news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Pimpinan KPK Nurul Ghufron Tak Bisa Jawab Pertanyaan Komnas HAM: TWK Ide Siapa?

17 Juni 2021 17:30 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron tiba di Komnas Ham, Jakarta, Kamis (17/6/2021). Foto: Hafidz Mubarak A/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron tiba di Komnas Ham, Jakarta, Kamis (17/6/2021). Foto: Hafidz Mubarak A/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Komnas HAM memanggil lima pimpinan KPK begitu juga Sekretaris Jenderal (Sekjen) untuk dimintai klarifikasi soal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Namun, hanya satu pimpinan yakni Nurul Ghufron, yang memenuhi panggilan tersebut.
ADVERTISEMENT
Komjen Firli Bahuri, Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango, dan Sekjen Cahya Harefa tidak hadir. Plt juru bicara KPK Ali Fikri menyatakan kehadiran Nurul Ghufron sebagai bentuk kolektif kolegial dan sudah mewakili pimpinan KPK lainnya.
Hasilnya, berdasarkan pemaparan Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, ada sejumlah pertanyaan terkait TWK yang tidak bisa terjawab. Beberapa karena Nurul Ghufron tidak terlibat langsung dalam beberapa proses.
Setidaknya ada tiga klaster pertanyaan yang ditanyakan Komnas HAM untuk pimpinan KPK. Apa saja?
Pertama, Anam mengatakan klaster ini terkait dengan pengambilan kebijakan pada level tinggi.
"Klasternya terkait pengambilan kebijakan di level gede yang itu kita telusurin apakah ini wilayah kolektif kolegial atau tidak. Ternyata Pak Ghufron bilang saya tidak tahu, ternyata begitu. Makanya itu harus orang-orang tersebut dalam kontruksi peristiwa tersebut," kata Anam di kantornya, Kamis (17/6).
ADVERTISEMENT
Lalu pertanyaan soal pemilihan sejumlah instansi dalam proses TWK pun tidak bisa dijawab oleh Ghufron. Diketahui, dalam proses TWK melibatkan BKN, BNPT, Bais TNI AD hingga BIN.
"Sangat berpengaruh soal pemilihan yang mewarnai proses ini semuanya itu juga enggak bisa dijawab. Pertemuan intensitas sebagainya-sebagainya itu juga enggak bisa dijawab. Karena memang bukan Pak Nurul Ghufron," ucapnya.
Lalu ketiga, Ghufron juga disebut tidak bisa menjawab TWK ini inisiatif siapa.
"Siapa yang keluarkan ide ini dan sebagainya, ini inisiatif siapa dan sebagainya, ya karena bukan Beliau ya. Beliau tidak bisa menjawab ya," ucap Anam.
Hal ini pula, kata Anam, yang membuat surat panggilan Komnas HAM ditujukan kepada masing-masing pimpinan KPK dan Sekjen. Sebab, ada peran berbeda dari masing-masing komisioner meski keputusan diambil secara kolektif kolegial.
Ilustrasi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Shutter Stock
Kilas Balik Penjelasan Ghufron
ADVERTISEMENT
Ketika usai menjalani pemeriksaan di Ombudsman beberapa waktu lalu, Ghufron sempat membeberkan munculnya TWK sebagai syarat dalam alih status pegawai KPK. Ia mengakui bahwa awalnya alih status pegawai KPK menjadi ASN diusulkan hanya penandatanganan pakta integritas saja.
Ghufron sempat menjelaskan ada tiga syarat bagi pegawai untuk alih status menjadi ASN. Yakni penilaian tentang kompetensi; integritas; dan kesetiaan kepada NKRI, Pancasila serta pemerintahan yang sah.
Untuk kompetensi dan integritas, Ghufron mengatakan KPK sudah punya penilaian itu. Sementara, untuk syarat ketiga lah yang belum dimiliki oleh KPK. Dari situ, pihak KPK menawarkan adanya penandatanganan pakta integritas sebagai pelengkap syarat ketiga.
"Yang tidak ada adalah bagaimana mengukur tentang kesetiaan terhadap NKRI maka pada saat itu kemudian semula yang disodorkan oleh KPK adalah dengan pakta integritas," kata Ghufron di kantor Ombudsman, Kamis (10/6).
ADVERTISEMENT
Namun demikian, kata dia, terdapat dinamika dalam pembahasan tersebut. Ada yang mempertanyakan apakah pakta integritas tersebut sudah cukup untuk menunjukkan kesetiaan kepada NKRI, Pancasila, dan pemerintahan yang sah.
Namun ia memang tidak menyebutkan dari siapa usulan tersebut datang.
"Maka muncul lah kemudian pada saat di rapat di kalau enggak salah di Kemenkum HAM atau di KemenPAN RB itu muncul lah ide tentang asesmen terhadap wawasan kebangsaan. Itu muncul di diskusi pertama," kata dia.
Kemudian, kata dia, harmonisasi secara formil dilakukan di Kemenkumham pada 26 Januari 2021. Yang ikut dalam forum itu adalah KPK, Kemenkumham, KemenPAN RB, LAN, KASN dan BKN.
"Di situ lebih kemudian tertulis bahwa ada usulan untuk kemudian mengukur atau mengases wawasan kebangsaan sebagai pemenuhan syarat pasal 5 maka kemudian muncul lah tes wawasan kebangsaan sebagai tool untuk pemenuhan syarat wawasan kebangsaan," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Atas dasar itu, Ghufron membantah apabila disebut kemunculan TWK dalam Perkom 1 Tahun 2021 merupakan muncul tiba-tiba dan merupakan hasil penyelundupan.
"Jadi tidak tidak benar kemudian prosesnya kemudian tiba-tiba muncul di tengah jalan. Tapi tentu semuanya berkembang yang dinamis tidak kemudian semua yang terjadi atau pun menjadi final drafnya di akhir itu kemudian merupakan hasil dari diskusi yang berkembang dari dari awal," ucapnya.
***
Saksikan video menarik di bawah ini: