news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Pengesahan Revisi UU KPK Disebut Tak Kuorum, MK Minta Bukti Paripurna

9 Desember 2019 20:40 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hakim Mahkamah Konstitusi, Saldi Isra memimpin sidang Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (3/9). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Hakim Mahkamah Konstitusi, Saldi Isra memimpin sidang Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (3/9). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Tiga pimpinan KPK dan 10 pegiat antikorupsi lain, menggugat UU KPK yang baru ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam gugatannya, mereka menyatakan UU tersebut cacat prosedural karena rapat paripurna (rapur) pengesahannya tak kuorum lantaran banyak anggota DPR yang absen.
ADVERTISEMENT
Namun dalam persidangan perdana di MK, Hakim Konstitusi Saldi Isra meminta para pemohon untuk memberikan bukti terkait tak kuorumnya rapur DPR.
"Yang paling penting kalau tadi kuasa pemohon mengatakan 'pantauan kami yang hadir sekian orang'. Kira-kira bukti apa yang bisa disodorkan ke kami sehingga klaim yang sekian orang itu bisa kami buktikan kebenarannya. Itu tolong dikedepankan. Misalnya Anda punya rekaman tanda tangan yang hadir lalu ada rekaman ygan penuh untuk menghitung siapa saja yang hadir di situ (paripurna)," ujar Saldi dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Senin (9/12).
Terkait permintaan hakim, tim kuasa hukum pemohon mengatakan telah menyurati DPR untuk meminta dokumen rapur saat itu, termasuk presensi dan video.
ADVERTISEMENT
"Kami sudah mengajukan, menyurati beberapa kali DPR untuk meminta dokumen-dokumen persidangan. Persidangan di DPR itu terbuka. Jadi tidak ada alasan DPR kemudian tidak memberi itu, karena itu kewajiban mereka sebagai DPR," kata anggota kuasa hukum pemohon, Saor Siagian, usai persidangan.
"Dan kami minta betul supaya DPR (memberikan). Tidak berhak dia untuk tidak memberikan permohonan kita. Terlebih soal absensi, karena ini soal moral. Benar enggak mereka hadir 200 (anggota) sekian," sambungnya.
Saor Siagian di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (7/11/2019). Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
Saor menjelaskan, pihaknya sudah menyurati DPR satu pekan sebelum pendaftaran gugatan ke MK pada 20 November. Namun hingga saat ini, kata Saor, belum ada respons dari DPR.
Sementara itu, anggota tim kuasa hukum lainnya, Feri Amsari, berharap MK bisa memerintahkan DPR untuk menghadirkan bukti tersebut. Hal itu untuk menjelaskan apakah rapat paripurna pengesahan revisi UU KPK benar-benar kuorum.
ADVERTISEMENT
"Mudah mudahan hakim bisa memaksa DPR untuk menghadirkan validitas apa bahwa sidang paripurna itu kuorum. Di MK pembuktian itu tidak hanya siapa yang dalil, tetapi apakah kebenaran itu bisa dibuktikan oleh dalam hal ini pihak DPR dan pemerintah," jelas Feri.
Feri Amsari (tengah), Kuasa Hukum tiga pimpinan KPK dan aktivis antikorupsi pemohon gugatan UU KPK baru di Mahkamah Konstitusi, Senin (9/12). Foto: Maulana Ramadhan/kumparan
Sebelumnya dalam gugatan tersebut, Feri menyatakan sejumlah anggota DPR titip absen saat sidang paripurna. Sehingga menurutnya, pengesahan revisi UU KPK cacat prosedural.
"Dalam catatan kami, setidak-tidaknya tercatat 180-an anggota DPR yang tidak hadir dan menitipkan absennya," kata Feri.
"Sehingga seolah-olah terpenuhi kuorum sebesar 287 hingga 289 anggota (DPR) dianggap hadir dalam persidangan itu. Padahal sebagian besar di antara mereka melakukan penitipan absen atau secara fisik tidak hadir dalam persidangan itu," imbuhnya.
ADVERTISEMENT