Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Polisi Sempat Izinkan Keluarga Lihat Jenazah Terduga Teroris Jefri
17 Februari 2018 13:59 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
ADVERTISEMENT
Muhammad Jefri (31), terduga teroris yang ditangkap Densus 88 di Indramayu, Jawa Barat, Rabu (7/2), meninggal dunia. Padahal, polisi menangkap Jefri dalam keadaan hidup.
ADVERTISEMENT
Kepada kumparan, istri Jefri, Ardilla Sholihatun Nisa (18), mengeluhkan kekecewaannya. Pasalnya, kata dia, saat polisi bertamu ke rumahnya, mereka tidak mengakui bahwa Jefri telah tewas. Saat itu, pikiran Ardilla hanya tertuju pada pertemuannya dengan Jefri --tentunya dalam kondisi bernyawa--.
"Ketika saya melihat wajah suami, lemas rasanya seluruh tubuh. Ada dari pihak kepolisian --mungkin-- bilang apa mau dibuka kafannya, mertua saya langsung bilang 'tidak usah, sudah cukup'. Lalu setelah itu suami saya langsung dibawa untuk pemakaman di Lampung," ujarnya saat berbincang dengan kumparan melalui aplikasi WhatsApp, Sabtu (17/2).
Detasemen Khusus 88 Mabes Polri menangkap Jefri lantaran diduga menjadi bagian dari kelompok binaan Ali Hamka, seorang narapidana teroris yang kini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang. Selain itu, polisi menyebut, Jefri diduga bagian dari Jamaah Ansharut Tauhid (JAT).
Hal itu berawal saat polisi meminta Ardilla dan ibunya untuk mengikuti polisi ke suatu tempat, dua hari setelah Jefri ditangkap.
ADVERTISEMENT
"Setelah hari Jumat, ada beberapa polisi tidak berseragam --bukan beberapa sih, banyak kok-- datang ke rumah saya. Mereka bilang kami suruh ikut mereka, 'lho ada apa, kenapa kami harus ikut kalian', mereka bilang nanti dipertemukan dengan suami saya," ujar Ardilla.
Rupanya, Ardilla dan ibunya dibawa ke RS Bhayangkara Jakarta Timur. "Setelah kami ikut, kami dibawa ke RS. Ibu saya langsung menangis, 'kenapa kami dibawa ke sini, mana menantu saya'. Kata ibu saya," sambung Ardilla, seraya meniru perkataan ibunya.
Saat dibawa ke RS, Ardilla menuturkan, polisi sempat menanyakan riwayat penyakit Jefri. Dari situ, Ardilla semakin cemas. Ardilla sekeluarga juga tidak boleh mengaktifkan telepon genggam atau mengambil gambar. Terlebih, hanya dua orang dari keluarga Ardilla yang diizinkan masuk ke salah satu ruangan di RS tersebut.
ADVERTISEMENT
"Mereka tanya apa suami saya sakit liver/jantung/paru-paru/punya penyakit lainnya. Saya bilang, enggak pernah dia punya penyakit seperti itu. Gejala-gejalanya pun enggak pernah saya lihat pada dirinya. Paling juga dia pernah bilang pegal-pegal, lalu saya kerok/bekam sudah sehat, dan itupun jarang. Setelah itu mereka bilang kami suruh ikut lagi untuk melihat suami saya. Saat itu saya belum tahu bahwa suami saya telah tiada," ujar Ardilla.
Akhirnya, Ardilla dan mertuanya sepakat untuk memasuki ruangan tersebut. Mereka lalu bertemu dengan seorang dokter dan beberapa orang lainnya. "Tapi di antara mereka mungkin ada kepala Densus/ kepala Polri," tuturnya.
"Mereka juga beritahu suami saya 'katanya' terlibat kasus teror, entahlah selama ini saya tidak pernah tahu itu, dan itupun baru terduga. Di situ pun saya baru diberitahu bahwa suami saya telah wafat," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Lalu tiba saatnya Ardilla dan Jefri dipertemukan. Ardilla diizinkan melihat jenazah Jefri. Dia sempat ditawarkan apakah ingin membuka seluruh kain kafan Jefri. Namun, mertua Ardilla menolaknya.
Keesokan harinya, Jenazah Jefri tiba di Lampung, tempat orang tua dan keluarga Jefri tinggal, sekitar pukul 05.00 WIB. Pihak keluarga kembali meminta untuk melihat jenazah Jefri untuk terakhir kali, namun permintaan itu ditolak.
"Permintaan itu tidak sama sekali dihiraukan, kami sangat kecewa tentunya, karena sebelumnya mereka sudah menjanjikan bahwa kami boleh melihatnya kembali setelah sampai Lampung," tutur Ardilla.
"Cepat sekali prosesnya, setelah sampai beberapa menit kemudian langsung dimakamkan suami saya," ungkap dia.
Sementara, Kadiv Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto sudah memberikan pernyataan terkait kematian Jefri saat konferensi pers di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (15/2). Dia menyebut, berdasarkan hasil autopsi, Jefri meninggal karena serangan jantung.
ADVERTISEMENT
Setyo mengatakan, Jefri ditangkap Densus 88 pada Rabu (7/2) pukul 15.17 WIB di Indramayu, Jawa Barat. Jefri ditangkap karena diduga terlibat sejumlah aksi teror di Mapolres dan Mako Brimob Toli-Toli, Sulawesi Selatan.