Pemerintah Didorong Lanjutkan Proyek Jet Tempur KF-21 dengan Korea Selatan

31 Oktober 2023 17:13 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Prototipe jet tempur KF-21/KFX yang dikembangkan Korea Selatan bersama Indonesia. Foto: Dok. Korea Aerospace Industries
zoom-in-whitePerbesar
Prototipe jet tempur KF-21/KFX yang dikembangkan Korea Selatan bersama Indonesia. Foto: Dok. Korea Aerospace Industries
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia diminta tetap melanjutkan program jet tempur berteknologi tinggi KFX/IFX atau dinamai KF-21 Boramae oleh Korea Selatan. Permintaan ini berlaku untuk siapa pun pemimpin yang berkuasa seusai pemilu tahun depan.
ADVERTISEMENT
Saat ini, pengembangan jet tempur KF-21 yang sudah dimulai sejak era eks Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut 'mandek' akibat faktor pembayaran cost share — dan baru-baru ini, dipandang adanya deficit political will pemerintah yang mempengaruhinya.
Korea Selatan menggandeng Indonesia pada proyek pengembangan pesawat tempur ini tepatnya pada 2010. Negeri Gingseng sendiri memulai pengembangan pada 2002.
Panel diskusi KF-21/IF-X 'The Future of Indonesia-Korea Partnership in Technology yang digelar MARAPI Consulting and Advisory (C&A) pada Selasa (31/10) mengupas peluang dan tantangan yang dihadapi pemerintah dalam proyek pengembangan jet tempur KF-21 itu.
Ahli industri militer di C&A, Alman Helvas Ali, mengatakan masalah utama dalam proyek itu adalah deficit political will. Karena, menurut Alman, di industri dirgantara — baik komersial maupun militer, tidak akan bisa lepas dari politik atau campur tangan pemerintah.
Pesawat jet tempur KF-21 Boramae. Foto: Michelle VP/Shutterstock
"Masalah utamanya ada di deficit political will. Kalau anggaran bisa diciptakan, tapi ini masalahnya ada di political will. Akibatnya, akses kita semakin terbatas di sana dalam program ini," kata Alman kepada para audiens di Flix Ashta District 8.
ADVERTISEMENT
Kurangnya political will pemerintah ini menimbulkan dampak ke isu pembayaran cost-share yang seharusnya diberikan ke Seoul — yang sejauh ini baru dibayarkan 17 persen. Hingga Juni lalu, pemerintah nunggak sebesar USD 671 juta dari total pembayaran USD 1,3 miliar.
Pada saat bersamaan, PT Korea Aerospace Industries — perusahaan dirgantara Korea Selatan yang bekerja sama dengan PT Dirgantara Indonesia dalam proyek ini, telah membuat 6 prototipe KF-21.
Lebih lanjut, Alman menjelaskan deficit political will pemerintah lalu menyasar ke pembayaran cost share yang sebenarnya ditanggung oleh Kementerian Pertahanan, meski dananya diperoleh dari Kementerian Keuangan.
"Ini masalah political will. Kalau Anda bisa menyediakan uang Rp 31 triliun per tahun untuk pindah ke IKN, masa Rp 7 triliun tidak bisa satu tahun? Ini kan masalah political will," kata Alman.
ADVERTISEMENT

Harus Lanjut, Tak Ada Rencana Dibatalkan

Terlepas dari tantangan yang ada, menurut Alman sudah seharusnya proyek pengembangan jet tempur KF-21 tetap dilanjutkan dan jangan sampai dibatalkan meski pemimpin sudah berganti.
"Kita bicara sebagai suatu bangsa bukan prestasi suatu periode pemerintahan karena program pesawat minimal 15 tahun mulai dari desain hingga produksi," ujar Alman.
Sebab, ada konsekuensi besar yang ditanggung pemerintah — baik secara politik dan keuangan. Apalagi, reputasi Indonesia di Korea Selatan bisa ikut terancam imbas tidak menepati komitmen.
"Proyek itu pasti lanjut karena ini komitmen pemerintah, komitmen negara. Mau ditaruh di mana muka kita kalau kita mundur dari KFX/IFX? Secara politik begitu," ucap Alman.
"Secara keuangan negara, siapa yang bakal bertanggung jawab dengan uang yang telah kita bayar ke Korea Selatan? Itu akan dianggap oleh BPK sebagai kerugian negara — siapa yang bakal bertanggung jawab? Pertanyaannya di sini adalah kapan kita memenuhi kewajiban kita membayar cost share?" tambahnya.
Eris "Mustang" Heriyanto Foto: Nadia Riso/kumparan
Satu suara dengan Alman, eks Sekjen Kementerian Pertahanan Marsekal (Purn) Eris Heryanto menegaskan bahwa sejak proyek KFX/IFX atau KF-21 sampai sekarang pemerintah tidak ada menyatakan batal. Eris menjabat Sekjen Kemhan pada 2008 sampai 2013.
ADVERTISEMENT
"Sejak program ini dari awal, saya tidak pernah dengar kerja sama ini batal. Yang ada adalah ada masalah dalam kerja sama, dan ini harus dinegosiasikan ulang itu yang setahu saya," kata Eris.
"Jadi tidak pernah ada pemerintah Indonesia menyampaikan pembatalan. Jadi clear bahwa program ini harus jalan," tambahnya.
Sebelumnya, pada Juli lalu Menteri Pertahanan Prabowo Subiyanto memastikan akan menyelesaikan masalah pembayaran komitmennya, cost share ke Korea Selatan, dalam waktu dekat.
"Ya saya kira ini akan kita selesaikan dalam waktu dekat, karena ini suatu keputusan presiden," kata Prabowo kepada wartawan di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (6/7).
"Jadi, saya kira nanti kita akan sinkronkan antara Kementerian Keuangan dan Kementerian Pertahanan," tambahnya.
ADVERTISEMENT