Polairud Bongkar 72 Kasus Destructive Fishing yang Rugikan Negara Rp 49 M

25 April 2025 11:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi Pers Hasil Gakkum Satgas Tinda Pidana Destructive Fishing 2025 oleh Korpolairud Baharkam Polri di Mako Polairud, Jakarta Utara, Jumat (25/4/2025). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi Pers Hasil Gakkum Satgas Tinda Pidana Destructive Fishing 2025 oleh Korpolairud Baharkam Polri di Mako Polairud, Jakarta Utara, Jumat (25/4/2025). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Ditpolairud Baharkam Polri membongkar 72 kasus destructive fishing yang merugikan negara hingga Rp 49 miliar. Pengungkapan ini dilakukan sejak 24 Februari 2025 hingga 24 Maret 2025. Sebanyak 10 orang ditetapkan sebagai tersangka.
ADVERTISEMENT
Destructive fishing merupakan aktivitas perikanan yang merusak sumber daya ikan dan habitatnya menggunakan bahan, alat, atau cara yang tidak ramah lingkungan, seperti bahan peledak, racun, atau setrum.
Kegiatan ini melibatkan Ditpolairud Polda Prioritas dan Imbangan yang mencakup 6 wilayah prioritas Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara, serta 29 Polda lainnya sebagai pelaksana kegiatan imbangan. Sebanyak 45 kapal dikerahkan di seluruh wilayah perairan Indonesia.
Dirpolair Korpolairud Baharkam Polri Kombes Pol Idil Tabransyah, di Mako Polairud, Jakarta Utara, Jumat (25/4/2025). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
“Seluruh kapal yang bertugas baik yang di pusat di Polairud Baharkam Polri ini, Polairud Baharkam Polri ini, juga tergelar dalam melaksanakan kegiatan imbangan itu ada 45 kapal, 45 kapal ini tergelar di seluruh perairan Indonesia,” ujar Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri, Brigjen Pol Idil Tabransyah dalam konferensi pers di Mako Polairud, Jakarta Utara, Jumat (25/4).
ADVERTISEMENT
Dari hasil penegakan hukum, Satgas Patroli Air Ditpolair Korpolairud mencatat 7 kasus dengan barang bukti mulai dari detonator hingga ammonium nitrate. Kerugian negara dari kasus ini mencapai lebih dari Rp 25 juta.
Konferensi Pers Hasil Gakkum Satgas Tinda Pidana Destructive Fishing 2025 oleh Korpolairud Baharkam Polri di Mako Polairud, Jakarta Utara, Jumat (25/4/2025). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi Pers Hasil Gakkum Satgas Tinda Pidana Destructive Fishing 2025 oleh Korpolairud Baharkam Polri di Mako Polairud, Jakarta Utara, Jumat (25/4/2025). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
Sementara itu, Ditpolairud Polda Prioritas mencatat 13 kasus, di antaranya:
• Polda Jatim: 4 tersangka, kerugian Rp 175 juta
• Polda NTB: 5 tersangka, kerugian Rp 6,78 miliar
• Polda NTT: 2 tersangka, kerugian Rp 1 miliar
• Polda Sulsel: 8 tersangka, Rp 1,2 miliar
• Polda Sulteng: 7 tersangka, kerugian Rp 1,03 miliar
• Polda Sultra: 3 tersangka, kerugian Rp 1,5 miliar
Dari 52 kasus yang ditangani Ditpolairud Polda Imbangan, sejumlah polda mencatatkan kerugian signifikan, seperti:
ADVERTISEMENT
• Polda Lampung: Rp 5,85 miliar
• Polda Maluku Utara: Rp 5,4 miliar
• Polda Kalimantan Timur: Rp 2,5 miliar
• Polda Gorontalo: Rp 2,25 miliar
• Polda Sulawesi Barat: Rp 3,75 miliar
Barang bukti yang disita termasuk kapal ikan, bom ikan, bahan peledak, alat setrum, jaring trawl, dan ribuan kilogram ikan hasil tangkapan ilegal.
“Tujuan kegiatan ini adalah untuk mencegah terjadinya kerusakan biota laut dan ekosistem, mencegah kebocoran dan kerugian negara dari hasil laut itu sendiri, serta mendukung kebijakan ekonomi biru yang berkelanjutan,” ujarnya.
“Selaras dengan filosofi Vicvapa Brahma Gola, menjamin keseimbangan alam semesta,” tambah Idil.
Ia menegaskan, para pelaku dapat dijerat dengan dua undang-undang.
“Yang pertama, di mana untuk tindak pidana bom ikan itu melanggar pasal 1 ayat 1 Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman sanksi pidana penjara 20 tahun atau seumur hidup,” kata Idil.
ADVERTISEMENT
“Yang kedua, untuk tindak pidana destructive fishing itu sendiri di mana para pelaku ini diancam melanggar Pasal 84 Subsider Pasal 85 juncto Pasal 9 Undang-undang Perikanan Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 dengan ancaman sanksi pidana maksimal 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp 10 miliar,” tutupnya.