Pimpinan KPK Johanis Tanak soal RUU Perampasan Aset: Kata 'Merampas' Kurang Pas

19 November 2024 20:18 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak saat dijumpai wartawan usai mengikuti fit and proper test Capim KPK di Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak saat dijumpai wartawan usai mengikuti fit and proper test Capim KPK di Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menyoroti penggunaan diksi 'merampas' dalam nama RUU Perampasan Aset. Ia menyebut, kata tersebut kurang pas.
ADVERTISEMENT
Tanak pun mengakui kurang setuju dengan pengunaan kata perampasan tersebut.
"Yang jelas kalau dari katanya [yang digunakan] saya kurang setuju. Namanya mau rampas itu suatu kata yang tidak bagus, ya. Saya rampas ini, ya. Bagus enggak kalimatnya ini?" ujar Tanak kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11).
Tanak pun menyarankan diksi perampasan tersebut perlu diganti.
"Kata merampas itu saya kurang pas. Bisa enggak cari kata lain? Kan kalau namanya merampas punya orang, oh dia punya ini, saya, saya rampas, sama dengan saya yang merampas kan," kata dia.
"Masa iya, masa iya negara merampas punya orang?" sambungnya.
Lebih lanjut, ia pun mengaku tak masalah jika nantinya diksi 'perampasan' itu diganti dengan diksi 'pemulihan'.
ADVERTISEMENT
"Kalau kata 'pemulihan aset', ya tentunya karena ada perbuatan yang tercela, kan, yang merugikan negara, sehingga kerugian negara itu harus dipulihkan," ucap dia.
"Nah, itu oke lah. Tapi, kalau merampas, kata 'merampas'-nya itu. Saya cuma tidak cocoknya kata 'merampas' itu," pungkasnya.
Ilustrasi KPK. Foto: Shutterstock
Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengusulkan untuk menggunakan diksi pemulihan alih-alih perampasan dalam RUU Perampasan Aset.
Menurutnya, penggunaan diksi ini lebih tepat jika merujuk pada United Nations Convention Against Corruption (UNCAC). Di mana diksi yang digunakan adalah stolen asset recovery atau memulihkan aset.
“Kalaupun kita perlu membuat undang-undang itu, mungkin juga perlu dipertimbangkan judulnya juga tidak perampasan aset, bisa jadi pemulihan aset, atau pengelolaan aset,” kata Doli saat dihubungi melalui pesan singkat, Kamis (31/10).
ADVERTISEMENT
RUU Perampasan Aset adalah Rancangan Undang-Undang yang bertujuan untuk pengambilan kembali aset yang diperoleh dari hasil korupsi dan tindak pidana lainnya kepada negara. Secara sederhana, RUU ini memungkinkan praktik memiskinkan koruptor.
RUU Perampasan Aset berfokus mengatur proses perampasan aset sebagai bagian hukuman bagi koruptor. RUU ini juga memungkinkan aset negara yang dicuri untuk disita tanpa harus menunggu putusan peradilan sebagai antisipasi penyalahgunaan aset negara lebih jauh.
Sementara, jika diksi diubah menjadi pemulihan aset, maka fokusnya akan menjadi berbeda.
“Ya ini subjektivitas saya ya, kalau yang namanya perampasan itu kan kata dasarnya rampas, kalau rampas itu kan selalu konotasinya kan negatif ya,” katanya.
"Kalau ada kata yang lebih bagus, misalnya kalau kita ngambil recovery jadi pemulihan kan ya kenapa tidak gitu loh,” tandas dia.
ADVERTISEMENT