Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Pertimbangan Hukum: Mengapa Ahok Divonis Bersalah
9 Mei 2017 12:38 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok divonis hukuman 2 tahun penjara. Gubernur DKI Jakarta itu dinyatakan terbukti melakukan penodaan agama Islam.
ADVERTISEMENT
kumparan menyitir pertimbangan hukum yang menjadi dasar hakim dalam membuat putusan tersebut.
Pertimbangan putusan itu dibacakan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam sidang yang digelar di Auditorium Kementerian Pertanian, Selasa (9/5). Berikut kutipannya.
1. Saksi
"Untuk membuktikan dakwaan, ada saksi Habib Novel, Habib Muchsin, Gus Joy, Samsu Hilal, Pedri Kasman, Irena Handoro, Burhanudin Wiliyudin Abdurasyid, Asroi, Imam Sudirman dan Ibnu Baskoro."
- Hakim Jupriyadi
2. Barang bukti
"Barang bukti yang diajukan jaksa penuntut umum adalah flashdisk, dan lain-lain. Barang bukti penasihat hukum ada 117."
- Hakim Jupriyadi
3. Berkali-kali
"Pada 11 agustus 2008 terdakwa menulis buku Merubah Indonesia. Halaman 40 mencantumkan 'ada ayat yang sama yang saya begitu kenal untuk memecah belah rakyat', mereka menggunakan Surat Al-Maidah ayat 51, melarang nasrani dan yahudi menjadi pemimpin. Bagaimana dengan oknum elite yang berlindung di balik ayat itu?"
- Hakim Abdul Rosyad
ADVERTISEMENT
"Pada 2015, ketika melakukan briefing di Balai Kota, terdakwa bilang membangun masjid dengan halaman luas dan dilengkapi wifi, karena saat itu pernah ada demo yang menolak pemimpin kafir, dengan maksud meledek para pendemo, terdakwa mengatakan pada pendemo untuk memasang wifi dengan nama Al-Maidah 51 dengan password kafir."
- Hakim Abdul Rosyad
"1 September 2016 terdakwa terdaftar sebagai bakal calon Gubernur DKI, 21 September di kantor DPP NasDem memberikan sambutan yang meminta lawan untuk tidak memakai Al-Maidah ayat 51 dalam berkompetisi."
- Hakim Abdul Rosyad
"27 September 2016 menyinggung Surat Al-Maidah di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Pada 11 Oktober, MUI mengeluarkan Pendapat dan Sikap Keagamaan."
- Hakim Abdul Rosyad
4. Video Ahok sah
"Tidak ditemukan adanya penyisipan atau pengurangan frame. Memang benar adanya."
- Hakim Abdul Rosyad
ADVERTISEMENT
5. Dipenuhi unsur-unsur pidana
"Bahwa unsur sengaja dalam Pasal 156 adalah meliputi seluruh unsur, dipengaruhi dengan sengaja: mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia."
- Hakim I Wayan Wirjana
6. Ahok tahu Islam sensitif
"Bahwa terdakwa adalah pejabat publik, tahu itu adalah perbuatan sensitif, karena agama adalah persoalan rasa dan iman, seharusnya menghindari kata-kata yang bersifat melecehkan."
- Hakim I Wayan Wirjana
"Pengadilan tidak melihat usaha terdakwa untuk menghindar dari perbuatan yang menghina Al-Maidah."
- Hakim I Wayan Wirjana
"Terdakwa sebagai bagian dari umat beragama, apabila ingin menyebut simbol agama di muka umum harusnya berhat-hati dalam kata-kata negatif yang bersifat melecehkan karena bisa menimbulkan keresahan masyarakat."
- Hakim I Wayan Wirjana
ADVERTISEMENT
7. Dakwaan alternatif pertama
"Unsur kedua yaitu dengan sengaja juga telah terpenuhi, oleh karena semua unsur terpenuhi, maka terdakwa terbukti secara sah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan alternatif pertama."
- Hakim I Wayan Wirjana
8. Tidak Ada Peran Buni Yani
"Tidak ada satupun saksi yang memperoleh video dari unggahan Buni Yani."
- Hakim I Wayan Wirjana
"Kasus ini tampak seolah-olah karena Pilkada, tapi dari beberapa saksi pelapor tidak ada yang memiliki kepentingan politik, mayoritas bukan dari partai politik."
- Hakim I Wayan Wirjana
9. Hal memberatkan
"Menimbang, bahwa untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa, yang memberatkan adalah dapat memecah kerukunan umat Islam. Keringanannya, terdakwa bersikap sopan dan kooperatif dalam penyidikan."
- Ketua majelis hakim Dwiarso Budi Santiarto
ADVERTISEMENT
Putusan itu berbeda dengan tuntutan jaksa penuntut umum. Ahok dituntut hukuman penjara selama 1 tahun dengan masa percobaan 2 tahun. Ahok dinilai jaksa terbukti menghina golongan, bukan menghina agama.
"Terdakwa dituntut hukuman penjara selama 1 tahun dengan masa percobaan 2 tahun. Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dakwaan alternatif kedua," kata ketua tim jaksa penuntut umum, Ali Mukartono, saat membacakan surat tuntutan, Kamis (20/4).
Dakwaan altenatif kedua merujuk ke Pasal 156 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pasal itu mengatur tentang seseorang yang dengan sengaja menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia.
Tapi vonis untuk Ahok merujuk ke dakwaan pertama, Pasal 156 a KUHP yang mengatur perbuatan seseorang yang secara spesifik mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kasus ini bermula pada Selasa, 27 September 2016, ketika Ahok berpidato di tempat di tempat pelelangan ikan di Pulau Pramuka, Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Di pidato itu, dia menyinggung Surat Al-Maidah ayat 51.
Ketika itu, Ahok telah terdaftar sebagai salah satu calon Gubernur DKI yang pemilihanya akan dilaksanakan pada Februari 2017. Jaksa menganggap Ahok dengan sengaja memasukkan kalimat yang berkaitan dengan Pilgub. Berikut kalimat Ahok itu:
"Ini pemilihan kan dimajuin jadi kalo saya tidak terpilih pun saya berhentinya Oktober 2017 jadi kalo program ini kita jalankan dengan baik pun bapak ibu masih sempet panen sama saya sekalipun saya tidak terpilih jadi gubernur. Jadi cerita ini supaya bapak ibu semangat, jadi gak usah pikiran ah, nanti kalau gak kepilih, pasti Ahok programnya bubar, enggak, saya sampai oktober 2017, jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu gak bisa pilih saya, ya kan dibohongi pakai surat Al-Maidah 51, macem-macem itu, itu hak bapak ibu yah jadi kalo bapak ibu perasaan gak bisa kepilih nih karena saya takut masuk neraka karena dibodohin gitu, ya enggak papa, karna ini kan panggilan pribadi bapak ibu, program ini jalan saja, jadi bapak ibu gak usah merasa gak enak, dalam nuraninya gak bisa milih Ahok, gak suka sama Ahok nih, tapi programnya gua kalo terima gak enak dong jadi utang budi jangan bapak ibu punya perasaan gak enak nanti mati pelan-pelan loh kena stroke."
ADVERTISEMENT
Jaksa menilai perkataan Ahok telah menyatakan bahwa pemeluk dan penganut agama Islam adalah orang yang membohongi dan membodohi dalam menyampaikan Surat Al-Maidah ayat 51.
Adapun Surat Al-Maidah ayat 51, berdasarkan terjemahan Kementerian agama adalah "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim."
Jaksa menilai, terjemahan dan interpretasi Surat Al-Maidah ayat 51 menjadi domain bagi pemeluk dan penganut agama Islam, baik dalam pemahamannya maupun dalam penerapannya.
Pada 11 Oktober 2016, Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan Pendapat dan Sikap Keagamaan MUI. Pada angka 5, isinya menyatakan bohong terhadap ulama yang menyampaikan dalil Surat Al-Maidah ayat 51 tentang larangan non-muslim sebagai pemimpin adalah penghinaan terhadap ulama dan umat Islam.
ADVERTISEMENT
Ahok kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada 16 November 2016. Sebulan kemudian, perkara Ahok disidangkan. Sidang itu dipimpin Dwiarso Budi Santiarto.
Kasus ini tak bisa dilepaskan dari sejumlah unjuk rasa yang menuntut ahok dipenjara. Misalnya pada 4 November dan 2 Desember 2016. Banyaknya massa membuat area Monas tertutup hingga ke Bundaran Hotel Indonesia.
MARCIA AUDITA | APRILANDIKA PRATAMA
Live Update
Pada 5 November 2024, jutaan warga Amerika Serikat memberikan suara mereka untuk memilih presiden selanjutnya. Tahun ini, capres dari partai Demokrat, Kamala Harris bersaing dengan capres partai Republik Donald Trump untuk memenangkan Gedung Putih.
Updated 5 November 2024, 20:55 WIB
Aktifkan Notifikasi Breaking News Ini