Pemda DIY Soal Kasus Mbah Tupon Korban Mafia Tanah: Pemerintah Harus Hadir

28 April 2025 17:21 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekda DIY Beny Suharsono di kantornya, Senin (2/12/2024). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sekda DIY Beny Suharsono di kantornya, Senin (2/12/2024). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemda DIY turut angkat bicara terkait kasus Mbah Tupon, lansia buta huruf yang jadi korban mafia tanah.
ADVERTISEMENT
Mbah Tupon terancam kehilangan tanah seluas 1.655 meter persegi berserta rumahnya dan rumah sang anak.
"Saya kira tidak perlu ada instruksi, itu kewajiban pemerintah daerah (Pemkab Bantul) hadir," kata Sekda DIY Beny Suharsono di Kepatihan Pemda DIY, Senin (28/4).
Beny menuturkan kasus serupa masih sering terjadi di masyarakat.
"Saya berharap karena ini adalah riil ya, sering di lapangan seperti itu. Maka (perlu) dukungan pemerintah, terutama pemerintah daerah (untuk mengatasi ini)," katanya.
Mbah Tupon (68) warga RT 04 Dusun Ngentak, Kalurahan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, terancam kehilangan 1.655 meter persegi beserta dua rumahnya karen mafia tanah, Sabtu (26/4). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan

Pemkab Bantul Siap Bantu

Sebelumnya Pemkab Bantul telah menyatakan siap memberikan pendampingan kepada Mbah Tupon.
"Intinya Pemda (Pemkab Bantul) berkomitmen akan memberikan advokasi atau pendampingan hukum kepada Pak Tupon," kata Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Kabupaten Bantul, Hermawan Setiaji, dalam keterangan video Pemkab Bantul, Senin (28/4).
ADVERTISEMENT
Hermawan menjelaskan jika Tupon berkenan, Pemkab Bantul akan menyiapkan pengacara untuk mendampingi permasalahan Tupon hingga selesai.
"Sampai dengan selesai dan tidak dipungut biaya serupiah pun," terangnya.
"Komitmen Pemda mendampingi beliau untuk mendapatkan perlakuan yang adil sesuai dengan hak-haknya beliau," tegasnya.

Kasus Mbah Tupon

Kasus ini bermula pada 2020 saat Tupon menjual sebagian tanahnya. Saat itu total tanah Tupon 2.100 meter persegi.
Tupon menjual sebagian tanahnya, seluas 298 meter persegi, ke seseorang berinisial BR. Tanah tersebut dijual Rp 1 juta per meter persegi.
Singkat cerita, proses jual beli dan pecah sertifikat sudah rampung, tak ada kendala. Sertifikat tanah sisa seluas 1.655 meter persegi kembali ke Tupon.
Namun BR masih memiliki utang pembayaran tanah senilai Rp 35 ke juta ke Tupon.
Spanduk bertuliskan "Tanah dan bangunan ini dalam sengketa" di RT 04 Dusun Ngentak, Kaluragan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, kepada Mbah Tupon korban mafia tanah. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Saat itu sekitar 2021-an, BR menawarkan utangnya ke Tupon untuk dilunasi dalam bentuk membiayai pecah sertifikat Tupon yang seluas 1.655 meter persegi. Sertifikat dipecah menjadi jadi empat bagian, yaitu untuk Tupon dan ketiga anaknya.
ADVERTISEMENT
BR meminta bantuan TR untuk mengurus proses pecah sertifikat itu. Namun ternyata bukannya dipecah, sertifikat itu malah dibalik nama.
"Ternyata yang terjadi malah balik nama atas nama IF. Dan diagunkan di bank senilai Rp 1,5 miliar," kata anak Tupon, Heri.
Heri baru tahu sertifikat bapaknya berpindah nama setelah bank datang ke rumahnya. Bank datang pada 2024 dan terakhir 2025 untuk melakukan pengukuran.
Kini Mbah Tupon yang buta huruf itu berharap sertifikatnya bisa kembali. Dukungan pun mengalir kepada Mbah Tupon termasuk dari warga sekitar.
Pihak keluarga telah melaporkan lima orang yang diduga terlibat dalam kasus tersebut yakni BR (pembeli tanah 298 meter persegi), TR (perantara BR), TRY (notaris), AR (notaris), dan IF (nama di sertifikat 1.655 meter persegi milik Tupon) ke Polda DIY.
ADVERTISEMENT
Kasus Mbah Tupon
Heri Setiawan (31), anak pertama Tupon, bercerita kasus ini bermula pada 2020 Tupon menjual sebagian tanahnya. Saat itu total tanah Tupon 2.100 meter persegi.
Tupon menjual sebagian tanahnya, seluas 298 meter persegi, ke seseorang berinisial BR. Tanah tersebut dijual Rp 1 juta per meternya.
Uang hasil penjualan tanah itu digunakan untuk membangun rumah Heri yang berada di barat rumah Tupon.
Selain menjual sebagian tanahnya, Tupon saat itu berinisiatif menghibahkan sebagian tanahnya untuk jalan dan gudang RT.
"Terus bapak inisiatif mengasih jalan akses 90 meter persegi. Kemudian, bapak ngasih gudang RT sebesar 54 meter persegi," kata Heri ditemui di rumahnya, Sabtu (26/4).
Singkat cerita, proses jual beli dan pecah sertifikat sudah rampung, tak ada kendala. Sertifikat tanah sisa seluas 1.655 meter persegi kembali ke Tupon.
ADVERTISEMENT
Namun BR masih memiliki utang pembayaran tanah senilai Rp 35 ke juta ke Tupon.
Saat itu sekitar 2021-an, BR menawarkan utangnya ke Tupon untuk dilunasi dalam bentuk membiayai pecah sertifikat Tupon yang seluas 1.655 meter persegi. Sertifikat dipecah menjadi jadi empat bagian yaitu untuk Tupon dan ketiga anaknya.
"Ternyata yang terjadi malah balik nama atas nama IF. Dan diagunkan di bank senilai Rp 1,5 miliar," katanya.
Heri baru tahu sertifikat bapaknya berpindah nama setelah bank datang ke rumahnya. Bank datang pada 2024 dan terakhir 2025 untuk melakukan pengukuran.
Kasus ini telah Heri laporkan ke Polda DIY. Menurutnya ada lima terlapor dalam kasus ini yakni BR (pembeli tanah 298 meter persegi), TR (perantara BR), TRY (notaris), AR (notaris), dan IF (nama di sertifikat 1.655 meter persegi milik Tupon).
ADVERTISEMENT