Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
ADVERTISEMENT
“Pak, apa ada tempat latihan bulu tangkis (klub) untuk anak-anak seperti saya?” tanya seorang siswa SDN Malambigu, Tolitoli, Sulawesi Tengah bernama Arjuna pada guru olahraganya, Syarifudin Pamboang (33).
ADVERTISEMENT
Sang guru pun bingung menjawab pertanyaan itu. Jangankan di desa mereka, di tingkat kecamatan sekalipun, tak ada gedung untuk lapangan bulu tangkis. Jadi, sudah pasti tak ada klub atau tempat latihan bulu tangkis seperti yang ditanyakan bocah 11 tahun itu.
Pertanyaan Arjuna tersebut terus terkenang dalam benak Syarif. Apalagi, Arjuna merupakan siswa andalan SDN Malambigu di bidang bulu tangkis. Bocah kelas 4 SD itu, menjadi perwakilan sekolah di Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) tingkat kecamatan, 2018 lalu.
Kepada kumparan, Arjuna mengenang masa-masa latihannya sebelum berlaga di O2SN. Salah satunya, tentang latihan dengan raket kayu yang terasa berat.
“Sulit, kalau kita mau kejar bola jatuh terus karena berat raketnya,” katanya, Senin (29/4).
Bocah berperawakan kurus tinggi itu mengaku, membuat sendiri garis lapangan bulu tangkis di halaman sekolahnya dengan linggis. Di lapangan itu pula, Syarif mengajari dia cara mengejar dan memukul kok.
ADVERTISEMENT
Beberapa pekan berlatih, tiba saatnya Arjuna mewakili SDN Malambigu dalam O2SN kecamatan. Kala itu dia melaju bersama seorang perwakilan siswi kelas 5, bernama Citra Dahril.
Kali itu, Arjuna dan Citra dibekali raket sungguhan yang baru dibeli sekolah. Keduanya tak perlu lagi menggunakan raket kayu untuk bertanding.
Akan tetapi, rasa grogi sempat melanda Arjuna. Alhasil, permainannya di set pertama menjadi tidak karuan. Beruntung, setelah ditenangkan oleh sang guru, permainan Arjuna membaik hingga akhirnya finis sebagai juara satu.
“Tahun 2018 saya juara dan mewakili Dampal Utara ke tingkat kabupaten (O2SN Kabupaten Tolitoli),” kata bocah yang begitu mengidolakan Jonatan Christie itu.
Selain Arjuna, Citra juga meraih gelar serupa. Keduanya mencatat sejarah, karena untuk pertama kalinya SDN Malambigu meraih juara di tingkat kecamatan. Keduanya menyingkirkan wakil-wakil dari tujuh desa lain.
ADVERTISEMENT
Lepas dari euforia juara, Arjuna dan Citra kembali berlatih untuk menghadapi ajang lebih tinggi. Bila sebelumnya mereka hanya berlatih sore sepulang sekolah, maka porsi tersebut ditambah oleh Syarif.
“Kan kebetulan di situ (jalan di samping sekolah) ada lampu jalan. Saya pikir, ah di kota nanti mainnya di GOR otomatis beda nuansa pencahayaannya, tidak matahari. Makanya saya biasa latihan malam sama Citra dan Arjuna. Pakai rafia (sebagai net), dari setelah Isya sampai jam 09.00 atau 10.00,” jelas Syarif.
Ketika keduanya berlatih, terkadang warga sekitar turut menyaksikan dan menyemangati. Mereka merasa marwahnya sebagai warga Desa Malambigu terangkat dengan kiprah Arjuna dan Citra.
“Bangga saya bisa bawa nama Malambigu dengan bulu tangkis,” ucap salah satu warga bernama Ramlia sambil menepuk dadanya.
ADVERTISEMENT
Beberapa pekan dilalui oleh Arjuna dan Citra dengan berlatih pagi, sore, dan malam. Pertandingan O2SN kabupaten sudah di depan mata. Keduanya pun menuju pusat kota yang berjarak kurang lebih 95 km. Melewati jalanan pegunungan yang berkelok-kelok. Sebuah kesempatan yang jarang bagi kedua bocah tersebut.
Setibanya di arena pertandingan, baik Arjuna dan Citra tak menyangka banyak penonton yang datang. Para penonton yang hadir adalah pendukung dari perwakilan sembilan kecamatan lain yang berlaga di O2SN.
Arjuna yang lebih muda dari Citra saat itu grogi bukan main. Langkahnya terasa berat saat mengejar kok. Apa yang sudah dilatih selama di Malambigu tak bisa dia praktikkan sepenuhnya. Jatuhnya mental Arjuna diperparah dengan kondisi peralatan yang dibawanya.
ADVERTISEMENT
“Waktu itu sepatu saya licin. Raket mau patah, sudah bengkok-bengkok,” sebut dia.
Mendapati anak didiknya dalam kesulitan, Syarif mengambil inisiatif mencari air gula untuk dioleskan ke alas sepatu Arjuna. Harapannya, agar sepatu itu tak lagi licin. Tapi nyatanya, hal tersebut tidak sepenuhnya berfungsi.
“Saya biasa kasih gini telinganya (digosok-gosok). Telinganya biar panas dan enggak down,” terang Syarif.
Setelah telinganya digosok, permainan Arjuna perlahan membaik. Tetapi masalah kembali menerpa. Raket yang sudah bengkok itu patah dan dia pun tak punya raket cadangan.
Walau akhirnya mendapat raket pinjaman, Arjuna tidak mampu melangkah lebih jauh.Dia mengaku, masih kalah jam terbang dengan peserta dari kota yang peralatannya jauh lebih baik.
Sama dengan Arjuna, Citra pun tak bisa berbuat banyak di kompetisi tersebut. Siswi berusia 12 tahun itu demam panggung saat aksinya disaksikan banyak penonton. Alhasil, dia dan Arjuna tidak mampu menjadi wakil Tolitoli untuk kejuaraan di tingkat Provinsi.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Arjuna dan Citra tetap pulang dengan kepala tegak. Terutama Arjuna yang masih kelas 4 SD dan masih punya kesempatan mewakili desanya pada kompetisi tahun berikutnya.
Niat baik itu pun disambut baik oleh kedua orang tua Arjuna. Kepada kumparan, Rahman, ayah Arjuna melihat tekad kuat bermain bulu tangkis sejak anaknya itu kelas 3 SD.
“Memang hobinya itu. Saya lihat ada potensi untuk itu. Saya biasa belikan bola (kok). saya belikan raket, cuma raket murahan sih,” cerita Rahman yang sehari-hari berprofesi membuat gerabah.
Satu dus kok kini berada di rumah Arjuna. Kok-kok itu adalah bekas yang didapatkan Rahman dari Kalimantan. Rahman mengaku akan terus berjuang untuk mewujudkan cita-cita Arjuna.
Namun, lagi-lagi masalah biaya menjadi penghalang. Dia sedikit sedih kala mengenang cerita Arjuna menyambut pertandingan di kabupaten.
ADVERTISEMENT
“Waktu mau ke kabupaten saya mau belikan sepatu tapi dananya tidak ada,” ucap Rahman.
Hingga akhirnya, Arjuna harus memakai sepatu yang biasa dia kenakan ke sekolah. Hal kontras bila disandingkan peserta lain yang menggunakan sepatu khusus bulu tangkis.
Masalah biaya tak hanya dihadapi Rahman. Namun, banyak orang tua di Malambigu yang ingin anaknya berprestasi lewat bulu tangkis. Sayang, dukungan material tak sepenuhnya bisa mereka berikan.
Bagi Anda yang ingin membantu anak-anak tersebut, komunitas 1000 Klub Badminton berkolaborasi dengan kumparan membuat program donasi di tautan berikut: https://www.kitabisa.com/badmintonuntuksemua