Pemerintahan PM Baru Inggris Tak Akan Pindahkan Kedutaan di Israel ke Yerusalem

3 November 2022 14:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung Kedutaan Besar Inggris di Tel Aviv, Israel. Foto: Opachevsky Irina/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Kedutaan Besar Inggris di Tel Aviv, Israel. Foto: Opachevsky Irina/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pemerintahan Inggris di bawah PM baru Rishi Sunak menegaskan tidak akan memindahkan kedutaannya di Israel ke Yerusalem. Mereka tetap memilih Tel Aviv sebagai lokasi perwakilannya di Negera Yahudi tersebut.
ADVERTISEMENT
“Tidak ada rencana untuk memindahkan kedutaan Inggris di Israel dari Tel Aviv,” kata juru bicara 10 Downing Street, seperti dikutip dari The New Arab.
Secara terpisah, juru bicara Sunak sempat mengutarakan hal serupa, ketika ditanya apakah pemerintahan pemimpin Partai Konservatif masih mengejar rencana pemindahan misi diplomatiknya ke Yerusalem.
Pertanyaan ini muncul ketika pendahulu Sunak, eks PM Liz Truss, sempat mengatakan bahwa dirinya sedang meninjau lokasi baru Kedutaan Inggris di Yerusalem pada September lalu, sebelum mengundurkan diri dari posisi perdana menteri.
Tindakan Truss menuai kritik yang meluas, tak hanya dari komunitas Muslim tetapi juga dari tokoh agama Kristen terkemuka. Salah satunya adalah kardinal Katolik paling senior di Inggris, Vincent Nichols.
Perdana Menteri Inggris Liz Truss menyampaikan pidato terakhirnya di luar 10 Downing Street di pusat kota London, Selasa (25/10/2022). Foto: Daniel Leal/AFP
“Memindahkan misi [diplomatik] ke Yerusalem akan sangat merusak kemungkinan perdamaian abadi di wilayah tersebut dan reputasi internasional Inggris,” ujar Nichols dalam cuitannya di Twitter.
ADVERTISEMENT
Anggota pendeta tertinggi di Gereja Inggris, Uskup Agung Canterbury Justin Welby, juga beranggapan serupa. Kepada media Israel Jewish News pada bulan lalu, Welby mengaku prihatin akan dampak potensial yang akan terjadi jika kedutaan Inggris dipindahkan ke Yerusalem.
Terkait hal ini, Duta Besar Palestina untuk Inggris, Husam Zomlot, menghargai keputusan London untuk tidak memindahkan kedutaannya ke Yerusalem.
Ia menuturkan, seharusnya pertanyaan soal lokasi kedutaan Inggris tidak pernah ditanyakan sejak awal.
“Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada pemerintah Inggris, partai-partai oposisi, para pemimpin agama, aktivis dan anggota masyarakat yang upayanya telah membantu menjaga Inggris tetap sejalan dengan hukum internasional mengenai masalah ini,” pungkas Zomlot dalam keterangannya.

Inggris, Palestina, dan Deklarasi Balfour

Zomlot mendesak pemerintah London untuk memainkan peran aktif dalam konflik Israel-Palestina — termasuk mengakui Palestina sebagai negara, serta menjatuhkan sanksi kepada perusahaan yang mengambil untung dari permukiman di wilayah pendudukan Israel.
ADVERTISEMENT
“Ada banyak upaya yang harus dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perdamaian di Timur Tengah dan menebus ketidakadilan bersejarah yang disebabkan oleh Deklarasi Balfour, 105 tahun yang lalu,” imbuhnya.
Zomlot menyatakan hal ini bertepatan pada peringatan 105 tahun Deklarasi Balfour — sebuah pernyataan yang sangat kontroversial tahun 1917, di mana pemerintah Inggris mengatakan negaranya memandang dengan baik pendirian rumah nasional bagi orang-orang Yahudi di Palestina.
Gedung Kedutaan Besar Inggris di Tel Aviv, Israel. Foto: DAVID FURST/AFP
Deklarasi Balfour dipandang oleh banyak orang sebagai momen bersejarah utama yang menetapkan Inggris pada jalur dukungan setia untuk Israel yang terus berlanjut hingga hari ini, meski ada penindasan dan perampasan yang sedang berlangsung terhadap rakyat Palestina.
Di masa sekarang, kepada media Israel Jewish Chronicle, Sunak mengatakan ada argumen yang sangat kuat bagi Inggris untuk mengakui kenegaraan Palestina dan ia mengaku sangat terbuka dalam menyikapi isu berkepanjangan ini.
Dubes Palestina untuk Inggris, Husam Zomlot. Foto: Roman Yanushevsky/Shutterstock
Tetapi, sambung Sunak, karena ia tidak pernah memegang jabatan sebagai menteri luar negeri, maka tentunya ada beberapa sensitivitas yang terlibat — karena bila saja semudah itu, maka sudah pasti pengakuan terhadap rakyat Palestina sudah dilakukan sekarang.
ADVERTISEMENT
Secara historis, status Kota Yerusalem adalah isu sentral dalam konflik Israel-Palestina. Israel merebut dan mulai menduduki Yerusalem Timur pada 1967.
Israel lalu mendeklarasikan Yerusalem sebagai ibu kota abadinya. Di sisi lain, rakyat Palestina memandang Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara mereka di masa depan, ketika perundingan damai terwujud dan solusi dua negara (two-state-solution) akhirnya dapat diimplementasikan.