Penjelasan Dewas TVRI terkait Penonaktifan Helmy Yahya Sebagai Dirut

8 Desember 2019 8:13 WIB
Menkominfo Johnny G Plate (tengah) memberikan keterangan pers terkait isu TVRI. Foto: Abyan Faisal Putratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menkominfo Johnny G Plate (tengah) memberikan keterangan pers terkait isu TVRI. Foto: Abyan Faisal Putratama/kumparan
ADVERTISEMENT
Dewan Pengawas TVRI menonaktifkan Direktur Utamanya, Helmy Yahya, melalui surat yang dikeluarkan pada 4 Desember lalu. Namun, Helmy pun memberontak. Ia tak menerima di-nonaktifkan dan menyatakan masih Dirut TVRI.
ADVERTISEMENT
Kisruh ini pun terus mencuat, dan pada akhirnya Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate mengambil langkah untuk memediasi. Kedua belah pihak, baik Helmy Yahya dan Dewan Direksi pun sudah bertemu secara terpisah.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate melakukan rapat kerja bersama Komisi I DPR RI di Komplek Parlemen. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Menurut Johnny, permasalahan yang ada di TVRI ini sudah berlangsung lama. Dan puncaknya terjadi saat SK penonaktifan Helmy Yahya keluar. Namun, Johnny tidak mau mengungkap masalah yang terjadi secara detail.
kumparan pun mencoba meminta penjelasan kepada Dewan Pengawas terkait persoalan ini. Salah satu anggota Dewan Pengawas, Maryuni Kabul Budiono, menjelaskan mengenai penonaktifan Helmy Yahya sebagai Dirut TVRI.
Logo Televisi Republik Indonesia yang baru Foto: wikipedia
Menurut Kabul, Surat Pemberitahuan Rencana Pemberhentian (SPRP) bersifat rahasia, sehinga ia tidak bisa merinci apa alasan penonaktifan ini. Hanya saja, kata dia, surat tersebut bukan secara otomatis Dewan Pengawas memecat Helmy.
ADVERTISEMENT
"Surat itu artinya pemberitahuan, artinya ada waktu bagi Saudara Helmy Yahya untuk berkonsentrasi dan memberikan jawaban atas SPRP," kata Kabul saat ditemui kumparan, Sabtu (7/12).
Dalam SPRP itu, Helmy diberi waktu selama satu bulan untuk menjawabnya. Kemudian, Dewan Pengawas akan mempertimbangkan jawaban dari Helmy.
"Dewas nanti akan menjawab yes or no, itu lebih demokratis. Jadi kalau dikatakan Dewas itu dikatakan semena-mena, ya kami hanya melaksanakan peraturan perundang-undangan saja," kata Kabul.
Helmy Yahya. Foto: Instagram/@helmyyahya
Tapi, terkait poin-poin alasan penonaktifan Helmy dalam SPRP Kabul enggan menjelaskannya secara detail. Menurutnya, biarlah hal ini diselesaikan secara internal TVRI dan tidak perlu dibawa ke ranah publik.
"Kita kan punya pertimbangan-pertimbangan menerbitkan SPRP. Isinya kita tidak boleh dikeluarkan ke siapa pun, kita menjaga privasi," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Helmy Yahya dipilih sebagai Dirut TVRI pada November 2017. Kabul menjelaskan, setiap 6 bulan sekali, Direktur Utama dan jajaran Direksi lainnya selalu dievaluasi dan dinilai. Helmy pun dinilai cukup hingga semester pertama 2019.
"Sampai Juni kemarin, dinilai cukup," jelas Kabul.
Saat ditanya kaitannya penonaktifan Helmy sebagai Dirut dengan adanya keluhan dari salah satu stasiun televisi swasta karena persaingan, Kabul mengaku belum mengetahuinya. Namun secara prinsip, kata Kabul, TVRI merupakan Lembaga Penyiaran Publik yang berbeda visi dan misinya dengan televisi swasta.
"TVRI merupakan televisi publik, yang dibiayai negara melalui APBN. Kita inform, educate, entertain, lalu pelestari budaya keberagaman," jelas Kabul.
Hal itulah kata Kabul, yang juga pernah disoroti DPR komisi I dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
"Kami sebetulnya mencatat apa yang disebutkan komisi I DPR, dalam RDP komisi I, TVRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik harus melaksanakan unsur pendidikannya lebih baik," pungkasnya.