Pernah Rasakan Dampak Perang, Ramos Horta Harap Krisis Ukraina-Rusia Berakhir

21 Juli 2022 13:23 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Timor Leste Jose Ramos-Horta, di Le Meridien Hotel Jakarta, Kamis (21/7/2022). Foto: Ainun Nabila/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Timor Leste Jose Ramos-Horta, di Le Meridien Hotel Jakarta, Kamis (21/7/2022). Foto: Ainun Nabila/kumparan
ADVERTISEMENT
Presiden Timor Leste Ramos Horta menyinggung perang yang terjadi di Ukraina, saat menyampaikan pidato di Jakarta. Ramos Horta menyebut, apa yang terjadi di Ukraina pernah dirasakan negaranya.
ADVERTISEMENT
Peraih Nobel Perdamaian pada 1996 itu mengatakan, Timor Leste adalah korban perang dunia kedua. Perang tersebut berdampak buruk bagi warga Timor Leste kala itu.
"Timor Leste pernah jadi korban saat Perang Dunia II, kami merasakan kelaparan," ujar Ramos Horta dalam acara yang digelar oleh FPCI di hotel Le Meridien Jakarta, Kamis (21/7/2022).
Sisa-sisa serangan rudal Rusia di kota Dnipro, Ukraina. Foto: Mykola Synelnykov/REUTERS
Saat perang dunia II pecah pada 1942, Timor Leste merasakan dampak lantaran pecahnya pertempuran Timor. Pertempuran untuk merebutkan Pulau Timor bermula ketika Jepang menginvasi pulau tersebut.
Jepang mendapat perlawanan dari pasukan Belanda yang menguasai sisi Barat dan Portugal atau Portugis sebagai penguasa sisi timur. Pasukan dari Australia dan Inggris turut membantu melawan invasi Jepang.
Sejarah mencatat pertempuran Timor tidak cuma menyebabkan kelaparan seperti yang diucapkan oleh Ramos Horta. Sebanyak 70 ribu warga sipil kehilangan nyawa akibat perang di Timor itu.
ADVERTISEMENT
Karena dampak begitu buruk dari perang, Ramos Horta berharap perang di Ukraina yang masih berjalan bisa segera usai. Sebab, bila terus berkelanjutan maka Rusia dan Ukraina akan makin terjerembab ke dalam krisis.
"Semoga konflik Rusia-Ukraina segera mereda, apalagi saat ini Dunia kesulitan karena adanya pandemi," tambah Ramos.
Invasi Rusia di Ukraina dimulai pada 24 Februari 2022. Konflik dimulai lantaran keinginan Ukraina gabung NATO yang dianggap Rusia sebagai ancaman.
Rusia berdalih serangan disebutnya sebagai operasi militer khusus ini, bertujuan menghapus pengaruh NAZI yang dituduhnya sudah menggerogoti Ukraina.
Setelah lebih dari enam bulan berjalan tanda-tanda akhir krisis Ukraina belum nampak.