Pengeroyokan Ade Armando, Face Recognition, dan Kekeliruan Polisi

14 April 2022 12:43 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Polisi membawa Ade Armando yang terluka saat demo 11 April di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (11/4). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Polisi membawa Ade Armando yang terluka saat demo 11 April di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (11/4). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Polisi berhasil mengidentifikasi para pelaku pengeroyokan yang dilakukan terhadap dosen Universitas Indonesia, Ade Armando. Teknologi face recognition yang dimiliki Polri, memudahkan polisi untuk mencari dan menangkap para pelaku tersebut.
ADVERTISEMENT
Namun, dua kali juga teknologi ini gagal mengidentifikasi pelaku pengeroyokan yang sebenarnya. Padahal, wajah dan identitas mereka sudah terlebih dahulu beredar di media sosial, jauh sebelum diumumkan secara resmi oleh polisi.
Lantas, apa sebenarnya teknologi face recognition tersebut, dan siapa saja yang dapat mengaksesnya?
Untuk diketahui, face recognition merupakan teknologi Artificial Intelligence (AI) atau sensor wajah dapat mengidentifikasi seseorang dari gambar digital atau video secara real time. Teknologi ini mampu memindai wajah, yang selanjutnya bisa langsung dihubungkan ke komputer atau gadget.
com-Artificial Intelligence. Foto: Shutterstock
Awalnya teknologi ini pertama kali digunakan oleh penegak hukum untuk mengidentifikasi napi tau buronan yang kabur. Tahun 2001 adalah momen teknologi Facial Recognition digunakan secara massal, yaitu dalam gelaran Super Bowl 2001. Pada saat itu seluruh pengunjung dipindai wajahnya menggunakan kamera CCTV khusus, dengan tujuan menghindari terjadinya kekerasan dan mempermudah untuk menangkap pelaku kejahatan.
ADVERTISEMENT
Namun dewasa ini, sistem pemindai wajah ini telah dipakai banyak perusahaan dan instansi dalam kehidupan sehari-hari. Teknologi pengenalan wajah di Facebook dan FaceID di perangkat iPhone, merupakan contoh penggunaan face recognition dalam kehidupan sehari-hari.
Sistem ini juga kerap digunakan perusahaan, dan penegak hukum, seperti yang telah diterapkan PT Angkasa Pura II. Mereka menggunakan sistem face recognition untuk penumpang pesawat yang akan melakukan keberangkatan melalui Bandara Soekarno Hatta (Soetta). Sistem ini telah dipakai sejak bulan Januari 2022.
Sejumlah penumpang pesawat berjalan di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Minggu (2/1/2022). Foto: Fauzan/ANTARA FOTO
Teknologi ini juga telah dipakai di sejumlah rumah sakit untuk memindai wajah pasien dan pengunjung rumah sakit. Khususnya di masa pandemi yang mengharuskan orang untuk tak saling sentuh, teknologi ini sangat bermanfaat untuk mengidentifikasi identitas pasien yang berkunjung.
ADVERTISEMENT
Polri menggunakan teknologi face recognition pada tilang elektronik atau ETLE. Melalui kamera CCTV yang dipasang, para pelanggar dapat langsung teridentifikasi berkat teknologi pemindai wajah yang segera terhubung dengan sistem database yang ada di kepolisian. Sejumlah kasus pelanggaran hingga kecelakaan lalu lintas berhasil ditangani dengan mudah berkat teknologi ini.
Dengan kata lain, semua orang sebenarnya dapat mengakses teknologi pemindai ini.

Teknologi Face Recognition Rawan Diretas?

China Menuju 1984 Foto: Sijia Jiang
Namun, meski sudah lazim digunakan, teknologi ini masih dalam tahap pengembangan, sehingga error sewaktu-waktu dapat terjadi saat memindai wajah dan mendeteksi identitas seseorang.
Masalah lain yang terjadi saat penggunaan teknologi face recognition ini adalah peretasan. Senator AI Franken misalnya, menolak aplikasi yang menggunakan teknologi facial recognition. Alasannya, facial recognition didesain untuk beroperasi dari jarak jauh tanpa sepengetahuan orang yang diidentifikasi.
ADVERTISEMENT
Seseorang tak bisa mencegah atau menolak identifikasi untuk kemudian terhubung dengan orang asing. Ini berbeda dengan identifikasi menggunakan biometrik seperti sidik jari dan iris mata, di mana keduanya masih dilakukan dengan sepengetahuan yang bersangkutan.
Bila diretas, maka pelaku dapat dengan mudah mendapatkan data pribadi seseorang hanya dengan foto atau video yang telah beredar luas.

Kasus Pengeroyokan Ade Armando

Terduga pelaku pengeroyokan Ade Armando. Foto: Dok. Istimewa
Kasus pengeroyokan terhadap Ade Armando memang menjadi perhatian. Tak hanya soal peristiwa pemukulan massalnya, tapi soal bagaimana teknologi begitu cepat mengidentifikasi orang yang dinilai melakukan pengeroyokan itu.
Hanya selang beberapa jam sejak pengeroyokan terjadi, identitas terduga pelaku pengeroyokan Ade Armando tersebar di media sosial. Sejumlah akun mengunggah foto perbandingan wajah orang saat kejadian dengan identitas yang diduga dari e-KTP. Sebab, ada foto, nama, lengkap dengan alamat.
Terduga pelaku pengeroyokan Ade Armando. Foto: Dok. Istimewa
Sedikitnya ada 4 orang terduga pelaku yang muncul namanya. Mereka yakni Abdul Latip, Dhia Ul Haq, Try Setia Budi Purwanto dan Ade Purnama.
ADVERTISEMENT
Malam harinya, polisi kemudian membenarkan keempat orang itulah yang sudah teridentifikasi dan tengah dalam pengejaran polisi.
Terduga pelaku pengeroyokan Ade Armando. Foto: Dok. Istimewa
"Iya, itu yang sudah teridentifikasi sebagai pelaku pemukulan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Endra Zulpan kepada wartawan, Senin (11/4).

2 Kali Keliru

Terduga pelaku pengeroyokan Ade Armando. Foto: Dok. Istimewa
Namun, teknologi ini tetap punya kekurangan. Polisi bahkan 2 kali keliru mengidentifikasi pelaku berdasarkan hasil pindai face recognation ini.
Pertama sosok Try Setia Budi. Pria asal Lampung itu kaget fotonya beredar di media sosial sebagai pemukul Ade Armando. Padahal dia ada di Way Kanan Lampung, dan sedang berbuka puasa.
Keesokan harinya, polisi mengungkap nama para tersangka lengkap dengan foto. Ada nama baru di luar 4 orang yang sudah disebut-sebut teridentifikasi lewat alat canggih itu. Dia adalah Abdul Manaf.
Jumpa pers perkembangan penanganan kasus Ade Armando di Polda Metro Jaya, Rabu (13/4). Foto: Jonathan Devin/kumparan
Selang beberapa jam, polisi meralat. Penyidik menemukan Abdul Manaf di Karawang, Jawa Barat. Dari pemeriksaan itu, Abdul Manaf tidak terbukti berada di lokasi apalagi melakukan pemukulan terhadap Ade Armando.
ADVERTISEMENT
"Berdasarkan penggunaan teknologi face recognition Polda Metro tingkat akurasinya pada saat itu belum 100 persen, Abdul Manaf, karena orang yang kita duga pelaku itu menggunakan topi sehingga begitu topinya dibuka tingkat akurasinya tidak 100 persen," ungkap Zulpan di Mapolda Metro Jaya, Rabu (13/4).
Dengan itu, status tersangka terhadap Abdul Manaf otomatis gugur.
Saat ini sudah ada 3 pelaku pemukulan dan 1 provokator yang ditangkap. Mereka tengah menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya.
Kini, polisi masih harus memburu 3 pelaku lainnya, termasuk sosok pria bertopi yang sempat teridentifikasi sebagai Abdul Manaf.