Persamaan Antara Kebijakan Donald Trump dan Israel

1 Februari 2017 13:40 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Donald Trump dan Benjamin Netanyahu (Foto: Reuters/Lucas Jackson/Ronen Zvulun)
zoom-in-whitePerbesar
Donald Trump dan Benjamin Netanyahu (Foto: Reuters/Lucas Jackson/Ronen Zvulun)
Belum juga dua pekan menjabat presiden Amerika Serikat, Donald Trump sudah memicu keresahan di seluruh dunia. Kebijakannya yang kontroversial sebenarnya telah disampaikan sejak masa kampanye presiden, namun sulit mengira akhirnya akan diimplementasikan.
ADVERTISEMENT
Ada tiga kebijakan Trump yang memicu kemarahan warga AS, yaitu rencana kembali menggunakan metode penyiksaan terhadap terduga teroris, pembangunan tembok di perbatasan Meksiko, dan yang terakhir pelarangan masuk warga dari tujuh negara mayoritas Muslim.
Jika diperhatikan, tiga langkah Trump ini mirip dengan kebijakan yang telah lama dianut Israel. Sebagai catatan, Trump adalah pendukung sejati Israel di bawah pemerintahan Benjamin Netanyahu.
Berikut adalah persamaan antara kebijakan Trump dan Israel:
Tembok Perbatasan
Donald Trump berencana membangun tembok sepanjang ribuan kilometer di perbatasan dengan Meksiko. Tembok ini menurut Trump penting untuk mencegah para "pemerkosa dan bandar narkoba" dari Meksiko masuk Amerika.
Tembok ini persis seperti yang dibangun Israel di daerah pendudukan Palestina sejak 15 tahun lalu. Dengan dalih keamanan, Israel membangun tembok tinggi untuk memisahkan wilayah warga Palestina dengan permukiman Yahudi ilegal di daerah pendudukan Tepi Barat.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2004, Mahkamah Internasional atau ICJ di Belanda menyatakan tembok tersebut ilegal dan menyerukan untuk segera dihancurkan. Namun keputusan ICJ ini dimentahkan Israel.
Pagar pembatas di Israel (Foto: Reuters/Baz Ratner)
zoom-in-whitePerbesar
Pagar pembatas di Israel (Foto: Reuters/Baz Ratner)
Media Inggris The Independent mencatat, alasan keamanan atas pembangunan tembok Israel ini tidak bisa dibenarkan. Pasalnya, berkurangnya serangan terhadap Israel bukan karena tembok, tapi peningkatan tentara keamanan serta gencatan senjata sepihak oleh Hamas.
Selain itu, puluhan ribu pekerja Palestina tetap bisa masuk tanpa izin ke Israel melalui celah di antara tembok. Intinya, tembok itu hanya dibuat untuk memisahkan antara warga Israel dan Palestina, bukan alasan keamanan.
Penyiksaan
Donald Trump mengatakan metode penyiksaan efektif untuk para terduga terorisme. Dia juga menyiratkan akan kembali memberlakukan waterboarding dalam interogasi. (Baca soal waterboarding Donald Trump di sini)
ADVERTISEMENT
Sementara itu penyiksaan di Israel bak rutinitas.
Israel menuai kecaman dari pegiat HAM atas penyiksaan yang dilakukan terhadap napi Palestina di tahanan. Pekan lalu, juru interogasi Israel kepada media Haaretz mengungkapkan metode interogasi yang melibatkan siksaan fisik dan mental.
Polisi Israel (Foto: Reuters/Ammar Awad)
zoom-in-whitePerbesar
Polisi Israel (Foto: Reuters/Ammar Awad)
Siksaan ini tidak hanya dilakukan Badan Keamanan Israel, ISA, dan militer Israel, kepada tahanan dewasa, tapi juga terhadap anak-anak. Hal ini diungkapkan dalam laporan tahunan lembaga Amnesty International.
"Polisi dan militer Israel, begitu juga personel Badan Keamanan Israel (ISA), menyiksa dan memperlakukan tahanan Israel dengan buruk, termasuk anak-anak," ujar laporan Amnesty.
"Metode penyiksaan termasuk memukul dengan baton, menampar, mencekik, memborgol untuk waktu lama, posisi tertekan, membuat kurang tidur dan ancaman...pemerintah Israel menerima lebih dari 1.000 laporan soal penyiksaan oleh ISA sejak 2001 tapi belum juga menyelidikinya," lanjut Amnesty lagi.
ADVERTISEMENT
Imigrasi
Donald Trump melarang masuk warga dari tujuh negara mayoritas Muslim, yaitu Suriah, Somalia, Sudan, Irak, Iran, Libya dan Yaman, dengan alasan keamanan negara. Ini lagu lama yang didendangkan Israel sejak 70 tahun lalu.
Sejak tahun 1948, Israel menerapkan "Larangan masuk bagi warga Palestina" (Kristen dan Muslim) ke wilayah mereka. Tujuannya, agar warga Palestina ini tidak bisa kembali ke tanah dan rumah-rumah mereka yang telah direbut Israel.
Sebaliknya, Israel membuka pintu lebar-lebar bagi pendatang Yahudi dari seluruh dunia untuk tinggal di tanah dan rumah-rumah hasil rampasan dari warga Palestina.
Wanita Palestina dan putranya (Foto: Reuters/Ibraheem Abu Mustafa)
zoom-in-whitePerbesar
Wanita Palestina dan putranya (Foto: Reuters/Ibraheem Abu Mustafa)
Tidak hanya itu, di masa pemerintahan Ariel Sharon, Mahkamah Tinggi Israel mengeluarkan peraturan yang menceraiberaikan keluarga Palestina. Dalam peraturan itu, warga keturunan Palestina berkewarganegaraan Israel dilarang bertemu anggota keluarga mereka di Palestina.
ADVERTISEMENT
Sharon juga blak-blakan mengatakan peraturan ini bukan demi keamanan, tapi untuk tegaknya negara Yahudi. "Tidak perlu bersembunyi di balik argumentasi keamanan. Ini perlu demi eksistensi negara Yahudi," kata Sharon.
Trump juga akan membatasi jumlah pengungsi dan pencari suaka, dibanding saat masa Barack Obama. Ini juga persis seperti Israel.
Dari 7.218 permohonan suaka yang masuk dari warga Eritrea antara 2009 hingga 2016, Israel hanya mengabulkan delapan saja.