Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Perdebatan Definisi 'Terduga Teroris' di Pembahasan RUU Terorisme
29 Mei 2017 12:37 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
Sejumlah pasal masih menjadi perdebatan di dalam pembahasan revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Antiterorisme). Salah satu poin yang belum disepakati adalah definisi terorisme itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Panja RUU Antiterorisme Supiadin Aries Saputra menyebut DPR dan pemerintah tak mau sembarangan melakukan pencegahan aksi terorisme. Ia mencontohkan definisi kata diduga pun masih multi interpretasi dan masih terus dibahas.
"Dalam konteks pencegahan, kita tidak mau sembarangan. Untuk mengatakan kata 'diduga' itu ada syaratnya. Enggak bisa kita 'diduga' hanya berdasarkan orang perorangan," kata Supiadin di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (29/5).
Supiadin mengatakan dalam pasal pencegahan, Panja mengatur beberapa definisi soal kata diduga dalam penanganan terorisme. Misalnya diduga keras. Seseorang disebut diduga keras sebagai teroris ketika sudah ada laporan intelijen yang menyatakan bahwa ia memiliki indikasi sebagai teroris. Laporan ini, kata dia, bukanlah laporan perorangan melainkan laporan yang disahkan oleh BIN, Bareskrim, atau BAIS.
ADVERTISEMENT
Baca juga:
Kriteria diduga yang lain yaitu patut diduga. Menurut dia, seseorang yang disebut patut diduga sebagai teroris tidak boleh ditangkap.
"Kalau patut diduga itu perlu dipanggil, bukan ditangkap, dimintai keterangan," ujarnya.
Indikator ketiga yaitu yang sudah terbukti sangat nyata merupakan bagian dari aksi terorisme. "Kalau sudah nyata, maka bisa langsung dilakukan penyelidikan," ujarnya.
Politikus Partai Nasdem ini menilai pemerintah tidak bisa sembarangan menangkap seseorang karena diduga terlibat aksi terorisme. Menurut dia, Panja RUU Antiterorisme sebisa mungkin menghormati hak warga negara.
ADVERTISEMENT
"Kita harus hormat HAM, hukum, dan keadilan. Kita tidak ingin ada warga kita dilakukan penangkapan sewenang-wenang karena hanya diduga tanpa dasar yang kuat. Itu konsep yang sudah lama ada di dalam undang-undang ini," tuturnya.
Supiadin mengatakan sejak awal undang-undang antiterorisme ini terdiri dari 3 substansi utama. Pertama, bagaimana melakukan pencegahan semaksimal mungkin agar aksi terorisme tidak terjadi.
Kedua, lanjut Supiadin, bagaimana konsep penindakan melibatkan TNI dan instansi lain.
"Ketiga konsep rehabilitasi yaitu bagaimana penanganan korban luka ringan, berat, tewas, kerusakan akibat terorisme. Di sini diperlukan kehadiran negara. Jadi di undang-undang yang baru ini, nanti kita melihat kehadiran negara," ujarnya.