Pilu TKW Indonesia di Hong Kong, Dipecat dan Terlunta karena Hamil

9 November 2017 9:19 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Buruh di Hong Kong. (Foto: Reuters/Lin Taylor)
zoom-in-whitePerbesar
Buruh di Hong Kong. (Foto: Reuters/Lin Taylor)
ADVERTISEMENT
Hong Kong adalah salah satu kota tujuan para tenaga kerja wanita (TKW) asal Indonesia, kebanyakan bekerja sebagai pekerja domestik. Namun kehidupan di negeri orang tidak selalu menyenangkan, bahkan memilukan. Seperti yang dialami oleh Anisa --bukan nama sebenarnya.
ADVERTISEMENT
Anisa telah bekerja selama 13 tahun di rumah majikannya di Hong Kong. Selama ini baik-baik saja, sampai dia mengandung anak pertama dari kekasihnya seorang pria Bangladesh.
Anisa takut betul mengatakannya kepada majikannya. Pasalnya dia bisa dipecat, padahal dia masih harus menghidupi keluarganya di Indonesia. Selain itu, dia bisa jadi gelandangan karena menurut hukum Hong Kong, pekerja domestik tidak boleh menyewa properti sendiri, harus tinggal dengan majikannya.
Wanita 37 tahun ini juga bisa kehilangan visanya di Hong Kong dan terancam jadi pekerja ilegal.
Akhirnya setelah kandungannya berusia lima bulan, dia mengaku kepada majikannya. Ketakutannya menjadi nyata. Tidak hanya dipecat, dia juga menerima makian dan kata-kata kasar yang tidak akan bisa dilupakan seumur hidupnya.
Kota Hong Kong nan sibuk. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Kota Hong Kong nan sibuk. (Foto: Thinkstock)
"Dia memanggil saya 'anjing' dan akan melahirkan 'anak anjing'. Dia bilang bayi saya akan lahir dengan cacat mental, dan tanpa kaki dan tangan," kata Anisa dalam wawancara yang diterbitkan Reuters, Rabu (8/11).
ADVERTISEMENT
"Dia mengatakan hal yang tidak ingin saya dengar dari siapa pun. Sulit melupakan kata-kata itu, saya sangat menderita," kata Anisa dalam bahasa Kanton, sementara putrinya yang kini berusia satu tahun bermain di sampingnya.
Tanpa pekerjaan dan visa yang telah habis pada Juli, Anisa dan putrinya tidak bisa lagi mendapatkan jaminan sosial seperti kesehatan atau makanan. Jika bertahan di Hong Kong, putrinya tidak bisa sekolah. Berdasarkan hukum imigrasi Hong Kong, anak-anak pekerja domestik tidak mendapat kewarganegaraan atau izin tinggal tetap. Akte kelahiran mereka hanya menunjukkan status visa orang tuanya.
"Saya sangat khawatir pada nasibnya, tapi apa yang bisa saya perbuat?" kata Anisa.
Ada 350 ribu pekerja domestik dari berbagai negara di Hong Kong, terbanyak dari Indonesia dan Filipina. Walau kota otonomi khusus China ini memiliki undang-undang perlindungan pekerja migran yang ketat, tetap saja TKW kerap menjadi korban.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2013 lalu, nama Erwiana Sulistyaningsih mengejutkan dunia. TKW Indonesia ini disiksa dengan sangat parah oleh majikannya, dipulangkan dalam keadaan yang mengenaskan. Majikannya akhirnya divonis penjara 6 tahun atas kasus itu.
Buruh Migran Indonesia di Hong Kong (Foto: buruhmigran.or.id)
zoom-in-whitePerbesar
Buruh Migran Indonesia di Hong Kong (Foto: buruhmigran.or.id)
Pada 2014, dua WNI dibunuh dengan cara sadis di Hong Kong oleh seorang pria berkewarganegaraan Inggris. Pengadilan terhadap pelaku, Rurik Jutting, masih berlangsung dengan ancaman penjara seumur hidup.
Anisa hanya satu nama TKW yang berada di penampungan tenaga kerja bermasalah di Hong Kong. Banyak pekerja wanita di Hong Kong yang dipecat majikannya dan terlunta-lunta karena hamil.
Nasib nahas juga dialami oleh TKW asal Filipina Jo-Ann. Dia dipecat pada Juni karena hamil anak dari kekasihnya, juga seorang pekerja asal Filipina. Usai melahirkan, dia menitipkan anaknya pada keluarganya di tanah air, namun tetap saja majikannya enggan menerimanya kembali.
ADVERTISEMENT
"Mungkin mereka berpikir saya akan hamil lagi, bagi mereka saya akan jadi beban selama berbulan-bulan," ujar Jo-Ann.
Frustrasi karena menganggur, pikiran untuk bunuh diri menghantui Jo-Ann setiap malam. Pikiran itu selalu ditampiknya jika mengingat kemiskinan keluarganya di Filipina.
"Saya berpura-pura semua baik-baik saja. Saya tidak punya pilihan karena saya anak tertua. Saya rindu keluarga, tapi saya harus bekerja demi mereka," kata Jo-Ann.
Buruh di Hong Kong. (Foto: Reuters/Lin Taylor)
zoom-in-whitePerbesar
Buruh di Hong Kong. (Foto: Reuters/Lin Taylor)
Menurut Jessica Chow pekerja sosial dari PathFinders --lembaga yang membantu TKW bermasalah dengan memberikan pendampingan hukum, konsultasi pekerja, jasa aborsi, dan bimbingan menjadi orang tua-- lembaganya telah membantu sekitar 900 TKW dan anak-anak mereka pada 2016 saja.
Dalam beberapa kasus, kata Chow, para TKW ini hamil karena perkosaan. Seorang kliennya, hamil setelah diperkosa seorang pria yang memberikannya tempat tinggal selama mencari kerja di Hong Kong. Wanita ini terpaksa menerima tawaran pria itu karena tidak punya tempat bernaung dan pekerjaan.
ADVERTISEMENT
"Kehidupan sangat sulit bagi wanita muda yang tidak punya tempat tinggal. Dia mengambil risiko tinggal dengan siapa pun yang ramah terhadap dirinya. Dia sangat rentan dan orang-orang justru memanfaatkannya," ujar Chow.
Pemecatan para pekerja yang hamil menurut Komisi Kesetaraan Kesempatan (OEC) di Hong Kong adalah pelanggaran hukum. OEC mengaku hanya menerima enam laporan diskriminasi terhadap pekerja hamil antara 2014 dan 2016, angka ini jauh lebih kecil dari realita karena kebanyakan TKW tidak melaporkannya.
"Hanya karena seorang wanita hamil, bukan berarti mereka tidak bisa bekerja," kata juru bicara OEC, Cindy Leung.