Penjelasan MK: Debt Collector Tak Boleh Sita Barang Kredit Secara Paksa

11 September 2021 17:12 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Juru Bicara MK, Fajar Laksono. Foto: Darin Atiandina/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Juru Bicara MK, Fajar Laksono. Foto: Darin Atiandina/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutus permohonan uji materi terhadap Pasal 15 Ayat 2 UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Gugatan tersebut dilayangkan seorang warga bernama Joshua Michael Djami.
ADVERTISEMENT
Fidusia merupakan pengalihan hak kepemilikan sebuah benda, di mana registrasi hak kepemilikannya masih dalam kekuasaan pemilik benda tersebut.
Putusan yang tertuang dalam Nomor 2/PUU-XIX/2021 yakni di halaman 83 paragraf 3.14.3, menyatakan mekanisme eksekusi jaminan fidusia. Termasuk yang dilakukan debt collector dalam menagih kredit macet.
Berikut bunyinya:
[3.14.3] Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, menurut Mahkamah, Pemohon tidak memahami secara utuh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 dalam kaitannya dengan kekuatan eksekutorial sertifikat jaminan fidusia. Adanya ketentuan tidak bolehnya pelaksanaan eksekusi dilakukan sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada Pengadilan Negeri pada dasarnya telah memberikan keseimbangan posisi hukum antara debitur dan kreditur serta menghindari timbulnya kesewenang-wenangan dalam pelaksanaan eksekusi. Adapun pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia melalui pengadilan negeri sesungguhnya hanyalah sebagai sebuah alternatif yang dapat dilakukan dalam hal tidak ada kesepakatan antara kreditur dan debitur baik berkaitan dengan wanprestasi maupun penyerahan secara sukarela objek jaminan dari debitur kepada kreditur. Sedangkan terhadap debitur yang telah mengakui adanya wanprestasi dan secara sukarela menyerahkan objek jaminan fidusia, maka eksekusi jaminan fidusia dapat dilakukan oleh kreditur atau bahkan debitur itu sendiri;
ADVERTISEMENT
Juru bicara MK, Fajar Laksono, menjelaskan mengenai putusan tersebut. Dia mengatakan, putusan itu tak berbeda dengan putusan sebelumnya dan hanya merupakan penegasan.
Fajar menjelaskan, maksud dari putusan tersebut yakni adanya alternatif yang bisa dilakukan kreditor apabila kesepakatan penyerahan jaminan fidusia tak menemui kesepakatan. Alternatif tersebut harus melewati pengadilan.
Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Aditia Noviansyah
Fajar menjelaskan, putusan tersebut tetap tidak memperbolehkan kreditor menarik jaminan fidusia secara paksa.
"Alternatif yang dimaksudkan adalah pilihan apabila kesepakatan wanprestasi tidak dicapai dan tidak ada penyerahan sukarela terhadap objek jaminan, maka pilihannya adalah eksekusinya tidak boleh dilakukan sendiri (kreditor), tapi minta bantuan pengadilan (bukan dengan mengajukan gugatan)," kata Fajar saat dihubungi, Sabtu (11/9).
Putusan itu, kata Fajar, juga berlaku untuk semua objek jaminan fidusia, termasuk objek fidusia terhadap benda tetap (tidak bergerak) yang tidak dibebani hak tanggungan.
ADVERTISEMENT
"Bahwa untuk objek fidusia benda tetap yang tidak dibebani hak tanggungan, itu adalah salah satu jenis objek fidusia yang diperintahkan undang-undang. (Vide pasal 1 angka 2 UU fidusia)," pungkasnya.
Putusan ini dibacakan dalam sidang putusan MK pada Selasa (31/8) oleh sembilan hakim MK yaitu Anwar Usman, selaku Ketua merangkap anggota, Aswanto, Daniel Yusmic P. Foekh, Suhartoyo, Enny Nurbaningsih, Arief Hidayat, Manahan M.P. Sitompul, Saldi Isra dan Wahiduddin Adams.