Pemerintah Keberatan Biaya Saksi Pemilu 2019 Dibebankan ke APBN

2 Mei 2017 19:55 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri. (Foto: Wahyuni Sahara/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri. (Foto: Wahyuni Sahara/kumparan)
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menuturkan saat ini pembahasan RUU penyelenggaraan pemilu masih belum rampung di DPR. Menurut dia, ada sejumlah poin di mana pemerintah dan DPR belum sepakat. Salah satunya, biaya saksi untuk pileg dan pilpres pada tahun 2019.
ADVERTISEMENT
Tjahjo mengatakan pemerintah menghitung satu kali putaran pileg dan pilpres yang digelar serentak memakan biaya saksi sebesar Rp 15 triliun. Pemerintah keberatan jika biaya tersebut dibebankan ke APBN.
"Pemerintah ingin bertahan sama dengan kemarin. Ini belum ada titik temu. Yang menarik, terakhir belum ada sepakat apakah biaya saksi akan dibebankan ke APBN. Kami hitung satu putaran Rp 15 triliun untuk saksi saja," kata Tjahjo Kumolo seusai mengikuti ratas di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (2/5).
Belum lagi, jika ada dua putaran untuk pilpres, biaya saksi bisa membengkak menjadi Rp 30 triliun. "Bisa marah rakyat. Itu yang belum clear," lanjut dia.
Selain biaya saksi, Tjahjo juga menyoroti masalah lain yang belum disepakati oleh pansus pemilu, yaitu mengenai sistem pemilu. Tjahjo mengatakan DPR masih terbelah antara yang menginginkan sistem pemilu secara terbuka atau tertutup.
ADVERTISEMENT
"Yang belum putus mungkin akan dibawa ke paripurna mengenai sistem terbuka, tertutup atau nanti ada jalan tengah," ujarnya.
Masalah lain, terkait penambahan kursi. Pemerintah, kata Tjahjo, menginginkan ada lima kursi. Sedangkan DPR meminta adanya tambahan 19 kursi. Maka dari itu Tjahjo akan mencari jalan tengah unuk menyelesaikan ini.
"Ketiga soal DPD, mereka minta tambah satu kursi dari 4 menjadi 5 per provinsi. Itu belum putus. Yang lain, soal ambang batas DPR, pemerintah harus naik dari 3,5 persen dan ambang batas untuk mencalonkan presiden. Untuk calonkan presiden kebanyakan minta 0 persen termasuk partai baru," tuturnya.
Baca juga:
ADVERTISEMENT