Pertemuan NasDem-PKS Dinilai Jadi Sindiran Halus ke Gerindra

31 Oktober 2019 6:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh tiba di DPP PKS, Jakarta, Rabu (30/10/2019). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh tiba di DPP PKS, Jakarta, Rabu (30/10/2019). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketua Umum NasDem Surya Paloh dan sejumlah jajarannya menyambangi kantor DPP PKS, Rabu (30/10). Pertemuan kedua partai beda kubu tersebut lantas mencuatkan berbagai asumsi.
ADVERTISEMENT
Menurut Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno, kunjungan NasDem ke PKS tersebut bisa diartikan sebagai sindiran halus ke parpol oposisi yang ingin merapat ke Jokowi. Padahal, selama Pilpres 2019 lalu, partai tersebut mengkritik keras Jokowi.
"Sikap NasDem datang ke PKS ini bisa ditafsirkan sebagai bentuk sindiran halus ke parpol oposisi yang (ingin) merapat ke Jokowi, padahal dulunya berseberangan ekstrem," kata Adi kepada kumparan, Kamis (31/10).
Setelah Pilpres 2019 usai, Partai Gerindra yang merupakan pengusung utama Prabowo-Sandi justru merapat ke kubu pemerintah. Tak hanya itu, Ketum Gerindra sekaligus capres Prabowo Subianto dan Waketum Gerindra Edhy Prabowo bahkan mendapatkan kursi menteri.
Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh disambut Ketua Majelis Syuro PKS, Salim Segaf Aljufri, di DPP PKS, Jakarta, Rabu (30/10/2019). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Tak hanya Gerindra, sebenarnya Demokrat dan PAN juga sudah berusaha menjalin komunikasi dengan Jokowi-Ma'ruf yang merupakan pemenang pilpres. Sedangkan PKS, menjadi satu-satunya partai pendukung Prabowo-Sandi yang tetap teguh dengan posisinya sebagai oposisi.
ADVERTISEMENT
"NasDem ingin berterima kasih pada PKS yang konsisten memilih oposisi. Jalan sunyi yang tak diminati parpol yang kalah pilpres," tuturnya.
Adi menilai, NasDem juga ingin membuka komunikasi politik dengan PKS yang selama ini relatif berbeda pilihan politiknya. Hal ini, menurutnya, merupakan langkah yang baik untuk mensolidkan suasana.
"Sejak awal, koalisi Jokowi di periode kedua ini menunjukkan gejala insoliditas. Gejolaknya mulai terlihat vulgar, berat membangun soliditas koalisi jika sejak awal pembentukan kabinet kisruh dan chemistry antar koalisi belum menyatu. Bulan madu koalisi Jokowi sepertinya sedang diuji," ungkap Adi.
Meski masih menjadi bagian dari koalisi pemerintah, namun NasDem menegaskan akan tetap kritis terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan. Bahkan, mereka tidak akan segan-segan memberikan kritik yang membangun bagi koalisinya sendiri.
ADVERTISEMENT
Menurut Adi, hal tersebut tidak bisa langsung diartikan sebagai isyarat NasDem keluar dari koalisi di Pilpres 2024 mendatang dan menjadi duri dalam daging di pemerintahan. Menurutnya, sikap NasDem tersebut justru bagus bagi iklim internal Jokowi.
"NasDem kan ingin menjadi mitra kritis. Itu artinya, jika ada kebijakan pemerintah yang tidak populis, NasDem akan menyampaikan kritiknya secara proporsional. Ini malah bagus bagi iklim internal koalisi Jokowi," pungkasnya.