Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Warga Medan mengeluhkan sulitnya menyeberang di Jalan Balai Kota, Kota Medan. Penyebabnya adalah laju kendaraan yang cukup kencang dan jalanan yang cukup luas.
ADVERTISEMENT
Keluhan ini berujung dengan harapan pembangunan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO). Semua demi keselamatan.
Lantas, seberapa penting JPO di kota besar?
Menurut pengamat Perencanaan dan Tata Kota dari Universitas Diponegoro, Wiwandari Handayani, JPO menjadi salah satu infrastruktur yang sangat penting bagi akses pejalan kaki.
Terlebih bagi kota-kota besar. Salah satunya Kota Medan yang masuk dalam kota metropolitan.
Selain itu, menurutnya, dengan hadirnya JPO juga akan mendukung masyarakat untuk beralih ke transportasi umum.
“Sangat penting, karena ini adalah salah satu infrastruktur yang dapat mendorong penduduk di kota besar dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum,” kata Wiwin saat dihubungi pada Jumat (8/3).
“Dan saya kira ini sangat signifikan untuk mengurangi emisi dan polusi yang sudah sangat parah, ya yang sebenarnya terjadi di banyak kota besar di Indonesia,” sambungnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Wiwin, sangat miris bila kota besar minim JPO. Apalagi hanya ada 2 hingga 3 saja.
Sementara, di Kota Medan, menurut pantauan kumparan, di wilayah pusat kota hanya ada 1 JPO. Bisa dibilang "Medan darurat JPO" menurut Wiwin.
“Ya kalau kategorinya kota besar kalau dalam definisi kota metropolitan jumlah penduduknya lebih dari satu juta, sepertinya kebangetan kalau cuma punya atau tiga, artinya bisa masuk dalam kategori darurat,” kata dia.
Meski begitu, menurutnya, JPO bukanlah jalan satu-satunya untuk mengatasi kesulitan menyeberang. Ada pilihan lain, misalnya tombol penyeberangan hingga arus lalu lintas satu arah atau one way.
Curhatan Warga Medan
Warga Medan yang sebelumnya curhat soal masalah penyeberangan ini adalah Anisa Rahmadani. Ia merasa momen menyeberang di Medan seperti uji adrenalin.
ADVERTISEMENT
“Deg-degan dan menguji adrenalin. Itu jalannya cukup luas ya, itu orang aksesnya cukup sulit kalau buat pejalan kaki menyeberang,” kata Nisa pada Kamis (7/3).
“Kendaraan datang dari 2 jalur jalanan diketemukan di satu jalur,” sambungnya.
Nisa pun menceritakan satu contoh lainnya sulitnya menyeberang di Kota Medan yakni di depan kantor Wali Kota Medan. Menurutnya, di sana sudah jelas ada lampu merah dan disediakan tombol bagi pejalan kaki. Namun, pengendara justru tetap melajukan kendaraan dengan kencang.
“Nah di depan Balai Kota itu untuk menyeberang ke DPRD Sumut itu juga sebenernya sulit. Jelas ada lampu merah, kita teken tombol mau nyeberang, tapi kendaraan tetep kencang dan enggak berhenti,” kata dia.