Polisi Butuh Keterangan Ani Hasibuan soal Hoaks Petugas KPPS Diracun

30 Juli 2019 11:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ani Hasibuan (kanan) dokter yang mengkritisi kematian petugas KPPS. Foto: instagram @anihasibuan1974
zoom-in-whitePerbesar
Ani Hasibuan (kanan) dokter yang mengkritisi kematian petugas KPPS. Foto: instagram @anihasibuan1974
ADVERTISEMENT
Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya masih membutuhkan keterangan dr Ani Hasibuan terkait perkara yang menimpanya. Saat ini Ani belum bersedia memenuhi panggilan penyidik.
ADVERTISEMENT
“Dokter Ani kita panggil sebagai saksi dan sampai saat ini beliau menyampaikan belum bisa hadir. Untuk sementara perkara ini memang dibutuhkan sekali keterangan dari dr Ani,” ucap Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Iwan Kurniawan kepada wartawan, Selasa (30/7).
Iwan menegaskan, keterangan Ani Hasibuan sangat diperlukan dalam kasus ucapan petugas KKPS yang meninggal dunia karena diracun.
dr Ani Hasibuan dilaporkan ke polisi karena artikel di tamsh-news.com Foto: Screenshoot tamsh-news.com
“Beliau hanya saksi saja kok dan keterangan beliau sangat diperlukan untuk kasus ini,” kata dia.
Sebelumnya, Ani Hasibuan melaui kuasa hukumnya, Slamet Hasan dan Amin Fahrudin, juga telah melaporkan situs tamsh-news.com, yang diduga telah membuat pemberitaan bersifat fitnah terhadap Ani.
Slamet mengatakan, pihaknya melaporkan situs berita tamshnews.com karena dianggap telah membuat berita yang tidak kredibel. Pasalnya, berita yang berjudul 'dr Ani Hasibuan SpS: Pembantaian Pemilu, Gugurnya 573 KPPS dalam portal tersebut bukanlah pernyataan dari Ani. Sehingga mereka menilai berita yang dimuat adalah bohong.
ADVERTISEMENT
Menurut Slamet, kliennya tidak pernah diwawancara oleh situs tersebut. Situs tamsh-news.com juga tidak pernah meminta izin untuk mengutip wawancara Ani bersama tvOne dalam sebuah diskusi beberapa waktu lalu.
“Makanya kita laporkan tamsh-news.com dengan dugaan telah melakukan tindak pidana membuat manipulasi informasi, atau dokumen elektronik yang seolah-olah dianggap otentik atau benar,” kata Slamet di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (20/5).