Polda Metro Jaya Bongkar Klinik Aborsi Ilegal di Apartemen Bassura City

25 Februari 2021 19:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi aborsi. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi aborsi. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Polda Metro Jaya kembali membongkar praktik aborsi ilegal. Kali ini lokasinya berada di salah satu unit Apartemen Bassura City, Jakarta Timur.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus ini polisi mengamankan empat orang yang terlibat dalam praktik ilegal tersebut, yaitu NA, SM, LM, dan NAS. Inisial terakhir merupakan pasien yang sedang menggugurkan janinnya saat penggerebekan.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan NA merupakan pemilik unit apartemen yang jadi tempat aborsi. Selain itu, ia juga ikut mencarikan wanita yang mau diaborsi, tugas itu sama dengan yang dilakukan LM.
"(Sementara) SM, eksekutor atau penindak pasien aborsi," kata Yusri dalam keterangannya, Kamis (25/2).
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus. Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
Meski SM yang melakukan aborsi, namun sebenarnya dia bukan dokter. Yusri memastikan kemampuan aborsi didapat SM dari pengalaman pernah bekerja di klinik aborsi ilegal.
"Bukan seorang dokter dan tidak punya keahlian tapi pernah bekerja di klinik ilegal aborsi di Raden Saleh. Secara otodidak belajar dan buka klinik sendiri," kata Yusri.
ADVERTISEMENT
Dari pemeriksaan polisi, tersangka mengaku praktik aborsi ilegal baru satu bulan beroperasi. Meski begitu mereka sudah melayani sebanyak 30 orang.
Yusri mengatakan, seluruh pelaku sudah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka ditahan di rutan Polda Metro Jaya kecuali NAS.
"Tersangka NAS ditangguhkan karena baru saja melahirkan, ini pasiennya," kata Yusri.
Ilustrasi aborsi. Foto: Shutter Stock
Janin NAS sebenarnya belum sempat diaborsi saat penggerebekan. Namun ia sudah terlanjur meminum obat perangsang sebagai salah satu cara aborsi. Akibatnya, kandungan NAS yang berusia 7 bulan kontraksi.
Yusri mengatakan para tersangka dijerat pasal berlapis dari UU Kesehatan, UU Perlindungan Anak, serta KUHP. "Ancamannya cukup tinggi di atas 7-10 tahun penjara," tutup Yusri.