Pundong, Vita Yuliatun, melalui sambungan telepon, Rabu (3/7).
Vita menjelaskan, dirinya kemarin telah menelusuri keberadaan tempat pembuangan sampah itu. Hasilnya tempat pembuangan sampah itu ada sejak tutupnya TPA Piyungan.
"Itu sejak Piyungan ditutup itu. Dulu itu kan masih dalam kecil jadi warga tak terdampak. Kemarin ada empat truk ke situ dan itu ternyata truknya DLH Kota (Yogya). Tak klarifikasi tadi malam," katanya.
Tumpukan kompos yang masih banyak sampahnya dari DLH Kota Yogyakarta dikeluhkan petani di Kapanewon Sanden, Kabupaten Bantul. Foto: Dok. Panewu Sanden
Vita bertemu dengan konsultan dari pertemuan itu konsultan mengatakan telah menjalin kerja sama dengan seseorang yang berinisial U.
ADVERTISEMENT
"Itu beliau person. Cuma tinggalnya enggak di sini yang asli sini istrinya. Konsultan itu kerja sama dengan Pak U terkait mengolah sampah di Srihardono itu," jelasnya.
Vita menyebut, meski lahan itu milik pribadi tapi tak bisa serta merta digunakan sebagai tempat pengolahan sampah. Tempat tersebut pun tak mengantongi izin.
"Ternyata izin nggak ada. Terus prosedur pembakaran tidak sesuai prosedur dan aturan," katanya.
Vita telah meminta aktivitas di sana dihentikan. Biasanya aktivitas pembakaran dilakukan jam 12 malam hingga dini hari.
"Tadi sudah sepakat dengan Pak Kapolsek dan Danramil, aktivitas di sana dihentikan. Kalau mau dilanjutkan izin dilengkapi dulu. Izin kalau tanpa tanda tangan warga ya enggak bisa," katanya.
"Yang Pak U sudah bersedia hari ini tempat itu bersih. Membersihkan di tempat itu," jalannya.
ADVERTISEMENT
Hasil penelusuran Vita dari konsultan mengatakan, mereka membayar satu truk sampah Rp 1,5 juta.
"Kemarin aja ada empat truk," katanya.