Peredaran Obat Keras Ilegal di Jabodetabek Libatkan Asisten Dokter dan Apoteker

22 Agustus 2023 18:13 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Barang bukti yang disita polisi dalam kasus obat keras daftar G yang tidak sesuai ketentuan, Selasa (22/8). Foto: Thomas Bosco Foto: Thomas Bosco/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Barang bukti yang disita polisi dalam kasus obat keras daftar G yang tidak sesuai ketentuan, Selasa (22/8). Foto: Thomas Bosco Foto: Thomas Bosco/kumparan
ADVERTISEMENT
Polda Metro Jaya mengungkap kasus peredaran obat keras ilegal di Jabodetabek sepanjang Januari-Agustus 2023. Dirreskrimsus Polda Metro Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak mengatakan peredaran obat tersebut sudah berlangsung selama 5 tahun.
ADVERTISEMENT
"Jadi sekitar 3 sampai 5 tahun [praktik-praktik peredaran obat keras itu]," ungkap Ade di kantornya, Selasa (22/8).
Menurut Ade, dari hasil pengungkapan kasus itu, pihaknya menemukan ada 26 orang yang jadi tersangka dalam kasus ini. Di antaranya ada asisten dokter dan apoteker.
Modus mereka beragam. Pertama, memalsukan resep dokter kepada calon pembeli.
"Resep itulah kemudian diklaim ke apotek atau toko obat untuk mendapatkan sejumlah obat yang diinginkan," terang Ade.
"Sampai saat kita lakukan penyidikan ini, ini hanya dilakukan oleh oknum nakes, asisten apoteker, asisten dokter maupun perawat di klinik," lanjutnya.
Modus kedua adalah oknum nakes yang terdaftar membuat resep obat, namun tak memiliki izin praktik dan tidak sesuai kompetensi. Sementara modus ketiga adalah karyawan apotek yang bukan nakes membuat resep dokter.
ADVERTISEMENT
Resep dokter yang dijual tersebutlah yang kemudian digunakan oleh para pembeli untuk mendapatkan obat-obatan keras tersebut dengan mudah. Baik untuk dijual kembali maupun untuk dikonsumsi sendiri.
"Modus operandi yang diungkap [lainnya] yaitu melalui pabrikan atau pabrik yang tidak sesuai ketentuan, kemudian impor, yang kemudian diperdagangkan dan diedarkan di Indonesia tanpa izin resmi dari BPOM, dan terakhir adalah rekayasa kemasan," ujar Ade.
"Tanggal kedaluwarsa obat yang dimaksud yang sudah habis masa kedaluwarsa kemudian dihidupkan kembali. Ini yang menjadi kerawanan ketika dikonsumsi masyarakat," lanjutnya.
Ditreskrimsus ungkap puluhan ribu butir obat keras golongan G senilai Rp 45 M dan sejumlah tersangka di Polda Metro, Selasa (22/8). Foto: Thomas Bosco/kumparan
Ade menyebut para pelaku nekat melakukan hal itu karena masalah ekonomi. Polisi saat ini masih mendalami keuntungan yang didapat para pelaku dari hasil bisnis haram tersebut.
"Pastinya keuntungan. Masih terus kita update [jumlah keuntungan], tapi yang pasti motifnya keuntungan," kata Ade.
ADVERTISEMENT

Ratusan Ribu Butir Obat Disita

Dalam pengungkapan kasus itu polisi menyita 231.662 butir obat senilai Rp 45.668.000.000.
Obat-obat tersebut diamankan dari 24 TKP yang tersebar di sejumlah wilayah Jabodetabek. Berikut daftarnya:
Barang bukti yang disita polisi dalam kasus obat keras daftar G yang tidak sesuai ketentuan, Selasa (22/8). Foto: Thomas Bosco Foto: Thomas Bosco/kumparan
Obat-obat golongan G yang diamankan tersebut di antaranya adalah Heximer, Tramadol hingga Aprazonal.
"Apabila ditotal dari empat kasus dari Januari-Agustus total nilai barang sebesar [Rp] 45.668.000.000," jelas Ade kepada wartawan.
ADVERTISEMENT
"Obat-obat yang dimaksud mempunyai beberapa efek. Baik efek psikomotorik, pengaruh psikologis maupun risiko overdosis apabila digunakan dalam jangka panjang," sambungnya.
Selain obat-obat tersebut, polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti, yakni: Uang tunai Rp 26.849.000; 14 handphone; 4 bundel dan 3 lembar strip resep dokter; 3 bundel segel Bayer dan Pfizer; 5.000 butir kapsul obat kosong; 1 unit mobil; 2 unit alat press obat.
Dalam kasus ini ada 26 orang yang jadi tersangka. Mereka kini ditahan di Rutan Polda Metro Jaya untuk kepentingan penyelidikan lebih lanjut.
Ditreskrimsus ungkap puluhan ribu butir obat keras golongan G senilai Rp 45 M dan sejumlah tersangka di Polda Metro, Selasa (22/8). Foto: Thomas Bosco/kumparan
Mereka dijerat Pasal 196 jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pasal 60 angka 10 jo angka 4 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Atas Perubahan Pasal 197 jo Pasal 106 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
ADVERTISEMENT
Selain itu juga dijerat Pasal 198 jo Pasal 108 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 86 ayat (1) jo Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan dijerat Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.