Pengacara Sulit Peroleh Daftar Hadir DPR saat Paripurna Revisi UU KPK

8 Januari 2020 20:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Majelis Hakim Arief Hidayat memimpin sidang uji materi UU KPK di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (8/1/2020). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Majelis Hakim Arief Hidayat memimpin sidang uji materi UU KPK di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (8/1/2020). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi (MK) kembali melanjutkan sidang gugatan terhadap UU KPK versi revisi yang diajukan eks Ketua KPK Agus Rahardjo dkk.
ADVERTISEMENT
Dalam sidang dengan agenda perbaikan permohonan itu, majelis hakim panel bertanya mengenai 2 dari 17 bukti yang belum dilampirkan penggugat.
"Ini belum ada ya bukti P4 dan P5 ya?" tanya hakim MK, Arief Hidayat, ke tim advokasi penggugat UU KPK di ruang sidang, Jakarta, Rabu (8/1).
Menjawab pertanyaan itu, anggota tim advokasi, Violla Reininda, mengatakan pihaknya dipersulit DPR untuk mendapatkan sejumlah dokumen terkait proses revisi UU KPK.
Padahal dokumen itu diperlukan untuk menguatkan adanya cacat formil dalam proses revisi UU itu.
"Masih banyak alat-alat bukti yang pada pokoknya belum kami lampirkan. Karena pertama, kami agak kesulitan untuk mengakses alat bukti dan kedua, alat bukti itu dianggap tidak bisa dipublikasikan di PPID DPR," kata Violla.
Suasana usai sidang uji materi UU KPK di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (8/1/2020). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Ia menyebut bukti yang sulit diperoleh di antaranya daftar hadir anggota DPR saat rapat paripurna pengesahan revisi UU KPK. Mereka meyakini UU tersebut cacat prosedural karena rapat paripurna pengesahannya tak kuorum. Sebab banyak anggota DPR yang hanya titip absen.
ADVERTISEMENT
"Misalnya risalah rapat Baleg (DPR). Kenapa sampai UU KPK ini bisa langsung masuk ke dalam daftar kumulatif terbuka. Lalu daftar hadir anggota DPR di dalam sidang paripurna pengesahan UU KPK tidak bisa juga dimintakan," kata Violla.
Sebelumnya koalisi masyarakat bersama tiga mantan pimpinan KPK, Agus Rahardjo, Laode M Syarief, hingga Saut Situmorang mengajukan gugatan atas revisi UU KPK ke MK pada 20 November 2019. UU KPK versi revisi dinilai cacat formil sehingga harus dibatalkan.