Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Perlukah Sertifikasi Halal untuk Para Pedagang Penjual Makanan Takjil?
29 Mei 2017 15:43 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
Ramadhan tak bisa dilepaskan dari yang namanya menu berbuka puasa. Mulai dari kolak, aneka es, sampai gorengan. Di semua daerah di tempat keramaian jelang maghrib pasti ramai orang menawarkan makanan berbuka puasa.
ADVERTISEMENT
Para pedagang ini pun laris manis diserbu para pembeli, umat Islam yang mencari takjilan. Tapi ada yang menjadi pertanyaan, bagaimana dari segi halal haramnya dan juga kesehatannya?
Mengingat sebagian besar umat Islam sebagai pembelinya, Direktur Eksekutif Halal Watch Ikhsan Abdullah yang menyoal soal halal haram serta kesehatan menu takjilan itu.
"Masyarakat muslim antusias berbelanja mencari makanan untuk takjil di kawasan Benhil, Jakarta. Tapi bagaimana aspek halal dan kesehatannya?" kata Ikhsan dalam keterangannya kepada kumparan (kumparan.com), Senin (29/5).
Soal kehalalan dan kesehatan suatu makanan ini mesti ditanamkan di kalangan pedagang. Ada urusan umat di sana yang mengonsumsi makanan mereka.
"Sangat baik bila ada pembinaan terhadap UKM tentang bagaimana memproduk makanan dan minuman secara halal, dan ini harusnya dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka pelaksanaan mandatory Sertifikasi Halal," tegas dia.
ADVERTISEMENT
Pengertian mandatory halal sendiri yakni bahwa semua produk barang dan jasa yang beredar di Indonesia wajib harus halal. Sedangkan yang memiliki sifat haram dari awal, harus diberikan labelisasi haram, sehingga memberikan kejelasan bagi konsumen. Hal ini sesuai UU No 33 tahun 2014.