Peristiwa-peristiwa Penting Sebelum Gedung Utama Kejaksaan Agung Terbakar

24 Agustus 2020 15:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas pemadam kebakaran berusaha mendinginkan kebakaran di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta. Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Petugas pemadam kebakaran berusaha mendinginkan kebakaran di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta. Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sabtu (22/8) malam, jam menunjukkan pukul 19.10 WIB, tiba-tiba terlihat api di salah satu sudut gedung utama Kejaksaan Agung. Api mulai menjalar ke bagian gedung yang lain. Tak ada yang menyangka, malam Minggu itu menjadi malam yang kelam bagi Kejaksaan Agung.
ADVERTISEMENT
Gedung berlantai 6 yang diresmikan pada 22 Juli 1968 itu terbakar habis. Ruangan Jaksa Agung dan pimpinan Kejagung lainnya ludes dilalap api. Sebanyak lebih dari 230 petugas dan 65 unit mobil Damkar DKI Jakarta baru bisa memadamkan kebakaran pada Minggu (23/8) pagi atau hampir 12 jam kemudian.
Polisi kini tengah menyelidiki apa yang menjadi penyebab kebakaran tersebut. Sejumlah CCTV sudah diamankan, saksi-saksi diperiksa, dan olah TKP tengah dilakukan.
Kejagung menyerahkan sepenuhnya penyelidikan kepada polisi. Kapuspenkum Kejagung, Hari Setiyono, meminta publik tak berspekulasi macam-macam mengenai penyebab kebakaran. Menko Polhukam, Mahfud MD, juga menyuarakan hal yang sama.
Keduanya menegaskan berkas perkara aman dan tak terbakar lantaran berada di bagian gedung yang lain.
Foto udara gedung utama Kejaksaan Agung yang terbakar di Jakarta, Minggu (23/8/2020). Foto: ADITYA PRADANA PUTRA/ANTARA FOTO
Namun spekulasi publik yang liar tak bisa dihindari. Bahkan spekulasi tersebut juga disampaikan Ketua MPR, Bambang Soesatyo. Bamsoet -demikian ia disapa- menduga ada upaya sabotase dalam kebakaran hebat tersebut. Kasus-kasus besar yang ditangani Kejagung beberapa waktu terakhir menjadi sebab munculnya spekulasi itu.
ADVERTISEMENT
"Muncul juga dugaan kalau kebakaran itu sebagai tindakan sabotase untuk menghilangkan barang bukti atau berkas perkara, mengingat Kejagung saat ini sedang menangani dua kasus besar yang menjadi sorotan publik, yakni kasus Djoko Tjandra dan kasus korupsi di tubuh PT Asuransi Jiwasraya," kata Bamsoet pada Minggu (23/8).
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Sementara ICW menduga ada kemungkinan upaya penghilangan barang bukti di balik kebakaran tersebut. Sebab, kata ICW, Kejagung sedang menangani banyak perkara besar, salah satunya dugaan suap yang dilakukan Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
"Bukan tidak mungkin ada pihak-pihak yang merencanakan untuk menghilangkan barang bukti yang tersimpan di gedung tersebut," ucap peneliti ICW, Kurnia Ramadhana.
Lalu apa saja peristiwa-peristiwa penting yang terjadi sebelum kebakaran terjadi hingga memunculkan spekulasi liar di publik?
Ilustrasi Asuransi Jiwasraya. Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Jiwasraya

Kejagung mulai mengusut dugaan kasus korupsi dana investasi Jiwasraya sejak Desember 2019.
ADVERTISEMENT
Seiring proses penyidikan, Kejagung menetapkan 6 tersangka yakni Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018, Hendrisman Rahim; Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018, Hary Prasetyo; dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya, Syahmirwan.
Lalu, Direktur Utama PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro; Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk, Heru Hidayat; dan Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartomo Tirto.
Mereka telah dibawa ke persidangan untuk diadili. Mereka diduga melakukan korupsi dalam pengelolaan dana Jiwasraya. Akibatnya, keuangan negara dirugikan sebesar Rp 16,8 triliun berdasarkan audit BPK tanggal 9 Maret 2020.
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan dana dan penggunaan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Pada 25 Juni 2020, Kejaksaan Agung menetapkan 13 korporasi atau dalam peraturan OJK disebut manajer investasi sebagai tersangka. Selain itu, tersangka lain yang dijerat ialah Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Fakhri Hilmi.
ADVERTISEMENT
Sebanyak 13 korporasi dijerat sebagai tersangka lantaran diduga tidak bertindak secara independen demi kepentingan nasabah/investor yaitu PT. AJS dalam pengelolaan reksadana nasabah/PT. AJS.
Kejagung menduga 13 MI dikendalikan Heru dan Benny yang sudah disepakati dengan Hendrisman Rahim, Syahmirwan, dan Hary Prasetyo, melalui Joko Hartono Tirto.
Sementara Fahri diduga mengetahui adanya penyimpangan transaksi saham oleh Heru Hidayat. Namun diduga hal tersebut diabaikan Fahri karena sudah ada kesepakatan dengan Erry Firmansyah dan Joko Hartono Tirto yang punya afiliasi dengan Heru Hidayat.
Akibat dari perbuatan Fahri Hilmi yang tidak memberikan sanksi yang tegas terhadap produk reksadana yang terindikasi markup, turut menyebabkan kerugian yang lebih besar bagi PT. Asuransi Jiwasraya pada tahun 2018.
Jaksa Pinangki. Foto: Instagram/@ani2medy

Jaksa Pinangki

Spekulasi liar lain mengenai terbakarnya gedung Kejaksaan Agung turut dikaitkan dengan penanganan perkara pelarian Djoko Tjandra. Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan Jaksa Pinangki Sirna Malasari sebagai tersangka.
ADVERTISEMENT
Terkuaknya keterlibatan Pinangki dalam pelarian Djoko Tjandra berawal dari beredarnya foto keduanya di media sosial. Tercatat Jaksa Pinangki sudah 2 kali bertemu Djoko Tjandra di Malaysia pada akhir 2019.
Pada awalnya, Jaksa Pinangki dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan.
Perkara Jaksa Pinangki kemudian ditangani penyidik JAMPidsus. Ia pun ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga dijanjikan suap senilai USD 500 ribu untuk menangani upaya PK di PN Jaksel. Meski sudah menetapkan Pinangki sebagai pihak penerima suap, namun Kejagung belum menetapkan pemberi suap.
Penetapan tersangka dilakukan usai gelar perkara pada 11 Agustus 2020. Pada hari itu juga, Jaksa Pinangki ditangkap lalu ditahan.
Terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra (tengah) dibawa petugas Kepolisian. Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
Dalam kasus ini, selain Pinangki, ada petinggi Kejagung yang diduga menghubungi Djoko Tjandra pada 29 Juni atau saat kasus itu sudah ramai dibicarakan. Informasi tersebut diterima Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) dan disampaikan ke Komisi Kejaksaan (Komjak).
ADVERTISEMENT
Berkaitan dengan pejabat tinggi di Kejaksaan Agung hubungi Djoko Tjandra setelah tanggal 29 Juni 2020. Artinya setelah Jaksa Agung melakukan pembongkaran Djoko Tjandra masuk Indonesia itu nampaknya masih ada pejabat Kejaksaan Agung pejabat tinggi lakukan komunikasi dengan Djoko Tjandra," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, dalam keterangannya.
Boyamin mengatakan, pejabat di Kejaksaan Agung itu diduga menghubungi Djoko Tjandra yang tengah berada di Kuala Lumpur, Malaysia. Tak dibeberkan apa saja isi pembicaraan tersebut.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Hari Setiyono. Foto: Helmi Afandi/kumparan
Mengenai dugaan keterlibatan petinggi Kejagung dalam perkara Pinangki, Kapuspenkum Kejagung, Hari Setiyono, menyatakan penyidik terus mengembangkan kasus tersebut. Dalam proses penyidikan, kata Hari, penyidik akan mencari siapa saja pihak yang harus bertanggungjawab selain Pinangki.
"Dalam perkembangan penyidikan selanjutnya penyidik akan mengupas atau dalami siapa saja yang berperan dalam hal pasal yang disangkakan kepada tersangka," ucap Hari.
Ilustrasi Kejaksaan Agung. Foto: Nugroho Sejati/kumparan

Pergantian 3 Jaksa Agung Muda

Di tengah penanganan kasus-kasus besar, Jaksa Agung ST Burhanudin mengganti tiga Jaksa Agung Muda pada awal Agustus. Ketiganya yakni Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Jan S Maringka; Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan M Yusni; dan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum Sunarta.
ADVERTISEMENT
Posisi Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen diisi Sunarta yang sebelumnya menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Bidang pidana Umum.
Sementara, posisi Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan diisi Amir Yanto yang sebelumnya menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
Lalu, posisi Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum diisi Fadil Zumhana yang sebelumnya menjabat sebagai Staf Ahli Jaksa Agung bidang Perdata dan Tata Usaha Negara.
Hari menegaskan mutasi tersebut merupakan hal biasa. Ia membantah mutasi ini terkait dengan perkara.
"Bahwa mutasi atau rotasi jabatan di lingkungan Kejaksaan RI adalah hal yang biasa sesuai dengan kebutuhan organisasi. Oleh karena itu mutasi atau rotasi pejabat eselon 1 tersebut diatas adalah dalam rangka kepentingan organisasi dan penyegaran personil," kata dia.
ADVERTISEMENT
"Sehingga tidak ada kaitannya dengan penanganan kasus, perkara atau hal lainnya, adapun waktu pelantikan akan ditentukan lebih lanjut," sambungnya.
Petugas Pemadam Kebakaran mengecek kondisi gedung utama Kejaksaan Agung yang terbakar di Jakarta, Minggu (23/8). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
Meski begitu, kinerja Jaksa Agung Muda, khususnya Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen, sempat disorot Burhanuddin saat rapat bersama dengan Komisi III DPR pada 29 Juni.
Burhanuddin mengakui intelijen kejaksaan masih lemah terkait leluasanya Djoko Tjandra, yang saat itu masih buron, bisa mendaftarkan PK di PN Jakarta Selatan.
"Kami memang ada kelemahan, pada 8 Juni Djoko Tjandra informasinya datang di PN Jaksel untuk mendaftarkan PK. Ini jujur kelemahan intelijen," ucap Burhanuddin.
Lantas apakah kebakaran di Kejaksaan Agung ada kaitannya dengan spekulasi yang muncul di masyarakat? Mari kita tunggu hasil penyelidikan Polri.
ADVERTISEMENT