Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Pengunjung Sidang Tepuk Tangan saat JK Bersaksi, Hakim Tegur
16 Mei 2024 12:41 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK), dihadirkan sebagai saksi meringankan bagi eks Dirut Pertamina, Karen Agustiawan, dalam sidang dugaan korupsi terkait pembelian liquefied natural gas (LNG), di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (13/5).
ADVERTISEMENT
Dalam memberikan kesaksian itu, ada momen para pengunjung bertepuk tangan saat mendengar keterangan JK. Namun, hakim pun menegur para pengunjung sidang.
Mulanya, hakim bertanya terkait Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010.
"Apakah dalam Instruksi Presiden itu ada membicarakan pengadaan untuk LNG ini bisa diimpor dari luar? Ada enggak tertulis dari instruksi itu?" tanya hakim dalam persidangan.
"Rasanya tidak pernah, apa pun, Keppres, tidak pernah detail," jawab JK.
"Tidak detail kayak gitu, ya?" tanya hakim.
"Iya, hanya kebijakan saja, dan kebijakan itu tanggung jawab kepada instansi atau lembaga atau perusahaan, yang bertanggung jawab akan bidang itu," terang JK.
Kemudian, hakim bertanya apakah JK mendengar perkembangan PT Pertamina memperoleh keuntungan atau justru mengalami kerugian. JK pun menjawab tidak mengikuti lagi perkembangannya setelah berakhirnya masa jabatannya sebagai wakil presiden pada 2009.
ADVERTISEMENT
Lalu, hakim pun menggali pengetahuan JK mengenai alasan Karen Agustiawan ditetapkan menjadi terdakwa dalam kasus ini.
"Sebabnya terdakwa duduk di sini kenapa? Apa persoalannya? Tahu saksi?" tanya hakim.
"Apa?" jawab JK memastikan pertanyaan hakim.
"Sebab terdakwa ini sampai dijadikan terdakwa di sini, tahu Saudara?" tanya hakim mengulangi pertanyaannya.
"Oh saya juga bingung kenapa dia jadi terdakwa, bingung karena dia menjalankan tugasnya," jelas JK.
Lalu, hakim kembali mencecar JK apakah mengetahui Pertamina mengalami keuntungan atau justru kerugian.
"Jadi, Bapak tidak tahu apakah Pertamina itu merugi atau untung, enggak tahu?" tanya hakim.
"Tidak, tidak. Tapi, gini, saya boleh tambahkan, kalau suatu kebijakan bisnis, langkah bisnis rugi cuma dua kemungkinannya, dia untung dan rugi. Kalau semua perusahaan rugi harus dihukum, maka seluruh BUMN Karya harus dihukum, ini bahayanya. Kalau satu perusahaan rugi harus dihukum...," jawab JK.
ADVERTISEMENT
Penjelasan JK itu tiba-tiba terpotong. Sebab, hadirin sidang bertepuk tangan saat mendengar kesaksiannya.
"Maka, semua perusahaan negara harus dihukum, dan itu akan menghancurkan sistem," kata JK melanjutkan keterangannya.
Mendengar tepuk tangan itu, hakim pun menegur hadirin sidang.
"Jangan, tolong ya, penonton tidak ada tepuk tangan di sini, ya, karena di sini bukan menonton, ya, kita mendengar fakta di sini ya. Tolong jangan bertepuk tangan dalam persidangan," tegur hakim.
"Kalau memang benar keterangan saksi ini, dipahami saja masing-masing, ya, jangan, mohon kami ya, tidak perlu bertepuk tangan," pungkas hakim.
Adapun dalam kasus ini, Karen didakwa melakukan korupsi terkait Liquified Natural Gas (LNG). Perbuatannya itu disebut merugikan negara lebih dari Rp 1 triliun.
ADVERTISEMENT
Dalam dakwaan, Karen Agustiawan disebut melakukan perbuatan itu bersama Yenni Andayani selaku Senior Vice President (SVP) Gas & Power Pertamina Tahun 2013-2014 dan Hari Karyuliarto selaku Direktur Gas PT Pertamina tahun 2012-2014.
Atas perbuatannya, Karen disebut memperkaya diri sendiri sebesar Rp 1.091.280.281,81 dan USD 104.016,65 atau setara Rp 1,6 miliar). Serta memperkaya korporasi Corpus Christi Liquefaction, tetapi belum diketahui nilainya.
Total kerugian negara dalam kasus ini mencapai USD 113.839.186,60 atau setara Rp 1,778,192,382,085.83 (1 USD = Rp 15.619,4).
Karen Agustiawan dkk dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.